Jakarta, ruangenergu.com- Setelah lama dinantikan oleh Dewan Energi Nasional, akhirnya Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Presiden tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE).
Berita gembira itu disampaikan oleh Sekretaris Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto kepada ruangenergi.com, Senin (02/10/2024), di Jakarta.
“Menginfokan sudah terbit Perpres 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi. Alhamdulilah Indonesia mencetak sejarah baru, Presiden RI menandatangani Perpres CPE dimasa akhir jabatannya,”kata Djoko dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com.
Dengan demikian, lanjut Djoko, ketahanan energi Indonesia semakin mantap dan kokoh.
Dalam catatan ruangenergi.com, untuk menjamin ketahanan energi nasional guna mewujudkan kesejahteraan umum dan menjaga keberlanjutan serta kesinambungan energi di seluruh wilayah Indonesia, diperlukan pengaturan cadangan penyangga energi yang mampu untuk menyediakan energi sesuai kondisi dan ketersediaan energi setempat dengan memperhatikan komitmen nasional terhadap pembangunan berkelanjutan bagi energi bersih dan terjangkau serta ramah lingkungan.
Bahwa untuk memberikan arah bagi Pemerintah dalam melaksanakan penyediaan cadangan penyangga energi, perlu mengatur jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi. Bahwa untuk menjaga ketersediaan cadangan penyangga energi baik jumlah maupun standar dan mutunya sesuai dengan kebutuhan konsumsi nasional, perlu diatur pelaksanaan pengelolaan cadangan penyangga energi.
Itu sebabnya perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Cadangan Penyangga Energi. Demikian isi draf Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Cadangan Penyangga Energi yang copynya diterima ruangenergi.com. Isi draft tersebut antara lain sebagai berikut:
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika.
2. Sumber Energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan Energi, baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi.
3. Ketahanan Energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan Energi dan akses masyarakat terhadap Energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
4. Cadangan Penyangga Energi yang selanjutnya disingkat CPE adalah jumlah ketersediaan Sumber Energi dan Energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan Energi nasional pada kurun waktu tertentu.
5. Jenis CPE adalah Sumber Energi dan Energi yang dikonsumsi publik secara nasional, sewaktu-waktu dapat digunakan, secara teknis dan ekonomis layak untuk dicadangkan sebagai CPE.
6. Jumlah CPE adalah suatu besaran minimal Sumber Energi dan Energi yang perlu disediakan dalam rangka menjamin Ketahanan Energi, dan dinyatakan dalam suatu satuan volume untuk memenuhi kebutuhan Energi.
7. Lokasi CPE adalah tempat untuk penyimpanan CPE.
8. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-rnenerus, dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Krisis Energi adalah kondisi kekurangan Energi.
10. Darurat Energi adalah kondisi terganggunya pasokan Energi akibat terputusnya sarana dan prasarana Energi.
11. Sidang Anggota adalah sidang berkala Dewan Energi Nasional yang dipimpin oleh ketua harian Dewan Energi Nasional dan dihadiri oleh anggota Dewan Energi Nasional.
12. Sidang Paripurna adalah sidang berkala Dewan Energi Nasional yang dipimpin oleh ketua Dewan Energi Nasional dan dihadiri oleh anggota Dewan Energi Nasional.
13. Penggunaan CPE adalah kegiatan atau proses menyalurkan CPE dalam jenis, jumlah, waktu, dan lokasi tertentu.
14. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
15. Bentuk Usaha Tetap adalah Sadan Usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan dan berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundangundangan Republik Indonesia.
16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 18. Dewan Energi Nasional yang selanjutnya disingkat DEN adalah suatu lembaga bersifat nasional, mandiri, dan tetap yang bertanggung jawab atas kebijakan Energi nasional.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Energi.
Pasal 2
(1) Penyediaan CPE merupakan kewajiban yang harus disediakan oleh Pemerintah Pusat.
(2) CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang milik negara berupa persediaan. (3) Penyediaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. menjamin Ketahanan Energi nasional; b. mengatasi Krisis Energi dan Darurat Energi; dan c. melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
(4) Pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan pembangunan yang menjaga kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan dengan kornitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan khususnya akses terhadap Energi bersih dan terjangkau serta langkah penanganan iklim dan dampaknya.
Pengaturan CPE oleh DEN meliputi penentuan: a. Jenis CPE; b. Jumlah CPE; c. waktu CPE; dan d. Lokasi CPE.
