Jakarta, Ruangenergi.com – Potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia sangat melimpah, akan tetapi penggunaannya saat ini baru sekitar 10,5 giga watt atau 2,5%.
Untuk itu, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus menggaungkan pemanfaatan guna meningkatkan Bauran Energi Nasional sebesar 23% hingga 2025 mendatang.
Dalam acara Indonesia EBTKE ConEx 2020 yang dilakukan secara virtual, yang diselenggarakan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) pada Jumat, (09/10). Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengatakan, potensi EBT lebih dari 400 gigawatt (GW) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Akan tetapi, realisasi penggunaan EBT masih sangat minim. Ia menyebut, Indonesia masih mengandalkan energi berbasis fosil untuk menunjang sektor kelistrikan yakni batubara.
“Pemanfaatan EBT saat ini baru sekitar 10,5 giga watt atau 2,5% dari total potensi yang ada, padahal potensinya sangat besar,” ungkap Arifin, (09/10).
Menurutnya, target bauran energi energi nasional di sektor EBT pada tahun 2025 sebesar 23%. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2030 akan meningkat menjadi 30%.
Dikatakan olehnya, salah satu tantangan terberat yang dihadapi dalam meningkatkan penggunaan EBT yakni Pandemi Covid-19. Ia meyakini bahwa EBT bisa menjadi salah satu pendorong untuk pemulihan ekonomi pasca Pandemi Covid-19.
“Pemanfaatan EBT salah satu strategi kita dalam mendorong pemulihan roda perekonomian nasional pasca Covid-19. Tidak hanya mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berketahanan dan berkelanjutan, pemanfaatan EBT tentunya juga akan berdampak signifikan bagi upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan menciptakan lapangan pekerjaan baru,” beber Arifin.
Selain itu, lanjutnya, Pemerintah juga saat ini tengah menggodok Peraturan Presiden untuk pembelian listrik dari EBT oleh PT PLN (Persero) agar lebih menarik investor. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mempercepat proses transisi energi dan meningkatkan investasi EBT di Tanah Air.
“Dengan menciptakan pasar baru EBT di kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan membangun infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 12 kota. Kita juga mendorong pengembangan panas bumi (Geothermal) berbasis kewilayahan, dan sebagainya,” imbuhnya.
Dorong Percepatan Investasi
Sementara, dalam sambutannya, Ketua Umum METI, Surya Darma, mengatakan, saat ini seluruh dunia sedang berlomba dalam dalam mengembangkan energi terbarukan.
Dia menambahkan, pemanfaatan energi terbarukan telah mendorong percepatan investasi untuk pemulihan ekonomi yang mengedepankan pembangunan berkelanjutan di sektor energi.
“Pemanfaatan energi terbarukan seperti panas bumi, bio-energi, bio-diesel, air, matahari, angin, air laut, masih perlu disosialisasikan secara komprehensif dan intensif kepada masyarakat, mahasiswa, industri dan perusahaan, lembaga penelitian, parlemen pemerintah daerah serta media,” papar Surya.
Sebagai informasi, potensi sumber daya panas bumi (Geothermal) sebesar 11,0 GW, Reserve sebesar 17,5 GW, Realisasi PLTP 2.131 GW (0,44%).
Potensi Energi Air sebesar 75 GW (19,3 GW), Realisasi sebesar PLTA 5,976 GW dan PLTMH 0,225 GW (1,21%).
Potensi PLT Bioenergi sebesar 32,6 GW, sementara pemanfaatan BBN (Bahan Bakar Nabati), sebesar 200 Ribu Barel per hari (Bph), Realisasi PLT Bio baru mencapai 1,869 GW (0,42%). Potensi Energi Angin sebesar 60,6 GW, sementara realisasi PLTB sebesar 154 MW (0,02%).
Potensi energi surya (PLTS) sebesar 207,8 GWp(Gigawatt Peak), sementara realisasi PLTS baru sebesar 0,152 GWp (0,02%). Potensi gelombang laut sebesar 17,9 GW, hingga saat ini belum ada yang memanfaatkannya. Sehingga total potensi EBT di Indonesia sebesar 442 GW, sementara hingga saat ini kapasitas terpasangnya baru sebesar 10,302 GW (2%).
“Transisi energi ini harus diperlukan karena, yang pertama akan memperkuat jaminan pasokan energi (energy security) sambil mengurangi dan akhirnya meredam kebutuhan akan bahan bakar fosil,” tandas Surya.