Ini Dia Pengganti Emas Hitam Anti Kotor dan Murah

Jakarta, ruangenergi.com- Tidak banyak orang tahu bahwa dunia sekarang sudah perlahan tapi pasti mulai meninggalkan “emas hitam” alias minyak bumi. Benarkah demikian? Atau kondisi itu ‘sengaja’ diciptakan agar timbul kekhawatiran dan bergegas mencari pengganti emas hitam tadi?

Mengutip Wikipedia, minyak bumi (juga disebut minyak mentah atau petroleum), sering dijuluki sebagai “emas hitam”, adalah cairan kental berwarna coklat pekat/gelap atau kehijauan yang mudah terbakar yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi.

Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Minyak bumi diambil dari sumur minyak di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur minyak ini didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis sedimen, karakter dan struktur sumber, dan berbagai macam studi lainnya.

Setelah itu, minyak bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin dan minyak tanah sampai aspal dan berbagai reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan.Minyak bumi digunakan untuk memproduksi berbagai macam barang dan material yang dibutuhkan manusia

Masih menurut Wikipedia, sumur minyak sebagian besar menghasilkan minyak mentah, dan terkadang ada juga kandungan gas alam di dalamnya. Karena tekanan di permukaan Bumi lebih rendah daripada di bawah tanah, beberapa gas akan keluar dalam bentuk campuran. Sumur gas sebagian besar menghasilkan gas. Tapi, karena suhu dan tekanan di bawah tanah lebih besar daripada suhu di permukaan, maka gas yang keluar kadang-kadang juga mengandung hidrokarbon yang lebih besar, seperti pentana, heksana, dan heptana dalam wujud gas. Di permukaan, maka gas ini akan mengkondensasi sehingga berbentuk kondensat gas alam. Bentuk fisik kondensat ini mirip dengan bensin.

Mari kita tinggalkan pengertian akan minyak bumi sejenak. Kini, fokuskan diri pada adanya issue bahwa pengganti minyak bumi alias ’emas hitam’ sudah ada, yakni energi dari bio atau disebut bioenergi.

Bioenergi adalah energi terbarukan yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang baru hidup, seperti sisa panen, tanaman yang ditanam secara khusus, dan limbah organik dari rumah, bisnis, dan pertanian. Bioenergi dapat digunakan untuk menghasilkan bahan bakar transportasi, panas, listrik, dan produk.

Bioenergi memiliki beberapa keunggulan, seperti: ramah lingkungan, mudah terurai, mampu mengurangi efek rumah kaca, plus bahan baku yang kontinu.

Bioenergi dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu konvensional dan modern. Bioenergi konvensional menggunakan cara tradisional untuk menghasilkan energi, seperti kayu bakar. Bioenergi modern, seperti biodiesel maupun bioetanol, merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan.

Well, kini kita perlu simak, bahwa saat banyak negara sedang mendalami potensi energi terbarukan, namun ternyata, pentingnya – dan ketergantungan pada – minyak bumi di dunia tidak bisa dipungkiri ataupun diabaikan.

Dalam catatan ruangenergi.com, pada periode transisi energi, energi fosil seperti minyak dan gas bumi, serta batubara masih memiliki peran penting untuk dikembangkan sebelum energi yang lebih bersih tersedia. Minyak bumi masih menjadi energi utama untuk transportasi, sebelum digantikan dengan kendaraan listrik, serta gas bumi dapat dimanfaatkan untuk energi transisi sebelum energi baru terbarukan (EBT) 100% di pembangkit listrik. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) Arifin Tasrif menegaskan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Kamis (17/2/2022).

“Gas bumi juga menjadi bahan bakar pembangkit untuk EBT yang intermiten. Migas juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan domestik, antara lain bahan bakar transportasi, bahan baku dan bahan bakar di industri, serta bahan bakar di rumah tangga,” tambah Menteri ESDM.

Oleh karena itu, lanjut Menteri Arifin, Pemerintah terus mendukung peningkatkan produksi migas nasional. Pemerintah menargetkan produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari dan gas bumi 12 BSCFD pada tahun 2030.

Strategi yang dilakukan untuk peningkatan produksi dan cadangan migas adalah optimasi produksi lapangan eksisting, transformasi resources to production, mempercepat chemical EOR, serta eksplorasi secara massif untuk penemuan besar. Juga, penerapan Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) untuk lapangan-lapangan migas.

Transisi energi merupakan proses panjang yang harus dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menekan emisi karbon yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Kesepakatan dalam transisi energi bertujuan untuk menuju ke titik yang sama yaitu pemanfaatan energi bersih yang terus meningkat. Presiden Joko Widodo telah menyampaikan bahwa Indonesia akan mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.

Arifin menjelaskan, emisi sektor energi Indonesia pada tahun 2021 sebesar 530 juta ton Co2e. Diperkirakan peak emisi terjadi sekitar tahun 2039 sebesar 706 juta ton CO2e. Emisi berkurang secara signifikan setelah tahun 2040 mengikuti selesainya kontrak pembangkit fosil. Pada tahun 2060, emisi pada pembangkit adalah nol. Sementara tingkat emisi 2060 pada skenario NZE masih sebesar 401 juta ton CO2e yang berasal dari sisi demand, utamanya dari sektor industri dan transportasi.

