Minim Sekali Minat Perusahaan Migas Multinasional Garap Potensi Shale Gas di Indonesia, Apa Sebab?

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Minimnya minat perusahaan minyak dan gas multinasional berkeinganan eksplorasi potensi shale gas di Indonesia, lebih dikarenakan belum adanya regulasi yang jelas serta sarana pendukung untuk meramaikan kegiatan pencarian sumber daya migas tersebut.

Hal ini disebabkan, kegiatan eksplorasi untuk menggali potensi shale gas tersebut membutuhkan ‘padat karya’, yakni dukungan peralatan dan teknologi.

“Mengacu pada massive-nya kegiatan eksplorasi di Amerika Serikat untuk menggali potensi shale gas, mestinya Indonesia mau belajar dari perusahan-perusahaan migas yang ada di sana. Mereka sukses menggali potensi shale gas dan mengeksploitasinya,” kata petinggi migas dalam bincang santai non virtual bersama ruangenergi.com, Rabu (27/03/2024), di Jakarta.

Di Amerika Serikat, sumur-sumur shale gas dicari ‘keroyokan’ oleh perusahaan migas lokal yang ada di sana. Mereka berjibaku mencari potensi gas tersebut.

“Memang sih, mereka menemukan dari satu sumur jumlahnya sedikit, cuma ini ada ratusan sumur shale gas di sana yang digali oleh perusahaan migas lokal yang bekerja-sama dengan perusahaan oil and gas besar di sana. Jadilah kini USA sebagai negara terbesar memproduksikan shale gas,”ungkapnya dengan semangat menyala.

Mengutip portal UNIVERSITAS PADJAJARAN, menurut staf pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Agus Guntoro, Indonesia memiliki potensi shale gas terbesar di dunia. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Indonesia memiliki shale gas sebesar 2000 TCF. Namun, hal ini tidak pernah tercatat dalam berbagai laporan dunia.

Saat ini negara yang tercatat memiliki shale gas terbesar di dunia adalah China (1400 TCF) dan berada di posisi  kedua adalah USA (1100 TCF). Hal tersebut disampaikan Agus saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional  bertema “Unconventional Energy: Challenge for Geoscientist to Found New Resources for Better Indonesia Energy at The Future” sebagai rangkaian acara “Trapspot (Through A Petroleum System, National Seminar, Poster & Debate Contest)”.  Acara ini dilaksanakan di Bale Santika Unpad Jatinangor, Senin (18/11/2013).

“Dari berbagai macam laporan di dunia yang ada, tidak pernah menyebutkan Indonesia masuk sebagai potensi shale gas, ini yang saya pertanyakan. Kalau dunia tidak tahu bahwa Indonesia memiliki potensi, bagaimana mungkin mereka mau masuk. Siapa yang bertanggung jawab untuk menyosialisasikan bahwa Indonesia memiliki potensi shale gas, bahkan menurut saya, terbesar di dunia,” tutur Agus.

Berdasarkan data dari Badan Geologi Indonesia, total spekulasi shale gas di Indonesia adalah 574,07 TCF. Berdasarkan data lain (Talisman 2012), Indonesia memiliki potensi shale gas sebesar 5000 TCF. Yang menjadi pertanyaan, hal tersebut tidak pernah tercantum dalam berbagai referensi dunia, bahkan Indonesia tidak masuk dalam 10 besar potensi shale gas.

“Ini sangat menyedihkan, sehingga tidak membuat investor datang ke Indonesia yang dapat menyebabkan suatu proses ekonomi yang luar biasa,” ujar Agus. Saat ini, shale gas telah berhasil dikembangkan banyak negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Cina, dan India dengan total produksi sampai 27 milyar kaki kubik per hari. “Sementara produksi shale gas di Indonesia masih nol,” ungkap Agus.

Agus mengungkapkan bahwa yang menjadi hambatan adalah proyek shale gas sangat mebutuhkan investasi yang sangat tinggi dan perlu waktu yang lama, antara 5- 10 tahun sebelum mencapai tahap komersial. Saat ini, perhatian pemerintah Indonesia terhadap potensi shale gas pun masih belum optimal. Selain itu, proyek ini pun kerap dihadapi dengan munculnya isu lingkungan, seperti pencemaran air, polusi udara, gempa bumi, dan pemborosan air bersih.