Rencana Strategis Kementerian ESDM Terkait EBT dan Ketenagalistrikan

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,RuangEnergi.comMenteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengeluarkan  Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomer 16 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Esdm Tahun 2020-2024.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 September 2020 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 September 2020 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Widodo Ekatjahjana.  Diumumkan di Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomer 1098.

Secara exclusive,Redaksi www.ruangenergi.com mendapatkan copy salinan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomer 16 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Esdm Tahun 2020-2024,sebanyak 492 halaman.

Redaksi menyoroti beberapa hal isi Peraturan Menteri 16 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Esdm tersebut. Untuk EBT dan Ketenagalistrikan begini isi peraturan tersebut:

Pembangunan rendah karbon dilakukan dengan strategi:

a. Pembangunan energi berkelanjutan yang dilaksanakan melalui pengelolaan EBT dengan pengembangan
pembangkit EBT, meningkatkan pasokan bahan baku rendah karbon, serta efisiensi dan konservasi energi; dan
b. Pengembangan industri hijau yang dilaksanakan melalui konservasi dan audit energi pada industri.

III.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian

Arah kebijakan pembangunan ESDM berpedoman pada paradigma bahwa sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi sebagai modal pembangunan nasional untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi. Kemandirian dan ketahanan energi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kemandirian energi merupakan terjaminnya ketersediaan energi dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi dari sumber dalam negeri; dan
2. Ketahanan energi nasional adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi (availability), akses masyarakat terhadap energi (accessibility) pada harga yang terjangkau (affordability) dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup (acceptability).

Untuk periode 2020-2024 kebijakan sektor ESDM difokuskan pada pembangunan energi yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi serta mendorong pengembangan
industri.

Adapun arah kebijakan diprioritaskan pada ketersediaan energi dengan memaksimalkan pemanfaatan EBT, keadilan sosial di bidang energi yang menekankan kepada ketersediaan energi terbarukan dengan harga terjangkau dan kegiatan ekstraktif yang ramah
lingkungan.

Strategi KESDM dalam rangka mendukung arah kebijakan sektor ESDM yang tercakup dalam 5 (lima) agenda pembangunan adalah sebagai berikut:

A. Agenda Pembangunan 1: Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas
Pengelolaan Sumber Daya Ekonomi Arah kebijakan pengelolaan sumber daya ekonomi pada sektor
ESDM adalah (1) Pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan EBT, (2) Pemanfaatan sumber daya gas bumi dan batubara untuk industri dan ketenagalistrikan (3) Perkembangan potensi energi terbarukan didukung dengan pemberian insentif fiskal terhadap industri EBT.

1. Pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan EBT
Pengembangan energi terbarukan di tanah air menjadi suatu keharusan, mengingat cadangan energi fosil semakin menurun. Sesuai dengan PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang

Kebijakan Energi Nasional, energi terbarukan ditargetkan akan memberi kontribusi sebesar 23% pada bauran energi nasional di tahun 2025.

Dalam konteks EBT, pengembangan energi lokal setempat penting diimbangi dengan keberpihakan bagi pengembangan kapasitas industri dalam negeri dengan pengembangan pola
kemitraan antara Pemerintah dan swasta, serta kerja sama luar negeri dengan perjanjian peningkatan SDM dan alih teknologi.

