Luky Yusgiantoro

Upaya Kurangi Emisi Karbon Sektor Migas, SKK Migas : Sudah Diterapkan dari Tahap Awal hingga Commisioning

Jakarta, Ruangenergi.comSatuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan, dalam hal mengurangi emisi sebenarnya telah dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sejak tahap awal merencanakan kegiatan eksplorasi migas.

“Mulai tahap desain, Eksplorasi, Pant of Development (PoD), Production, End of Life, serta Production. Dari mulai kegiatan tersebut kita sudah memikirkan dampak terhadap lingkungannya dan selalu berupaya menjaga lingkungan,” jelas Tenaga Ahli Lingkungan Kepala SKK Migas, Luki A Yusgiantoro, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Ruang Energi yang bertajuk “Upaya KKKS Mengurangi Emisi Karbon”dan diairakan secara langsung melalui platform Zoom dan Channel YouTube Ruang Energi, Kamis, (17/06).

Ia menambahkan, sektor migas saat ini memiliki tantangan yang luar biasa yaitu dalam target lifting minyak sebesar 1 juta BOPD dan gas sebesar 12 BSCFD di tahun 2030 mendatang.

“Tantangan dalam kegiatan eksplorasi oil dan gas saat ini yaitu paradigmanya mengarah ke wilayah Indonesia bagian timur (laut dalam). Kegiatan eksplorasi di laut dalam ini dan dengan adanya perubahan iklim, ini menjadi penting. Mengapa demikian, karena perubahan iklim akan menyebabkan ketidakpastian terhadap cuaca,” ujarnya.

“Saya dulu melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap proyek-proyek hulu migas, ketika hal tersebut, kita juga harus mengantisipasi cuaca iklim yang buruk, sehingga dapat proyek tersebut dapat terselesaikan,” ungkap Luky.

Pasalnya, keputusan yang dilakukan KKKS menjadi sangat penting dalam menjalankan kegiatan di hulu migas, dalam rangka tidak hanya menjaga keselamatan akan tetapi juga kesehatan, perlindungan lingkungan dari setiap tahapan awal.

“Awal mulai mendesain fasilitas sampai akhir di commisoning, KKKS bisa dianggap telah melakukan pengurangan karbon,” terang Luky.

Jadi di masing-masing tahapan seperti Environmentally Bestline Asesment (EBA), kemudian di masa Exploration juga ada best profileawal dalam menentukan potensi-potensi apa yang akan terjadi pada saat kegiatan ekplorasi tersebut.

Selanjutnya di awal sebelum Plant Of Development (PoD) ada kegiatan Environmentally Impact Asessment, kemudian selama PoD dan selama kegiatan ini dilakukan Monitoring Environmentally Impact, dan selama produksi juga dilakukan Monitoring Environmentally Impact.

Kemudian, sebelum dilakukannya End of Life dilakukan Parsial Relinquishment, Environmentally Final Asessment, dan juga selama relinquishment juga dilakukan ecommisioning dari fasilitas hulu migas.

“Sebenarnya di kontrak kerja sama KKKS mewajidkan untuk standar Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Perlindungan Lingkungan (K3LL). Sehingga KKKS dalam hal ini bertanggung jawab dalam penerapan kaidah-kaidah keselamatan kerja dan lindungan lingkungan di seluruh kegiatan operasi migas,” terang Luky.

Lalu, para KKKS tersebut juga ditwajibkan untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh peraturan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan. Kemudian, menerapkan dan bertanggung jawab terhadap seluruh ketentuan pada kontrak kerja sama. Serta, melakukan pengukuran peningkatan kinerja pengelolaan K3LL yang berkelanjutan.

“Paradigma yang sekarang berbeda, kalau yang dulu itu ekonominya lebih kearah linear ekonomi, sekarang lebih kearah sirkular ekonomi. Kalau linear ekonomi itu lebih banyak bagaimana kita memproduksikan, memanfaatkan kemudian jadilah limbah, dan kita tidak terlalu perduli limbah itu kemana. Akan tetapi di tahap sirkular ekonomi yang sekarang, SKK Migas berupaya bagaimana meminalisir limbah dan dapat memanfaatkannya untuk pemanfaatan selanjutnya,” tuturnya.

“Ketika kita lihat life cycle kegiatan hulu migas saat ini fokus kepada kegiatan decommissioning, bagaimana memanfaatkan platform-platform yang sudah tidak aktif agar dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya, tidak hanya di sektor hulu migas saja, melainkan di sektor lainnya,” sambungnya.

Screenshot Bahan Paparan Tenaga Ahli SKK Migas, Luky

 

 

Sumber Emisi Karbon Kegiatan Hulu Migas

Dirinya menyebut, SKK Migas telah melakukan identifikasi terhadap kegiatan apa saja yang menghasilkan emisi dari karbon tersebut.

Pertama di kegiatan operasi tahap produksi, di mana turbin, boiler, generator, dan lainnya, berpotensi menyebabkan emisi karbon.

