Jakarta, ruangenergi.com – Tancap gas. Itulah kalimat yang diucapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada Jumat (27/09/2024), yang menggambarkan komitmennya untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam mengelola sektor energi dan sumber daya mineral dengan cepat.
“Tuntutan perintah dari Pak Presiden Jokowi itu bukan untuk saya belajar lagi. Di ESDM, harus tancap gas karena saya melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh pemimpin terdahulu, Pak Arifin, yang sudah baik, akan saya lanjutkan. Namun, jika ada yang belum baik, maka kita akan melakukan perbaikan,” kata Bahlil, dikutip dari portal ESDM.
Bahlil menyatakan bahwa ia berupaya keras untuk meningkatkan lifting minyak mengingat konsumsi minyak harian yang mencapai 1,5 hingga 1,6 juta barel per hari. Sementara itu, produksi minyak nasional hanya sekitar 600 ribu barel per hari, sehingga menyebabkan meningkatnya impor minyak dan mengurangi devisa negara.
Bahlil kemudian memaparkan langkah-langkah yang akan dilakukan, termasuk menginstruksikan pejabat di lingkup minyak dan gas (SKK Migas maupun Ditjen Migas) untuk melakukan reaktivasi sumur-sumur yang idle agar dapat memproduksi minyak kembali.
Selain itu, Bahlil juga berencana untuk mengintervensi sumur-sumur yang ada dengan menerapkan teknologi-teknologi baru guna meningkatkan produksi, seperti yang dilakukan oleh Pertamina di Blok Rokan, Riau, dengan memanfaatkan teknologi EOR.
Percepatan perizinan juga menjadi salah satu fokus utama Bahlil. Ia menyatakan keprihatinannya atas banyaknya perizinan yang diperlukan untuk eksplorasi minyak dan gas bumi, yang mencapai 300 izin.
“Bayangkan jika mengurus satu izin memerlukan satu hari, maka akan butuh satu tahun hanya untuk mengurus izin. Jika satu izin bisa diselesaikan dalam tiga hari, berarti butuh 3 tahun hanya untuk (mengurus) izin. Ini menunjukkan betapa tidak efektifnya kita dalam usaha hulu migas,” ungkapnya.
Bahlil menyatakan bahwa layanan perizinan di ESDM sudah melalui Online Single Submission (OSS), namun belum maksimal karena masih perlu dilakukan simplifikasi dalam perizinan. Oleh karena itu, proses perizinan di Kementerian ESDM akan ditata secara bertahap untuk mempercepat pelaksanaannya.
Dorong Porsi EBT
Hal lain yang akan ditata, lanjutnya, adalah bagaimana mendorong porsi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi. Indonesia masih kekurangan 8,1 GW atau 8.100 MW, atau secara persentase, masih kurang sekitar 8% dari target.
“(Bauran EBT) kita yang seharusnya mencapai 23% pada tahun depan, saat ini masih kurang sekitar 8,1 GW, atau sekitar 8% dari target yang seharusnya kita capai,” tandas Bahlil.