Jakarta, Ruangenergi.com – Usulan untuk memperluas manfaat gas murah dari tujuh industri tertentu menjadi 13 industri tertentu harus dilakukan dengan mengevaluasi terlebih dahulu manfaat yang diberikan kepada industri sebelumnya apakah benar-benar menimbulkan multiplier effect atau tidak.
“Saya kira harus evaluasi terlebih dahulu akan manfaat yang diberikan kepada industri sebelumnya apakah benar-benar menimbulkan multiplier effect. Jangan sampai, perluasan ini justru hanya akan membebani badan usaha dan pastinya negara karena ada bagian negara yang dikurangi,” ujar Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan kepada wartawan di Jakarta, Senin (28/6).
Untuk itu ia meminta kepada Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan stakeholder terkait untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan diskon tarif gas untuk industri tertentu USD6 per MMBTU.
“Boleh saja manfaat gas murah diperluas, namun harus direview dahulu apakah tujuan dari penerima manfaat gas murah itu tercapai atau tidak,” tukasnya
Menurutdua, industri yang tidak terbukti lebih produktif, harus dicabut fasilitas insentifnya untuk dialihkan kepada sektor industri lainnya yang membutuhkan.
“Jika memang terbukti memberikan multiplier effect seperti yang di janjikan maka bisa dipertimbangkan untuk diperluas. Jika tidak,industri yang kurang memberikan multiplier effect lebih baik di cabut dan diberikan kepada industri lain,” tutup Mamit.
Sebelumnya pelaku industri menuntut agar pemerintah memperluas cakupan industri yang menerima manfaat dari fasilitas harga gas murah, USD6 per British thermal unit (MMBTU). Sebagaimana diketahui, pemerintah sudah memberikan harga gas murah bagi tujuh sektor industri.
Hal itu disampaikan Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Fridy Juwono dalam diskusi virtual Kamis (24/6) lalu. Ia mengungkapkan bahwa ada pengajuan dari industri-industri lain yang meminta keadilan untuk sektor energi, khususnya pada fasilitas harga gas murah.
“Ada permintaan dari teman-teman lain berharap bahwa perlu ada keadilan untuk energi ini dan nggak hanya untuk tujuh sektor industri,” jelasnya.
Fridy mengatakan, kebijakan harga gas USD6 per MMBTU itu berdampak pada peningkatan utilitas produksi, seperti industri kaca, terjadi peningkatan utilitas sampai dengan 100 persen.
Peningkatan utilisasi juga terjadi pada industri keramik yang mampu pulih dengan cepat dari hanya 30 persen pada Kuartal II tahun 2020 menjadi 60 persen pada Kuartal III tahun 2020 dan mencapai utilisasi produksi yang lebih baik dari tahun sebelumnya pada akhir tahun 2020.
“Industri baja melaporkan perbaikan utilitas produksi dari sekitar 20-30% menjadi 51,2 persen,” ungkapnya.(Red)