Di samping itu, perlu diupayakan penciptaan iklim investasi yang kondusif, ditunjang oleh penerapan aturan
yang konsisten dan tegas agar memberikan kepastian hukum, perbaikan dari sisi tarif tenaga listrik, pemberian insentif dan penyederhanaan perizinan. Pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan
peningkatan EBT sampai dengan tahun 2024 akan
dilaksanakan dengan strategi:
a. Penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 9,1 GW dalam 5 (lima) tahun ke depan, sehingga porsi kapasitas terpasang tambahan pembangkit EBT terhadap total pembangkit meningkat dari tahun 2020 sebesar 15% menjadi 20% pada tahun 2024;
b. Akselerasi pengembangan BBN melalui pemanfaatan biofuel untuk domestik sebesar 17,4 juta kL;
c. Meningkatkan pelaksanaan konservasi dan efisiensi energi dengan target intensitas energi primer mencapai 133,8 SBM/Rp Miliar (konstan 2010) dan penurunan
intensitas energi final rata-rata sebesar 0,9 SBM/Rp Miliar per tahun; dan
d. Mengembangkan industri pendukung EBT melalui pemanfaatan tingkat komponen dalam negeri sektor
pembangkit EBT, dengan rincian target untuk PLTS 40%,
PLTB 40%, PLTA 70%, bioenergi 40% dan panas bumi 35%.
1.1. Penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 9,1 GW dalam 5 tahun ke depan melalui usaha sebagai berikut:
PLTS
Penambahan kapasitas PLTS selama 5 (lima) tahun ke depan sebesar 2.089,40 MW melalui pembangunan PLTS di wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara,
Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua. Target penambahan kapasitas PLTS tersebut dicapai dengan:
a) Melaksanakan target RUPTL secara konsisten dan menciptakan pasar-pasar energi melalui:
– Sinergi BUMN;
– Sinergi dengan Pemerintah Daerah; dan
– Sinergi rencana pengembangan dengan
Kementerian/ Lembaga.
b) Menyediakan pinjaman dalam negeri dengan suku bunga rendah dan tenor yang panjang;
c) Mendorong penguasaan industri dalam negeri melalui pengembangan industri hulu PLTS;
d) Mendorong peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan lahan bagi pengembang PLTS;

e) Mendukung PT PLN (Persero) untuk menyediakan dan menyiapkan jaringan yang memungkinkan
penetrasi pembangkit EBT terutama yang bersifat intermittent secara masif;
f) Memberikan insentif fiskal dan non fiskal kepada pengembang (suku bunga pinjaman di bawah harga pasar, pemberian tax allowance, tax holiday, pengurangan pajak impor dan pembebasan bea
masuk);
g) Membangun PLTS skala besar, yang diinisiasi Pemerintah dengan menggunakan lahan negara/BUMN, termasuk memanfaatkan waduk untuk pembangunan PLTS terapung;
h) Memanfaatkan PLTS hybrid dengan PLTD dan/atau
substitusi PLTD dengan PLTS untuk mengurangi pemakaian BBM;
i) Membangun PLTS untuk mendukung kebutuhan listrik pada program Kementerian/Lembaga terkait;
j) Mendorong pemanfaatan PLTS Atap (rooftop) di instansi Pemerintah, perumahan, komersial dan
industri;
k) Menyederhanakan regulasi dan dokumen persyaratan perizinan pembangunan PLTS.
PLTB Penambahan kapasitas PLTB selama 5 tahun ke depansebesar 729 MW melalui pembangunan PLTB di wilayah Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan NTT. Target penambahan kapasitas PLTB tersebut dicapai dengan:
a) Melaksanakan target RUPTL secara konsisten dan menciptakan pasar-pasar energi melalui sinergi
BUMN, sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga;
b) Menyediakan pinjaman dalam negeri dengan suku bunga rendah dan tenor yang panjang;
c) Mendorong penguasaan industri dalam negeri melalui pengembangan industri PLTB;
d) Mendorong peran Pemerintah Daerah dalam
penyediaan lahan bagi pengembang PLTB;
e) Mendukung PT PLN (Persero) untuk menyediakan dan menyiapkan jaringan yang memungkinkan penetrasi pembangkit EBT (smart grid) terutama yang bersifat intermittent secara masif;
f) Memberikan insentif fiskal dan non fiskal kepada pengembang (suku bunga pinjaman di bawah harga
pasar, pemberian tax allowance, tax holiday, pengurangan pajak impor dan pembebasan bea
masuk);
g) Menyederhanakan regulasi dan dokumen persyaratan perizinan pembangunan PLTB
PLT Bioenergi
Bioenergi memiliki prospek besar untuk dikembangkan.Selain mampu untuk mengurangi ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil, pengembangan bioenergi juga dapat meningkatkan ketersediaan pasokan energi
nasional. Target pembangunan PLT bioenergi dalam 5 (lima) tahun ke depan di harapkan dapat mencapai 1.295 MW. Hal ini dilakukan dengan menyiapkan CPO untuk menggantikan BBM pada pembangkit diesel selain penggunaan di sektor transportasi. Pengembangan dan penyempurnaan terkait hal ini akan diimplementasikan pada PLTD existing PT PLN (Persero) yang dikoordinasikan dengan stakeholder terkait.
Pengembangan biomassa 5 (lima) tahun ke depan memiliki tujuan agar energi berbasis biomassa dapat
dirasakan secara menyeluruh hingga daerah-daerah yang terpelosok di Indonesia. Indonesia memiliki potensi
bahan bakar dari biomassa dan sampah yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

Pemanfaatan bahan bakar dari biomassa dan sampah untuk pembangkit listrik dapat dilaksanakan dengancepat melalui implementasi co-firing PLTU batubara,tanpa perlu melakukan pembangunan pembangkit.
Bahan baku campuran co-firing adalah biomassa termasuk sampah yang diolah menjadi pelet sampah,
pelet kayu maupun wood chip. Selain itu, pengembangan PLT biomassa skala kecil dan tersebar (kapasitas 20-200 kW) menjadi salah satu prioritas. Untuk itu, pengembangan hutan energi yang didedikasikan untuk
listrik dan bahan bakar nabati menjadi faktor pendukung
yang vital.

Selain itu, Bahan Bakar Nabati berbasis kelapa sawit disiapkan untuk menggantikan bahan bakar minyak pada PLTD, yaitu PLTBn berbahan bakar
CPO. Pengembangan dan penyempurnaan terkait hal ini dapat diimplementasikan pada PLTD existing PT. PLN (Persero) dengan dikoordinasikan dengan stakeholder
terkait.

Sebagai bahan bakar alternatif pengganti gas perlu dikembangkan bio-CNG yaitu bentuk biogas yang telah
dibersihkan (gas metan murni), dimana gas-gas yang tidak dikehendaki telah dibuang untuk menghasilkan
metan lebih dari 95% yang dapat digunakan untuk memasak, bahan bakar kendaraan dan industri.
Selain PLT biomassa, perlu juga mengembangkan PLTSa melalui penciptaan pasar, dengan memberikan
dukungan dan fasilitasi yang memadai, melaksanakan pembinaan dan pengawasan, dan mewajibkan PT PLN
(Persero) untuk membeli listrik dari PLTSa.
Beberapa upaya Pemerintah dalam mendukung pengembangan bioenergi serta inovasi teknologi bioenergi
antara lain:
a) Fasilitasi percepatan investasi;
b) Skema pendanaan;
c) Pemberian insentif fiskal untuk investasi
pembiayaan;
d) Penyederhanaan perizinan;
e) Penyiapan regulasi;
f) Penyediaan infrastruktur penunjang;

g) Penyesuaian model bisnis PT PLN (Persero) khusus
untuk Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Energi; dan
h) Perencanaan dan penentuan kebijakan ketenagalistrikan nasional berbasis EBTKE.
Penambahan kapasitas PLT Bionergi (termasuk PLTSa) melalui pembangunan PLT Bioenergi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi,
Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Kalbar, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Maluku, Maluku Utara dan Papua.

PLTP
Penambahan kapasitas PLTP selama 5 (lima) tahun ke depan sebesar 1.027 MW melalui pembangunan PLTP di wilayah Indonesia Barat yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa
Barat.

Sedangkan untuk Indonesia Tengah dan Timur di wilayah Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah, termasuk pengembangan Flores geothermal island dan Halmahera industrial cluster based geothermal energy.

Target penambahan kapasitas PLTP tersebut dicapai dengan:
a) Pendanaan eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah dalam rangka menurunkan risiko dan biaya;
b) Pemberian insentif Levelized Cost of Electricity (LCOE) sebagai perwujudan reimbursement terhadap biaya-biaya yang pada hakikatnya bukan tanggung jawab pengembang atau kebijakan penetapan harga
listrik untuk mencapai keekonomian proyek panas bumi;
c) Fasilitasi akses pendanaan proyek;
d) Regulasi dan advokasi untuk pemanfaatan di
kawasan konservasi;
e) Social-engineering untuk dukungan masyarakat;
f) Penciptaan demand dengan pengembangan klaster
ekonomi; dan
g) Integrasi dan kolaborasi dalam sistem pengelolaan dan perbaikan tata kelola;

PLTA/Mini/Mikro Hidro
Penambahan kapasitas PLTA/Mini/Mikro Hidro (PLTA/M/MH) selama 5 (lima) tahun ke depan sebesar
3.909,80 MW melalui pembangunan PLTA/M/MH di wilayah Indonesia Barat yaitu Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur.

Sedangkan untuk Indonesia Tengah dan Timur di wilayah NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua.

Beberapa strategi pengembangan PLTA/M/MH yang telah disusun adalah sebagai berikut:
a) Melakukan optimalisasi terhadap proyek-proyek yang dilakukan oleh pengembang EBT yang terdaftar di Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) PT PLN (Persero) namun prosesnya terhenti dan dilakukan pengembangan dengan skema IPP murni/mandatory ke anak perusahaan PT PLN
(Persero). Potensi penambahan kapasitas dari proyek-proyek ini sebesar 1.000-5.425 MW;
b) Melakukan kerja sama pemanfaatan waduk existing dan baru bersama dengan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan waduk existing akan mempercepat realisasi
penambahan kapasitas, karena pengembang EBT tidak perlu membangun bendungan ataupun waduk untuk PLTA, sehingga waktu konstruksi akan lebih singkat dan investasi di awal pun akan lebih kecil.

Total potensi waduk existing dan baru yang dapat dikembangkan kerja sama dengan Kementerian
PUPR sebesar 302 MW, dengan rincian sebagai berikut:
– Waduk Arsari/Sepaku kapasitas sebesar 20 MW berlokasi di Kalimantan Timur (existing)dan ditargetkan COD pada tahun 2025;
– Waduk Lambakan kapasitas sebesar 20 MW berlokasi di Kalimantan Timur (existing) dan
ditargetkan COD pada tahun 2025;
– Waduk Samboja kapasitas sebesar 18 MW berlokasi di Kalimantan Timur (existing) dan
ditargetkan COD pada tahun 2025;
– PLTM Kalibumi kapasitas sebesar 6,3 MW berlokasi di Papua (existing) dan ditargetkan
COD 2025;
– PLTA Konawe (Bendungan Pelosika) kapasitas sebesar 10 MW berlokasi di Sulawesi Tenggara
dan ditargetkan COD 2028;
– PLTA Merangin kapasitas sebesar 90-228 MW
berlokasi di Jambi;
– PLTA Kusan kapasitas sebesar 65 MW berlokasi di Kalimantan Selatan dan ditargetkan COD
2028.
c) Pengembangan PLTA Kayan yang berlokasi di Kalimantan Utara dengan desain cascading 5 (lima)
PLTA dengan total kapasitas sebesar 6.000-9.000 MW. Bendungan pertama diproyeksi dapat
menghasilkan 900 MW.

Selanjutnya, pembangunan akan dilakukan pada bendungan kedua berkapasitas 1.200 MW, bendungan ketiga dan keempat yang masing-masing menghasilkan 1.800 MW dan bendungan kelima dengan 3.200 MW.
Selain itu dilakukan juga pengembangan PLTA Mentarang dengan total kapasitas mencapai 1.375
MW. Kedua PLTA ini akan mendukung industri di Provinsi Kalimantan Timur dan menjamin pasokan
listrik di Provinsi Kalimantan Utara;
d) Insentif untuk percepatan pembangunan PLTA, yaitu dispensasi pemanfaatan kawasan hutan
untuk pembangunan PLTA, pengaturan harga jual
listrik dan penyediaan lahan; dan
e) Penyederhanaan regulasi dan okumen persyaratan perizinan pembangunan PLTA;

PLTN
Persiapan yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan PLTN sesuai dengan Perpres Nomor 22
Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) adalah sebagai berikut:
a) Meneliti pengembangan teknologi PLTN disertai aspek-aspek keekonomian dan keselamatan dengan
koordinator Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional
(Kemenristek/BRIN);b) Mendorong penguasaan teknologi PLTN sejalan dengan perkembangan terkini kemajuan teknologi PLTN di dunia dengan koordinator Kemenristek/BRIN;
c) Membangun kerja sama internasional terkait studi
pengembangan PLTN;
d) Melakukan analisis multi kriteria terhadap implementasi PLTN mencakup kepentingan mendesak, skala besar, jaminan pasokan, keseimbangan pasokan energi, pengurangan emisi karbon, faktor keselamatan, dan skala keekonomian dengan melibatkan berbagai pandangan dari
berbagai stakeholder; dan
e) Menyusun peta jalan (roadmap) implementasi PLTN sebagai pilihan terakhir dalam prioritas
pengembangan energi nasional.