Jakarta,ruangenergi.com–Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) tetap berkomitmen pasok batubara untuk pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Namun,APBI menilai pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Batubara merupakan solusi permanen penyelesaian pasokan ke PLN secara konseptual.
“Sebagai solusi permanen penyelesaian permasalahan pasokan ke PLN secara konseptual BLU itu penting, namun tentu dalam teknis pelaksanaannya baik dalam pemungutan dan penyaluran dana kompensasi tidak mudah,” kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com,Kamis (04/08/2022) di Jakarta.
Hendra memastikan jika penambang komit terhadap kontrak penjualan batubara untuk pembangkit listrik milik PLN.
“Kalau penambang tidak komit melaksanakan ketentuan kontrak penjualanya sudah gelap gulita dong kita,” ujar Hendra berseloroh.
Dalam catatan ruangenergi.com, PT PLN (Persero) terus memastikan pemenuhan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) telah sesuai rencana. Dengan terpenuhinya batu bara tersebut PLN optimis dapat menjaga keandalan suplai listrik ke pelanggan.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, kondisi sistem kelistrikan di seluruh Indonesia dalam kondisi cukup. Sementara pasokan batu bara di 17 pembangkit yang sebelumnya dalam kondisi kritis, kini rata-rata telah mencapai 15 hari operasi (HOP).
“Dengan dukungan pemerintah dan seluruh stakeholders, pasokan batu bara telah sesuai rencana. Dan ke depan kami berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga pasokan batu bara untuk bahan bakar PLTU melalui pengamanan secara berlapis,” kata Darmawan dalam siaran pers PLN pada 4 Februari 2022.
Darmawan mengungkapkan, PLN telah melakukan perubahan paradigma dalam monitoring dan pengendalian pasokan batu bara, yang semula berfokus pada pengawasan di titik bongkar (estimated time of arrival/ETA) menjadi berfokus di titik muat/loading.
“Dengan ini maka jika ada potensi kegagalan pasokan karena ketersediaan batubara maupun armada angkutannya, akan dapat dideteksi lebih dini dan corrective action dapat dilakukan as early as possible sehingga kepastian pasokan dapat lebih terjaga,” terang Darmawan.