Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengapresiasi langkah tim transisi Blok Rokan yang dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Ruang Energi, bertajuk “Keandalan Pasokan Listrik Jaga Produksi Blok Rokan”, melalui aplikasi Zoom dan Channel YouTube Ruang Energi, ia mengungkapkan, proses transisi ini memiliki beban yang sangat besar. Untuk itu, dia berharap agar PHR mampu meningkatkan produksi Blok Rokan.
“Saya mengapresiasi teman-teman yang ada di dalam tim transisi PHR ini, sehingga apa yang diharapkan bisa tercapai. Pasalnya Pertamina mendapatkan Blok Rokan ini tidak gratis, harus membayar Signature Bones sebesar US$ 780 Juta, dan Komitmen Kerja Pasti sebesar US$ 500 Juta,” jelas Mamit, (22/07).
“Kerja dari tim transisi ini merupakan pekerjaan yang luar biasa, dan hal ini tentunya harus kita support. Tanpa adanya tim transisi ini tidak akan bisa selesai dalam waktu dekat,” urainya.
Selain itu, ia juga mengapresiasi langkah PT PLN (Persero) dalam mengakuisisi pembangkit listrik yang menyuplai pasokan listrik Blok Rokan.
“Buat saya ini adalah sautu kemajuan yang memang kita harapkan, karena masa transisi alaih kelola Blok Rokan tinggal sebentar lagi yakni 9 Agustus 2021 artinya sekitar 1,5 bulan lagi menuju itu,” terang Mamit.
Menurut Mamit, masih banyak problem-problem yang lain dalam transisi Blok Rokan ini, akan tetapi listrik yang menjadi faktor utama.
“Alhamdulillah, ketika satu per satu masalah transisi Blok Rokan sudah selesai seperti listrik, dan mudah-mudah ini bisa terus terlaksana dan dieksekusi. Karena biar bagaimanapun Pertamina dan PLN sebagai BUMN yang memang harus kita support dan kita dukung, sebab ini merupakan 100% milik negara. Akan lebih parah lagi kalau sampai listrik atau gasnya tidak ada,” tegas Mamit.
Dengan adanya proses yang sedang berlangsung ini, lanjutnya, mudah-mudahan bisa segera selesai dan segera mendapatkan hasilnya.
“Buat saya ini adalah kemajuan untuk Blok Rokan. Saya cuma berpesan jangan sampai nantinya PLN berkorban terlalu besar (beli saham terlalu besar) dan akan membebani keuangan PLN sendiri. Sebisa mungkin PLN dapat melakukan negoisasi dengan baik dengan MCTN (Mandau Cipta Tenaga Nusantara) sebagai pemilik saham terbesar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTGU) dan pastinya dengan CSL (Chevron Standard Limited) pemilik saham CPI (Chevron Pacific Indonesia,” paparnya.
Ia menerangkan, jika PLN membeli dengan harga mahal, semetara PLN dengan PHR sudah memiliki kesepakan Perjanjian Jual Beli Listrik dan Uap (PJBLU) dan harga sudah di keep sekian dolar per MW atau barel steam per day (BSPD), nantinya PLN akan merugi juga.
“Jadi menurut saya sebisa mungkin kita melakukan efisiensi, kita kejar dengan harga yang murah, tetapi dengan tidak meberatkan keuangan PLN,” bebernya.
Isu Ketenagakerjaan
Tak hanya itu, Mamit juga mengapresasi langkah Pertamina dalam hal ketenagakerjaan, untuk mengangkat semua pegawai CPI menjadi pegawai PHR.
Baginya ini merupakan sautu langkah yang positif yang dilakukan PHR, sebab semua pegawai di CPI tidak mengalami kegundahan dan keraguan atas transisi yang terjadi.
“Harapan saya, ini tidak menggangu kinerja mereka, justru dengan sudah adanya kepastian ini, mereka yang bekerja dengan CPI saat ini bisa memberikan effort yang sama saat mereka bekerja dengan PHR. Saya minta kepada pegawai CPI yang menjadi pegawai PHR, yuk sama-sama membangun bareng-bareng PHR. PHR adalah milik bangsa, PHR adalah milik negara, Rokan adalah backbone kita, saya harapkan ini meningkatkan kembali lifting Blok Rokan,” imbuhnya.
Tingkatkan Produksi
Mamit menyebut, produksi di Blok Rokan yang terus mengalami penurunan. Ia mencatat hingga Maret 2021, produksinya sekitar 162.951 Barel Oil Per Day (BOPD), sementara target APBN sekitar 165.000 BOPD, realisasi 2020 sekitar 174.424 BOPD.
Tentunya hal ini juga menjadi perhatian bersama, berusaha bagaimana agar PHR mampu meningkatkan produksi minyak nasional, dan target yang dicanangkan oleh pemerintah terhadap lifting minyak sebesar 1 juta BOPD, dan gas bumi sebesar 12 MMCFD di 2030.
“Ini yang menjadi PR kita bersama terlebih PHR yang akan mengelola blok tersebut untuk terus menjaga produksi dan eksistingnya tetap terjaga,” tutupnya.