Jakarta, Ruangenergi.com – PT Pertamina (Persero) meminta adanya dukungan dalam pembangunan Grass Root Refinery (GRR) Tuban, Jawa Timur.
“Terkait dengan GRR Tuban ada beberapa dukungan yang dibutuhkan, seperti akses distribusi melalui High Speed Road dan Rel Kereta Api; Sambungan listrik ke Grid untuk emergency connection; Pembangunan area tempat tinggal; Tax incentive / Tax exemption; serta Land acquisition sesuai prinsip JVA,” ujar Djoko di ruang sidang Komisi VII DPR, (31/05).
Ia menambahkan, terkait akses distribusi melalui high speed road dan rel kereta api, hal ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) nomor 80 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan yang dimaksud, untuk Jalur Toll Tuban – Babat – Lamongan – Gresik & Reaktivasi Jalur Kereta Api Tuban – Babat – Jombang.
“Akses tersebut guna pengiriman produk bervolume tinggi secara sustain, dan akses yang dimaksud juga termasuk perbaikan dan perluasan infrastruktur jalan Kabupaten Tuban,” imbuhnya.
Ia mengatakan, saat ini Pertamina sedang melaksanakan studi kelayakan pengembangan infrastruktur Told an Rel, yang dilakukan oleh LAPI ITB (Institut Teknologi Bandung), berkoordinasi dengan Kementerian terkait (BKPM, PUPR, dan Perhubungan) serta pemrakarsa.
Selain itu, terkait sambungan lisrik ke Grid untuk emergency connection, Djoko menjelaskan, sambungan listrik untuk keperluan emergency ke jaringan listrik Grid Trans – Jawa bertegangan tinggi (150 KV), dengan pola non-interrupted operation.
“Dibutuhkan dukungan dari Pemerintah untuk membangun jaringan listrik SUTT 500 kV mendekati lokasi Proyek GRR Tuban yang diharapkan akan menjadi Industrial Park beserta turunannya,” imbuhnya.
Kemudian, terkait pembangunan area tempat tinggal, Djoko mengatakan bahwa pihaknya membutuhkan dukungan pemerintah dalam hal perizinan penggunaan Lahan Perhutani di lokasi Proyek GRR Tuban yaitu seluas 150 Ha untuk Camp Area (area tempat tinggal sementara) dan 100 Ha untuk Fabrikasi Area melalui skema pinjam pakai atau sewa selama konstruksi proyek berlangsung.
Selanjutnya, terkait tax incentive atau tax exemption, yang ini merupakan fasiltas tax holiday (pajak penghasilan) telah disediakan, namun masih ada beberapa dukungan yang diharapkan, di antaranya :
Jaminan bahwa peraturan tidak berubah selama project-life-cycle. Kemudian, pengkreditan pajak masukan untuk sektor usama perminyakan, petrokimia, dan gas yang termasuk dalam PSN (proyek strategis nasional), sampai dengan 10 tahun sejak pertama kali mengkreditkan pajak masukan. Di mana saat ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 18/PMK.03/2021 hanya 6 (enam) tahun sejak pertama kali mengkreditkan.
Selain itu, pihaknya meminta agar Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pajak masukan di setiap mas pajak.
“Revisi atas PMK nomor 268/PMK.03/2015, sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2020 yang mengakomodir pembebasan PPN atas seluruh perolehan barang modal (impor maupun domestik), tidak hanya terbatas diberikan terhadap mesin dan peralatan yang dipergunakan di unit utama, melainkan seluruh komponen yang menjadi perolehan barang modal selama masa konstruksi,” paparnya.
Lebih lanjut Djoko mengemukan, terkait land acquisition sesuai prinsip JVA, Perseroan membutuhkan dukungan pemerintah dalam hal skema sewa (land lease), agar diizinkan masa sewa selama 50 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan biaya yang wajar dan adil.