Jakarta, ruangenergi.com – Nasib pertambangan-pertambangan batubara raksasa di Indonesia yang pada tahun 2019 terkesan tidak jelas masa depannya akibat ketidakjelasan akan tata cara perpanjangan PBKP (Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus) menemui titik terang. Titik terang itu muncul setelah revisi PP 23 Tahun 23 semakin mendekati tahap ketuk palu dan munculnya rancangan undang-undang sapu jagat (omnibus law).
Seperti yang telah diketahui, revisi ke-6 PP 23 Tahun 2010 yang menyoal mekanisme perpanjangan jangka waktu tambang batubara itu telah digodok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya telah dikirimkan draft-nya ke Kemeneterian Sekertaris Negara pada 18 November 2019 dengan nomor surat 516/30/MEM.B/2019.
Adapun isi surat tersebut, Kementerian ESDM bertekat untuk menyempurnakan berbagai pasal salah satunya ialah pasal 112 PP 23 Tahun 2010. Penyempurnaan pasal tersebut besifat penting disebabkan dalam ayat 2 dari pasal itu mengatur bahwa PKP2B yang diteken sebelum PP 23 Tahun 2010 berlaku bisa dapat perpanjangan waktu, baik perpanjangan pertama maupun kedua, tanpa perlu ada proses lelang setelah berakhirnya kontrak.
Baca juga : DPR Penyebab Mandek RUU Minerba
Lebih rinci, dalam draft pasal 112 versi revisi juga mengusulkan PKP2B juga bisa memiliki wilayah sesuai dengan rencana kerja mereka yang telah disetujui menteri sampai berakhirnya masa kontrak. Artinya, tak ada lagi pembatasan 25 ribu hektare seperti aturan sebelumnya. Perubahan ini disinyalir mampu mendongkrak pendapatan negara kedepannya
Meskipun sampai tulisan ini dibuat revisi ke-6 PP 23 Tahun 2010 masih belum mencapai tahap ketuk palu akan tetapi Kementerian Sekretariat negara telah mengundang rapat para stakeholder untuk membahas dan menyempurnakan revisi PP tersebut pada 10 Januari 2020 di Gedung Sekeretaria Negara Jalan Veteran.
Hadirnya titik cerah terkait tambang batubara di Indonesia juga dikonfirmasi oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot.
” Kita tetap konsisten dengan apa yang menjadi bunyi atau pun undang undang bahwa perpanjangan itu 2 x 10 sepanjang perusahaan comply dengan segala kewajibannya. Kami fair saja. Perpanjangan kontrak sudah tertulis dalam undang-undang,” Bambang pada Rabu (20/11/2019).
Bocoran yang sama juga dikatakan Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto di Kantor SKK Migas. “Iya dong, jadi intinya UU Minerba ini direvisi, ada kepastian usaha akan tetapi berikan kepastian tentang keadilan. Contohnya dari sisi usaha PKP2B akan ada kepastian perpanjangan,” pada Rabu (15/01/2020).
Disamping itu, perpanjangan nasib kontraktor batu bara juga disinggung dalam rancangan undang-undang sapu jagad atau omnibus law tentang cipta lapangan kerja yang oleh Presiden Jokowi sendiri ditekankan urgensinya.
“Saya minta RUU selesai dalam minggu ini,” ujar Jokowi tegas, dalam rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu kemarin (16/01/2020).
Sebagai undang-undang yang nantinya akan memayungi seluh tata cara cipta lapangan kerja, undang-undang ini juga menyinggung sektor Minerba antara lain mengubah 9 pasal UU Minerba, menghapus 15 pasal UU Minerba, dan menambah 6 pasal baru. Terminologi IUPK yang ada di UU Minerba pun diganti menjadi PBPK (Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus).
Lebih lanjut, undang-undang ini nantinya akan mengatur luas wilayah Operasi Produksi pada PBPK tak lagi dibatasi melainkan, akan ditentukan melalui evvaluasi pemerintah terhadap proposal kerja yang diajukan oleh pelaku usaha tambang mineral dan batubara.
Hal tersebut tentu berbeda IUPK pada UU Minerba yang dibatasi di angka 25 ribu hectare dan ketentuan PP 77/2014 yang mengatur luas wilayah IUPK Operasi Produksi Perpanjangan yaitu 25 ribu hektare untuk mineral, dan 15 ribu hektare untuk batu bara
Selanjutnya, undang-undang ini juga akan mengatur soal penentuan perpanjangan kontrak, baik bagi kontrak karya maupun PKP2B yang nantinya akan menjadi PBPK tak memerlukan lelang. Kebijakan tersebut berbeda dengan apa yang diatur sebelumnya dimana PKP2B yang habis masa kontraknya, sebelum menjadi IUPK bisa dimiliki oleh BUMN dan atau BUMN dengan cara lelang atau prioritas..Luas wilayah tambang mereka akan disesuaikan dengan rencana kerja yang telah disetujui pemerintah. Hal ini, nantinya akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Perlu dicatat, saat ini ada 9 PKP2B generasi I yang memiliki luas melebihi 23 ribu hektare, dan sempat menjadi incaran BUMN saat dikepalai oleh Menteri Rini Soemarno pada tahun lalu.
9 PKP2B tersebut adalah;
- Arutmin 70.153 hektare
- Kaltim Prima Coal 90.000 hektare
- Berau Coal 118.400 hektare
- Borneo Indobara 24.100 hektare
- Adaro 31.379 hektare
- Indominco Mandiri 25.121 hektare
- Kideco Jaya Agung 50.921 hektare
- Multi Harapan Utama 46.063 hektare
- Tanito Harum 34.583 hektare