Penurunan Harga Gas Industri, Energy Watch: PGN Paling Dirugikan

Jakarta, Ruangemergi.com – Direktur Executive Energi Watch Mamit Setiawan menilai, bahwa kebijakan pemerintah menurunkan harga gas untuk industri menjadi US$ 6 per MMbtu per tanggal 1 April 2020 berpotensi membuat PT PGN sebagai BUMN merugi. Hal ini dapat terjadi mengingat sebagai Badan Usana yang berniaga menggunakan infrastruktur, 95% biaya yang dikeluarkan PGN bersifat fix cost.
Menurut dia, pembangunan pipa transmisi, distribusi, dan pembangunan terminal regasifikasi untuk LNG semua sudah dilakukan dengan investasi yang tidak sedikit, jadi penurunan biaya capex sudah tidak mungkin dilakukan. “Biaya operasi dan pemeliharaan jaringan juga tidak bisa dipangkas begitu saja karena terkait kehandalan jaringan pipa dan aspek safety,” kata Mamit dalam keterangan persnya yang diterima Ruangenergi.com di Jakarta, Kamis (19/3).
Mamit mengungkapkan, bahwa sektor yang paling terpukul dengan penurunan harga gas industri ini adalah sektor midstream. Ia menjelaskan bahwa kebijakan penurunan harga gas untuk Industri ini memukul PGN selaku industri midstream. “Untuk midstream ini saya kira yang akan paling berdampak. Jika Pemerintah menekan biaya distribusi dan transportasi turun menjadi 1,5-2 dolar AS per mmbtu akan sangat memberatkan industri midstream ini,” ujarnya.
Tidak hanya mengkhawatirkan kondisi yang bakal dialami PGN dalam waktu dekat, Mamit juga mengkhawatirkan nasib perngembangan industri midstream kedepan karena dianggap tidak menguntungkan lagi. “Padahal untuk mendukung optimalisasi pemanfaatan gas bumi domestik, kita masih butuh banyak sekali investasi di infrastruktur gas bumi. Saya masih belum melihat secara detail dari rencana Menteri ESDM untuk sektor midstream ini kedepannya akan seperti apa,” papar Mamit.
Menurutnya, perlu ada rencana dari pemerintah untuk bisa melindungi industri midstream ini. “Industri gas itu butuh infrastruktur dari wellhead sampai ke end user. Atau dari terminal LNG sampai ke end user. Jadi, jangan sampai sektor midstream menjadi terpukul akibat penurunan harga ini, dan pada akhirnya akan menghambat perkembangan industri gas bumi nasional,” ujar Mamit
Selain itu juga, dia menyampaikan bahwa penurunan harga gas indutri ini benar-benar memberikan multiplier effect. ”Sebagaimana arahan dari Presiden bahwa  industri yang diberikan insentif penurunan harga gas harus betul-betul diverifikasi dan dievaluasi. Dengan demikian, pemberian insentif penurunan gas akan memberikan dampak yang signifikan dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia,” tukasnya.
“Kementerian Perindustrian harus tanggung jawab terhadap pemberian nilai tambah terhadap insentif harga gas yg diberikan. Pemerintah, badan usaha hulu migas, badan hilir migas sudah berkorban banyak” tambah Mamit.
Sementara untuk sektor Hulu, kata dia, sebagaimana yang diutarakan oleh Menteri ESDM tidak akan ada pemotongan dari KKKS tapi pemotongan dari penerimaan negara. Padahal salah satu penerimaan negara yang terbesar adalah PNBP Migas dimana pada tahun 2019 mecapai Rp 115.1 triliun. “Dengan demikian, di tengah turunnya harga minyak dunia saat ini dan penurunan penerimaan negara dari gas maka target PNBP migas sebagaimana target dalam APBN 2020 sebesar Rp 127.3 triliun akan sulit tercapai,” papar Mamit.
Dalam kondisi seperti ini, lanjut dia, SKK Migas harus melakukan pengawasan yang ketat kepada KKKS untuk bisa lebih efiesien lagi dalam pelaksanaan operasional karena harga sedang turun dan pendapatan negara berkurang. ”Melalui efisiensi diharapkan bisa membantu pengurangan pendapatan pemerintah. Tapi, jangan sampai juga pengetatan ini menggangu investasi di sektor migas karena kita sedang berusaha untuk meningkatan produksi kita,” ujar dia lagi.
Seperti diketahui, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menurunkan harga gas untuk industri menjadi US$ 6 per MMbtu pertanggal 1 April 2020. Hal ini disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam keterangan tertulis Rabu (18/3/2020).(RE)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *