Indramayu, Jawa Barat, ruangenergi.com– Di balik gemuruh mesin pengeboran sumur migas senilai jutaan dolar, ada satu pekerjaan sunyi yang menentukan hidup-matinya produksi: cementing, atau penyemenan. Layanan teknis ini sering terabaikan sorotan, namun bagi PT Elnusa Tbk (ELNUSA), ia adalah pilar kunci yang menentukan apakah Indonesia akan mampu mencapai target ambisius produksi minyak 1 juta barel per hari (BPH) pada 2030.
Bagi Elnusa, seperti dilaporkan Mukhri Soni, koresponden ruangenergi.com, penyemenan bukan sekadar menuang adonan semen ke dalam lubang. Ia adalah sains yang memadukan teknik, kimia, dan presisi tinggi demi menjaga integritas sumur.
Direktur Operasi Elnusa, Andri Haribowo, menjelaskan betapa fundamentalnya peran ini saat kunjungan media ke Integrated Supporting Base (ISB) Elnusa di Mundu, Indramayu.
“Cementing bukan sekadar pelengkap, tapi pekerjaan fundamental,” tegas Andri. “Semua orang perminyakan tahu betapa kritikalnya cementing.”
Risiko yang ditanggung sangat besar. Tanpa kualitas semen yang tepat, lubang sumur bisa runtuh, dan yang lebih fatal, fluida berharga seperti minyak bisa bercampur dengan air atau gas dari lapisan non-produktif. Campuran ini bisa menghambat keluarnya minyak dari zona target, sebuah kondisi yang membuat investasi bernilai tinggi menjadi sia-sia.
Menyadari urgensi ini, Elnusa telah mengubah pusat pendukung operasionalnya. ISB Mundu tidak lagi berfungsi sekadar gudang penyimpanan, melainkan telah disulap menjadi pusat kerja teknis dan pengujian terpadu.
“Kami menyebutnya Integrated Supporting Base karena perannya yang strategis dalam mendukung operasional pengeboran,” jelas Andri.
Pusat fasilitas ini memiliki laboratorium cementing mandiri yang kini menjadi tonggak kemandirian. Dulu, Elnusa harus mengandalkan pihak ketiga untuk merumuskan dan menguji formula semen. Hari ini, kapabilitas lokal telah terbangun: Elnusa mampu merancang formula sendiri, menguji kekuatan, dan menjamin kualitas semen telah memenuhi standar industri migas internasional.
Fasilitas serupa juga tersebar di titik-titik strategis seperti Balikpapan, Duri, dan Prabumulih, memastikan sinergi operasi yang efisien di seluruh regional.
Kisah sukses cementing tidak hanya terbatas pada sumur-sumur baru yang menjadi target Pertamina Hulu Energi (PHE) hingga 900 sumur tahun ini. Layanan ini juga menjadi ‘nafas buatan’ bagi sumur-sumur tua yang mengalami kondisi kritis bernama water blocking.
Water blocking terjadi ketika air perlahan menggantikan posisi minyak di formasi batuan, sehingga menghambat aliran hidrokarbon. Sumur-sumur ‘lansia’ ini seolah pensiun dini.
Melalui penyemenan ulang (workover), Elnusa melakukan operasi presisi. Mereka memperbaiki kualitas casing semen yang lama, menutup jalur air yang tidak diinginkan, dan membuka kembali akses menuju zona target migas yang masih menyimpan cadangan. Ini adalah upaya krusial untuk menghidupkan kembali sumur-sumur tua agar kembali produktif.
Komitmen Elnusa dalam penguatan teknologi lokal ini sejalan dengan visi yang lebih besar.
“Elnusa mendukung Asta Cita pemerintah untuk membangun kemandirian energi nasional. Pengembangan kapabilitas lokal menjadi kunci agar Indonesia mampu mencapai swasembada energi secara berkelanjutan dan berdaya saing global,” pungkas Andri, menekankan bahwa di balik semen dan mesin, ada misi kemandirian energi bangsa yang sedang diperjuangkan.
 
								 
															

 
															