Pasal 4
(1) Jenis CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. peran strategis dalam konsumsi nasional; b. sumber perolehan yang berasal dari impor; c. sebagai modal pernbangunan nasional; d. neraca Energi nasional; dan/atau e. Sumber Energi yang siap ditransformasikan atau di pergunakan.
(2) Penetapan Jenis CPE sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan rnemperhatikan aspek geopolitik, kewilayahan, dan waktu dalam rangka mewujudkan Ketahanan Energi guna mendukung pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 5
(1) Jenis CPE sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 4 rneliputi: a. bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline) yang digunakan sebagai bahan bakar transportasi; b. Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebagai bahan bakar keperluan industri, transportasi, komersial besar, menengah dan kecil, petani, nelayan, dan rumah tangga; dan c. minyak bumi yang digunakan sebagai bahan baku keperluan operasi kilang minyak.
(2) Bahan bakar rninyak jenis bensin (gasoline) sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) huruf a merupakan bahan bakar yang berasal dan/ atau diolah dari minyak bumi hasil pengilangan rninyak yang cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar motor berbusi (motor bensin) dengan spesifikasi lebih ramah lingkungan.
(3) Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan gas hidrokarbon cair yang terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya.
(4) Minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat yang diperoleh dari kegiatan usaha minyak dan gas bumi, yang diprioritaskan untuk bahan baku untuk memproduksi bahan bakar minyak.
(5) Jenis CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Jumlah CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b ditetapkan sesuai dengan Jenis CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sebagai berikut: a. bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline) sejumlah 9,64 (sembilan koma enam puluh empat) juta barel; b. Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejumlah 525, 78 (lima ratus dua puluh lima koma tujuh puluh delapan) ribu metrik ton; dan c. minyak bumi sejumlah 10, 17 (sepuluh koma tujuh belas) juta barel.
Pasal 7
Waktu CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan lama waktu yang ditentukan untuk mernenuhi Jumlah CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, sampai dengan kurun wakru tahun 2035 yang dipenuhi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Pasal 8
(1) Lokasi CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d harus memenuhi persyaratan teknis dan kelayakan.
(2) Persyaratan teknis dan kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedik.it meliputi: a. aspek geologi; b. kemudahan akses dalam distribusi dan pelayanan; c. rencana tata ruang wilayah; d. aspek geopolitik, hukum, pertahanan, dan keamanan; e. aspek sosial dan budaya; f. aspek lingkungan; g. infrastruktur; h. pendanaan; 1. perencanaan mitigasi risiko; dan/ atau J. potensi Krisis Energi dan/ a tau Darurat Energi.
(3) Penentuan Lokasi CPE diputuskan dan ditetapkan dalam Sidang Anggota.
Pasal 13
( 1) CPE disimpan dan disalurkan a tau didistribusikan dalam infrastruktur CPE.
(2) Infrastruktur CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas fasilitas utama dan fasilitas pendukung.
(3) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sarana dan prasarana penyimpanan CPE.
(4) Fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sarana dan prasarana penyaluran atau pendistribusian CPE yang terintegrasi dengan fasilitas utama.
(5) Sarana dan prasarana penyimpanan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditempatkan: a. di atas permukaan tanah; b. tertanam sebagian di dalam tanah; c. di bawah permukaan tanah baik alamiah maupun buatan; atau d. terapung di atas perrnukaan air.
Pasal 14
( 1) Penyediaan infrastruktur CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b yang dimiliki oleh negara dilakukan dengan: a. mengoptimalkan infrastruktur Energi yang telah ada melalui mekanisme pengelolaan barang milik negara; dan/atau b. penyediaan infrastruktur baru.
(2) Mekanisme pengelolaan barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.
Pasal 18
(1) Penggunaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d dilakukan apabila terjadi Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi.
(2) Ketentuan Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara penetapan dan penanggulangan Krisis Energi dan/ a tau Darurat Energi.
(3) Penggunaan CPE apabila terjadi Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diputuskan melalui: a. Sidang Anggota untuk Krisis Energi dan/atau Darurat Energi yang bersifat teknis operasional; atau b. Sidang Paripurna untuk Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi yang bersifat nasional.
(4) Penggunaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai mekanisme pengelolaan barang milik negara berupa persediaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e dimaksudkan untuk menjaga CPE sesuai dengan kondisi semula setelah dilakukan Penggunaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
(2) Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi yang melakukan Penggunaan CPE.
(3) Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kalender setelah Penggunaan CPE.
(4) Dalam hal pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melebihi 120 (seratus dua puluh) hari kalender dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tetap menjaga jumlah, standar, mutu CPE sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Pendanaan CPE meliputi pendanaan untuk pengaturan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Pendanaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan/atau b. sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.