Gelar Apel May Day 2024, SP PLN Tegaskan Dukung Transisi Energi 

Jakarta, Ruangenergi.com – Serikat Pekerja PT PLN (Persero) menggelar Apel peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Lapangan PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Stasiun Gambir Jakarta, Rabu 1 Mei 2024 pukul 15.00 Wib. Ketua Umum DPP Serikat Pekerja PT PLN (Persero) M. Abrar Ali yang didamping para Ketua DPD SP se Indonesia, mengungkapkan bahwa hari libur yang dirayakan pada setiap tanggal 1 Mei adalah untuk menghormati pemogokan umum yang berpuncak pada peristiwa Haymarket pada tahun 1886.

Menurutnya, May Day adalah hal tentang jaminan bahwa pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan kondisi kerja yang aman, upah yang adil, dan hak-hak lainnya.

“Jadi perusahaan tidak boleh berfungsi hanya sekedar untuk menghasilkan keuntungan saja, tetapi harus mempertimbangkan pekerjanya juga. Tanpa buruh, perusahaan tidak akan pernah bisa mencapai kejayaan. Perusahaan harus memperhatikan kepedulian dan kebutuhan para pekerjanya,” kata Abrar.

Lebih jauh Abrar menyatakan, dalam peringatan May Day 1 Mei 2024 ini SP PLN mengambil tema Memperkuat Posisi BUMN  di masa Transisi Energi untuk Kepentingan rakyat indonesia.

“Bagi kami Serikat Pekerja mempunyai peran penting dalam pengelolaan kebijakan transisi energi di Indonesia, dengan memastikan bahwa transisi energi baru ini dimiliki dan dikelola oleh negara. Namun saat ini, secara regulasi dan kapasitas, baik daerah maupun nasional, belum sepenuhnya siap untuk transisi energi,” papar Abrar.

Menurut dia, transisi energi di Indonesia juga harus memperhatikan dampak sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Selain itu, transisi energi juga harus mempertimbangkan aspek kedaulatan energi, agar tidak terjebak dalam ketergantungan teknologi dan hutang asing.

“Pendekatan transisi energi yang adil dan demokratis harus melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, serikat pekerja, masyarakat adat, dan masyarakat sipil,” katanya.

Dari perspektif konstitusional, lanjut dia, transisi energi harus sesuai dengan amanat konstitusi yaitu tetap dikuasai oleh Negara demi menyediakan energi yang terjangkau bagi masyarakat, aman bagi lingkungan dan pelanggan.

“Ini berarti bahwa kebijakan dan praktik transisi energi harus memastikan akses energi yang adil dan terjangkau, serta perlindungan lingkungan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Lebih jauh ia mengatakan, posisi strategis serikat pekerja/serikat buruh lahir dari kesadaran bahwa Pasal 33 UUD 1945 mengatur pengelolaan sumber daya energi dan mineral yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan dikuasai oleh negara.

“Oleh karena itu, serikat pekerja tidak sekedar memperjuangkan kepentingan buruh, lebih luas dari itu menjamin hak konstitusional warga negara terkait ketenagalistrikan,” tukasnya.

Abrar juga menyayangkan hingga saat ini roadmap ketenagakerjaan untuk Just Energy Transition belum ada. Seharusnya, kata dia, pekerja sebagai kelompok pertama yang paling terdampak harus dilibatkan. Sehingga ada kepastian kerja yang layak, K3 dan pekerjaan yang inklusif.

Terkait dengan K3, pihaknya   menyerukan keselamatan dan kesehatan pekerja merupakan bagian dari hak-hak pekerja yang harus dilindungi, agar selalu memastikan setiap lingkungan kerja aman dan memberikan perlindungan kepada pekerja dari risiko pekerjaan dengan memperbaiki unsafe condition yang ada di tempat kerja, memastikan APD dan peralatan kerja dalam kondisi baik dan sesuai standar, memberikan pelatihan dan sertifikasi kepada pekerja, memfasilitasi medical check up kepada pekerja, melakukan review SOP secara rutin dan mengoptimalkan fungsi pengawasan di lapangan.

“Oleh karena ini kepada para pekerja agar melakukan komunikasi dengan manajemen atau PIC yang bertanggung jawab jika menemukan unsafe condition seperti APD dan peralatan kerja rusak, sertifikat kompetensi sudah habis/kadaluarsa, SOP pekerjaan yang tidak ada/tidak up to date, dan kondisi lain yang dirasa berpengaruh kepada keselamatan kerja,” jelasnya.

Pihaknya juga mengapresiasi dan mendukung statement Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam Forum BUMN yang menyampaikan bahwa tantangan dalam transisi energi di Indonesia adalah saat ini belum memiliki jaringan antar pulau (inter island grid), sub sistem kelistrikan di Indonesia masih terpisah-pisah.

“Ini menjadi tantangan besar karena Jawa sekarang base load-nya hampir semua batubara, perlu waktu untuk memastikan bahwa transmisinya nyambung dulu dari Sumatera paling nggak, atau kalau nggak ke depan dari Kalimantan dan produksi hidro geothermal cukup baru kita bisa melakukan transisi secara efektif, transisi energi ini harus dilakukan hati-hati. Listrik yang dihasilkan tarifnya harus terjangkau oleh masyarakat dan harus dipastikan PT PLN (Persero) tidak mengalami kesulitan keuangan,” paparnya lagi.

Untuk itu, SP PLN siap mendukung dan mengawal Wamen BUMN agar ada kepastian bahwa transisi energi adalah tanggung jawab negara atau pemerintah sementara PLN berlaku sebagai pelaksana atau operatornya.

“Sumber anggaran $85 miliar harus ditanggungjawabi oleh negara, agar PLN dapat melaksanakan mandatory tersebut,” pungkasnya.

Setelah apel selesai, peserta dari Serikat Pekerja PLN mengikuti Apel Gabungan Forum Serikat Pekerja BUMN di Lapangan Stasiun Gambir yang dihadiri oleh M.Abrar Ali, Ketua DPP Serikat Pekerja PT PLN (Persero) yang juga Sekjend Federasi SP BUMN, Edy Suryanto Ketua Umum SP KAI ex officio Presiden Federasi SP Perkeretaapian, Ari Gumelar Ketua Serikat Pekerja PT Pertamina (Persero), Ketut Suhardiono Ketua Umum SP Pegadaian, dan Rudy Handoko Ketua Umum SP PT INKA.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *