Mamit Setiawan

Pertamina Rencana Ekspansi Ke Luar Negeri, Pengamat : Jaga Ketahanan Energi Kita Ke Depan

Jakarta, Ruangenergi.com PT Pertamina (Persero) berencana untuk mengakuisisi sejumlah Blok Minyak dan Gas Bumi (Migas) di luar negeri. Hal tersebut diperkuat dengan proses bidding yang tengah dilakukan oleh Pertamina untuk mengakuisisi sejumlah blok migas tersebut.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengungkapkan bahwa ini merupakan rencana yang cukup bagus yang dilakukan oleh Pertamina.

“Rencana Pertamina untuk mengakuisisi blok-blok migas di luar negeri, ini dalam rangka menjaga ketahanan energi kita ke depannya. Diharapkan nanti ketika mereka jadi mengakuisisi dan melakukan ekspansi lebih besar lagi, blok yang akan diakuisisi ini  menjaga ketahanan energi nasional kita dari sisi migas,” katanya dalam sebuah tayangan IDX Channel, (05/08).

Di tengah saat ini Indonesia sebagai negara net importir, diharapkan dengan terus melakukan ekspansi yang dilakukan oleh Pertamina bisa menambah kekurangan produksi yang sedang dialami oleh Indonesia. Karena sebagaimana diketahui, konsumsi BBM dalam negeri selalu meningkat.

“Ini satu upaya yang patut kita dukung, dan kita patut kembangkan dengan potensi-potensi yang ada. Terlebih saat ini pemerintah memiliki target lifting minyak sebesar 1 Juta BOPD dan gas sebesar 12 BSCFD pada 2030. Buat saya ini salah satu bentuk sinergitas, didalam negeri pun ditingkatkan produksi dan Pertamina ekspansi ke luar negeri untuk menambah produksi migas kita,” imbuhnya.

Mamit melanjutkan, bicara nilai investasi yang akan dikeluarkan cukup besar, tentunya hal ini harus dilihat dulu potensi cadangan migas yang akan diakuisisi oleh Pertamina.

“Selama blok tersebut mempunyai potensi cadangan migas yang cukup besar, dan sudah proven, saya kira nilai investasipun bisa dipertimbangkan kalau memang harus investasi yang cukup besar. Ke depan revenue atau penghasilan yang diterima oleh Pertamina jauh lebih besar kembali, buat saya itu adalah suatu hal yang memang perlu kita pertimbangkan secara matang oleh direksi Pertamina terkait dengan rencana akuisisi tersebut,” terangnya.

Selain itu, Mamit meminta agar Pertamina berhati-hati dalam melakukan rencana akuisisi blok migas di luar negeri.

“Saya melihatnya Pertamina perlu kehati-hatian dalam melakukan rencana akuisisi blok migas di luar negeri. Jangan sampai akuisisi hanya merugikan Pertamina ke depannya,” jelasnya.

“Saya kira harus benar-benar ada due dilligence yang profesional, sehingga pada saat nanti Pertamina melalui Subholding Upstream melakukan akuisisi blok migas luar negeri, blok tersebut tidak dalam kendala, dan data yang diberikan harus sangat jelas terhadap potensi yang ada, sehingga kita tidak seperti membeli kucing dalam karung. Artinya potensinya cukup besar dan hal ini tidak akan merugikan negara kedepannya, walaupun jika bicara investasi di sektor hulu migas merupakan investasi yang penuh dengan risiko dan biaya yang besar. Akan tetapi, alangkah baiknya jika kita sudah melakukan mitigasi dari sekarang untuk meminimalisir risiko-risiko yang kita alami kedepannya,” sambungnya.

Selanjutnya, Mamit kembali menjelaskan, sebenarnya jauh lebih mudah melakukan kegiatan eksplorasi di luar negeri, karena rata-rata berada di darat (Onshore), dibandingkan melakukan kegiatan eksplorasi di Indonesia yang berada di wilayah Indonesia bagian timur dan di laut dalam.

“Saya kira perbandingannya tidak bisa Apple-to-Apple, karena memiliki kondisi dan geopolitik yang berbeda, Offshore dan Onshore dan juga biaya transportasi yang cukup besar, karena Indonesia jauh lebih besar dengan negara lain. Jika dibandingkan investasi kegiatan eksplorasi di onshore Indonesia dengan di luar negeri, menurut saya lebih murah di luar negeri. Karena kondisi lapangan di Indonesia sudah cukup mature, declaine rate kita cukup tinggi dan biasanya tingkat pengeboran jauh lebih sulit. Kita mencoba mencari titik-titik (sumur) baru dengan menambah kedalaman dan melihat potensi yang ada di reservoir yang ada tersebut,” imbuhnya.

Lebih jauh, ia menjelaskan, bicara investasi, memang agak sedikit mahal di Indonesia dibandingkan dengan melakukan pengeboran di luar negeri. Misalnya di Algeria, apalagi jika dilakukan di Arab Saudi itu lebih murah lagi, karena cost per barel mereka paling murah saat ini.

Berdasarkan data SKK Migas, Indonesia masih memiliki 12 cekungan yang belum di eksplorasi, karena berada di wilayah di laut dalam dan Indonesia bagian timur.

“Saya kira ini upaya yang bisa kita lakukan dalam hal ini (SKK Migas) dalam mendorong investasi di sektor hulu migas Indonesia agar bisa tercapai target 1 juta barel dan 12 BSCFD. Target tersebut bisa tercapai, saya kira dengan adanya dukungan dari semua pihak yang berkepentingan dalam industri hulu migas,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, realisasi lifting minyak pada kuartal I 2021 sebesar 676,200 BOPD sementara target yang ditetapkan sebesar 705,000 BOPD.

Kemudian, realisasi lifting gas pada kuartal I 2021 sebesar 5,539 MMSCFD (juta kaki kubik per hari), sementara target yang ditetapkan sebesar 5,639 MMSCFD.

Pasalnya, tren lifting migas dalam 5 tahun terkahir mengalami penurunan, di mana pada 2016 lifting migas sebesar 2,017 MBOEPD; pada 2017 sebesar 1,945 MBOEPD; pada 2018 sebesar 1,917 MBOEPD; pada 2019 sebesar 1,806 MBOEPD, dan pada Semester 1 2021 sebesar 1,714 MBOEPD.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *