Jakarta,ruangenergi.com-Sudah seharusnya program resource to production (R to P) yang sudah dikerjakan oleh kontraktor kontrak kerjasama migas (KKKS) bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan sudah di approve plan of development (PoD) nya, bisa cepat dilaksanakan pembangunan fasilitas produksinya (fasprod).
Namun, jika kurang ekonomis tinggal diberikan insentif yang dibutuhkan. Begitu pula dengan program enhanced oil recovery (EOR) yang sudah dilaksanakan pilot projectnya segera dilakukan full scale (skala lapangan) sehingga kenaikan produksi bisa terwujud.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com, Rabu (06/07/2022) di Jakarta.
“Nah hasil lelang wilayah kerja migas baru baru ini kewajibannya hanya melakukan seismic selama 3 tahun, tidak diwajibkan untuk mengebor sumur eksplorasi sehingga 3 tahun pertama dari tahun ini adalah baru selesai melakukan siesmic yaitu di tahun 2025. Kemudian, setelah sesmic diperlukan 1 tahun lagi waktu untuk menganalisa interpretasi hasil seismic sehingga masuk ke tahun 2026, jika ada potensi hydrokarbon migas maka perlu waktu 1 tahun untuk proses pengadaan barang dan jasa termasuk mencari rig pemborannya karena menggunakan skema PSC Cost Rec sehingga masuk ke tahun 2027. Setelah itu dilakukan kegiatan pengebotan eksplorasi 1 tahun maka masuk ke tahun 2028, jika pemboran eksplorasi menemukan hydrokarbon migas maka perlu waktu 1 tahun untuk persetujuan POD-1 , maka masuk ke tahun 2029, kemudian diperlukan waktu 5 tahun untuk membangun fasilitas produksi, sehingga tidak mungkin dari kegiatan eksplorasi bisa menaikan produksi di tahun 2030,” urai Djoko Siswanto.
Dalam catatan ruangenergi.com, untuk mengawal keberlangsungan realisasi target 1 juta BOPD pada 2030, SKK Migas pun mencanangkan empat strategi dalam long term plan (LTP), yaitu improving existing asset value, resource to production (R to P), enhanced oil recovery (EOR), dan eksplorasi.
Dalam strategi improving existing asset value, SKK Migas mendapatkan tambahan produksi dari program filling the gap (FTG). Selain itu, SKK Migas juga telah mencapai kesepakatan terkait investasi awal di Blok Rokan untuk mendukung program pengeboran pengembangan yang masif dan agresif, yakni penambahan 200 sumur.
“Target investasi di Blok Rokan hingga Juli 2021 sebesar 154 juta dollar AS. Rinciannya, pengeboran 11 sumur akan dilakukan pada 2020 dengan penambahan produksi sebesar 500 BOPD dan pengeboran 107 sumur selanjutnya akan dilakukan pada 2021 dengan penambahan 5.000 BOPD,” ujar Dwi pada saat pelaksanaan jumpa pers kinerja hulu migas kuartal III 2020, Jumat (29/10/2020).
Sementara untuk program R to P, SKK Migas telah mendorong percepatan on-stream plan of development (POD) lapangan PB Blok Mahato dan KBD Blok Sakakemang.
“Ada juga pengeboran empat sumur deliniasi di Natuna dalam upaya percepatan pengembangan undeveloped discovery,” ujar Dwi waktu itu.
Selanjutnya, ada program EOR yang fokus dalam mengadaptasi kemajuan teknologi untuk optimalisasi sumur-sumur eksisting. Dalam hal ini, SKK Migas masih memproses evaluasi Pre-POD Minas Chemical EOR di Blok Rokan yang diperkirakan bisa on-stream pada 2024.