“Saat ini Tim NZE Kementerian ESDM masih melakukan pendalaman roadmap melalui pendetailan dari sisi suplai dan demand, serta melakukan exercise untuk menentukan target penurunan emisi optimal dari sektor energi pada 2060,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif waktu itu.

Masih dalam catatan ruangenergi.com, dalam kesempatan lain, MESDM Arifin Tasrif menekankan bahwa industri hulu migas masih memegang peranan penting di era transisi energi. Saat ini, industri hulu migas pun terus berupaya menekan emisi karbon dalam operasionalnya. Arifin mengatakan ada beberapa cara untuk memastikan industri hulu migas tetap tumbuh untuk memenuhi kebutuhan sekaligus turut berperan dalam upaya penurunan emisi karbon.

Efisiensi penggunaan energi untuk menekan emisi gas rumah kaca dalam kegiatan operasional merupakan cara paling mudah yang bisa ditempuh para pelaku usaha. Hal tersebut diungkapkan Arifin saat membuka Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition (Convex) 2023 bertema Enabling Oil & Gas Investment and Energy Transition for Energy Security di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (25/7/2023).

Langkah lainnya kata Arifin, adalah pengurangan gas buang, mengatur emisi gas metana. Kemudian, secara paralel meningkatkan penggunaan pembangkit listrik rendah karbon dengan memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan.

“Langkah selanjutnya adalah meningkatkan penggunaan gas, menginisiasi penggunaan teknologi efisiensi, dan mengembangkan mobilitas rendah karbon, seperti penggunaan kendaraan listrik, biofuel, LNG,” kata Arifin.

Tasrif mengatakan, berdasarkan data dari statistik BPS, untuk menjawab kebutuhan energi, produksi minyak bumi terus meningkat dari sebesar 88,6 juta barel per hari pada 2012 menjadi 93,8 juta bph pada 2022. Sementara itu, produksi gas juga meningkat sekitar 20 persen dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata konsumsi gas meningkat 1,7 persen per tahun. Data tersebut menunjukkan peran penting sektor migas dalam memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau, terutama untuk sektor transportasi dan industri seiring dengan pertumbuhan ekonomi berbagai negara, termasuk Indonesia. Arifin menjelaskan, pengembangan hidrogen juga harus terus ditingkatkan.

Teknologi Masa Depan Rendah Emisi

Menurut Arifin, teknologi hidrogen akan menjawab tantangan industri masa depan yang rendah emisi. Hal itu ditopang oleh kemampuan industri migas yang memiliki pengalaman dan kemampuan mumpuni untuk mengembangkan dan memproduksi hidrogen. Hal paling krusial di sektor hulu migas saat ini ialah implementasi carbon capture storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS). Apalagi, pemerintah pada tahun 2023 ini menerbitkan aturan baru tentang CCS/CCUS dalam bisnis migas.

“Aturan tersebut menggambarkan CCS dan CCUS sebagai teknologi yang menjanjikan untuk menekan emisi karbon dalam rangka mengejar target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat,” kata Arifin. Saat ini ada 15 proyek CCS/CCUS yang sedang dikerjakan di Indonesia, di antaranya CCS Gundih Enhanced Gas Recovery (EGR) di Jawa Tengah dan Sukowati di Jawa Timur.

Sementara itu, proyek yang segera diimplementasikan ada di CCUS Tangguh yang ditargetkan menekan emisi karbon sebesar 25 juta ton CO2 serta mampu meningkatkan produksi gas hingga 300 BSCF pada 2035. “Proyek ini ditargetkan on stream pada tahun 2026,” ungkap Arifin.

President IPA Yuzaini Md Yusof mengatakan, Indonesia sebagai salah satu negara yang cukup cepat bergerak dalam implementasi CCS/CCUS. Beberapa hal yang harus disiapkan ialah kebijakan fiskal, tax credit, kebijakan harga karbon, serta kesiapan storage carbon.

“Banyak proyek berisiko tinggi yang membutuhkan dukungan regulator dengan banyaknya proyek CCS/CCUS yang bergantung pada dukungan regulasi dan attractiveness commercial masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” ucap Yuzaini.

PT Pertamina (Persero) yang telah mengambil alih saham Shell di Blok Masela menyatakan segera mematangkan pembangunan CCUS di Blok Masela.

Menurut Pertamina, langkah rencana pengembangan CCUS penting karena menjadi salah satu upaya pengembangan migas yang juga menganut prinsip dalam mencapai tujuan transisi energi. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, salah satu alasan Pertamina menggaet Petronas dalam pengembangan Blok Masela adalah untuk pengembangan CCUS. Pengembangan CCUS di Blok Masela penting untuk memenuhi target penurunan emisi. CCUS merupakan semacam rumah untuk karbon yang penting untuk mengurangi emisi gas buang dari operasional hulu migas.

“Ini game changer bagi Indonesia juga. Dengan potensi storage capacity yang juga besar kita miliki hingga 400 giga pounds carbon maka banyak industri yang juga ingin bekerja sama dengan kami untuk pengembangan CCUS,” ujar Nicke waktu itu.

Oleh karena itu, Pertamina, Petronas, dan Inpex akan segera melakukan revisi plan of development (PoD) dari Blok Masela dengan memasukkan instrumen CCUS dalam perencanaan pengembangan.

“Regulasi soal CCUS-nya sudah ada, maka kita tinggal ubah POD-nya dan kemudian kita bisa segera lakukan running pengembangan Blok Masela,” kata Nicke Widyawati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *