Jakarta, ruangenergi.com- Pergantian kru dalam operasi pengeboran di anjungan lepas pantai sangat lumrah terjadi.
Rotasi kru di offshore rig biasanya dua minggu bekerja, diikuti dua minggu istirahat (2-weeks on, 2-weeks off).
Jumlah kru dalam operasi pengeboran di anjungan lepas pantai (offshore rig) bervariasi tergantung pada jenis anjungan, kompleksitas operasi, dan skala proyek. Secara umum, kru di anjungan lepas pantai biasanya terdiri dari 50 hingga 200 orang.
Dalam beberapa kasus, kru dapat diperpanjang masa tugasnya, namun umumnya tidak lebih dari 28 hari berturut-turut tanpa izin khusus, karena faktor kesehatan dan keselamatan.
Well, begitulah realita yang terjadi di dalam kegiatan operasi produksi minyak dan gas. Hari lepas hari, bulan lepas bulan selalu ada saja pergantian kru. Semua pergantian itu bertujuan agar kegiatan operasi produksi lapangan migas lepas pantai aman, terkendali dan maksimal hasilnya.
Belakangan ini, di ranah oil and gas di Indonesia dikejutkan dengan momentum pergantian Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Semua sudah tahu dan dengar ataupun baca berita di media massa dan aneka platform digital mass media.
Kita tidak perlu cari tahu apa alasan dan kenapa terjadi pergantian di tubuh perusahaan migas milik Indonesia ini. Yang jelas, di setiap pergantian selalu meninggalkan cerita, entah cerita kesuksesan atau cerita kegagalan.
Yang perlu diperhatikan saat ini, ketika terjadi pergantian-entah itu di badan usaha milik negara, lembaga negara maupun satuan kerja milik negara ini- yang terpenting adalah kinerja.
Bagaimana ritme kerja dan hasil kerja keras dari direksi maupun pimpinan lembaga negara atau satuan kerja milik negara, semua rakyat di republik ini menantikan ‘gebrakan dahsyat’ dari Sang Pemimpin.
Entah apa apa itu gebrakannya, sebagai rakyat jelata, kita cuma bisa merapalkan doa, memanjatkan permintaan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, agar Sang Pemimpin bisa membawa kebaikan dan keberkahan bagi badan usaha atau lembaga negara atau satuan kerja yang dipimpinnya.
Seperti Burung Rajawali, yang memiliki aneka keistimewan sebagai burung, demikian harapan rakyat banyak di negeri ini kepada Sang Pemimpin.
Oh ya, burung rajawali memiliki ciri khas yang sangat mencolok, baik dari segi penampilan maupun perilakunya. Rajawali termasuk dalam keluarga burung pemangsa terbesar dengan rentang sayap yang bisa mencapai 2,5 meter, tergantung spesiesnya. Paruhnya (eker) besar, kuat, dan melengkung ke bawah, yang memudahkan rajawali untuk merobek daging mangsanya. Cakarnya kuat dan sangat tajam, dengan cengkeraman yang luar biasa untuk menangkap dan memegang mangsanya, seperti mamalia kecil atau ikan. Penglihatan rajawali sangat tajam, hingga beberapa kali lebih baik dari manusia. Ini memungkinkannya mendeteksi mangsa dari jarak yang sangat jauh.
Sebagian besar spesies rajawali memiliki bulu berwarna gelap, coklat, atau putih, dengan kombinasi yang kontras, terutama di bagian kepala dan ekor. Rajawali sering terlihat terbang sangat tinggi sambil melingkar di udara. Teknik terbang ini memungkinkan mereka menghemat energi dengan memanfaatkan arus udara panas (thermal) untuk melayang.
Burung rajawali cenderung sangat teritorial dan biasanya hidup sendiri atau berpasangan, terutama ketika menjaga sarang mereka. Rajawali umumnya membuat sarang di tempat-tempat yang tinggi seperti di puncak pohon besar atau tebing curam, untuk menghindari predator dan menjaga anak-anaknya.
Ciri khas ini menjadikan rajawali sebagai simbol kekuatan, keberanian, dan kebebasan dalam berbagai budaya.
Godang Sitompul, Pemimpin Redaksi