Selanjutnya, dalam kegiatan transportasi, ketika melakukan kegiatan menggunakan mobil, truck, kapal, helikopter, dan lainnya itu juga tentunya akan mengeluarkan emisi. Lalu, dari kegiatan operasi lainnya menimbulkan emisi karbon.

“Emisi karbon yang dikeluarkan dari kegiatan KKKS tersebut, kita lakukan identifikasi selama flaring, drilling, operasi, emergency itu tentunya juga akan menyebabkan emisi CO2. Dari identifikasi ini apa yang bisa kita efisienkan mana yang bisa kita optimalkan,” jelasnya kembali.

 

Upaya Pengurangan Emisi Karbon Kegiatan Hulu Migas

Di dalam melakukan pengurangan emisi karbon pada kegiatan hulu migas, ujar Luky, SKK Migas juga melakukan identifikasi menggunakan tiga kategori.

Ia mengatakan, ada beberapa yang dilakukan oleh konsultan dalam hal pengurangan emisi karbin yaitu dengan menggunakan Tier 1, Tier 2, Tier 3. Hal itu berdasarkan capital investment yang dilakukan oleh badan usaha hulu migas.

Ia mencontohkan, di Tier 1 yakni KKKS melakukan rehabilitasi Daerah Aliaran Sungai (DAS).

“Itu minimal capital invest-nya sangat rendah, di hulu migas pun sudah dilakukan kegiatan. Tahun ini (2021) ada 12 KKKS yang melakukan DAS sebesar 5.416 Ha yang akan dilakukan rehabilitasi di kegiatan hulu migas,” bebernya.

Kemudian, juga ada revegetasi penanaman mangrove atau penghijauan kembali. Di mana kegiatan ini akan dilakukan oleh 24 KKKS disepanjang 2021 dengan menanamkan sebanyak 6 juta bibit mangrove.

Sementara, Tier 2, lebih ke moderat (capital investment) meminimalisir gas flare dan mengefisienkan proses kegiatan hulu migas khususnya di fasilitas yakni mengefisienkan energi, kemudian waste to recovery, untuk memanfaatkan panas yang tadinya terbuang.

“Selain itu, dalam Tier 2 ini, SKK Migas akan memanfaatkan penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk transportasi dan logistic, serta fasilitas di hulu migas,” katanya.

Meski demikian, ia mengatakan, ada beberapa fasilitas yang tidak dapat menggunakan BBN karena sifatnya urgency dan SKK Migas sudah mengidentifikasi fasilitas-fasilitas mana saja yang kiranya tidak dapat menggunakan BBN.

Kemudian, Tier 3, capital investment-nya cukup tinggi salah satu contohnya yakni teknologi Carbon, Capture, Utilization and Storage (CCUS).

“Di mana saat ini sedang dilakukan studi terkait teknologi CCUS di Lapangan Gundih, Tangguh dan beberapa KKKS lainnya,” paparnya.

Selain itu, guna menurunkan emisi karbon tersebut, para KKKS juga melakukan pamanfaatan terhadap renewable energy (energi terbarukan), yakni memasang solar panel di platform (fasilitas produksi) yang berada di laut.

“Pada 2014, ketika saya mengunjungi lapangan di Sulawesi JOB Tomori, mereka sudah menggunakan solar panel dan ini menjadi tren untuk menggunakan solar panel di platform offshore. Memanfaatkan energi yang gratis ini (matahari) untuk energi yang dibutuhkan di dalam memproduksi migas,” terang Luky.

Tak hanya itu, para KKKS juga telah melakukan pemanfaatan gas ikutan (associated gas) yang sudah dilakukan saat ini di Pertamina EP, Premier Oil, dengan melakukan rerouting dan optimasi flare gas, hal itu bisa memaksimalkan flare gas yang tadinya 0,8 mmcfd itu hanya menjadi 0,1.5 mmcfd.

“Kegiatan CCUS yang dilakukan oleh Pertamina EP Gundih, dan akan terus dilakukan bekerjasama degan JICA dan stakeholders Jepang,” imbuhnya.

Lebih jauh, ia mengatakan, dalam melakukan pelaksanaan konservasi energi di sektor migas tentunya membutuhkan biaya investasi yang relatif besar. Kemudian, belum adanya insentif atau kemudahan diperolehnya carbon credit atas pengurangan emisi.

“Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Ekonomi Karbon saat ini sedang dilakukan finalisasi, dan kita masih menunggu Perpres tersebut. Lalu, regulasi terkait dengan CCUS, kami juga masih menunggu hal tersebut, yang saat ini sedag difinalisasi,” terangnya.

“Selanjutnya, kendala dalam melakukan pelaksanaan konservasi energi di sektor migas yakni berada di area remote. Lalu perlunya desain dan engineering tambahan diluar kegiatan utama produksi, serta penyerapan dan utilisasi gas dalam negeri yang berlimpah yang bisa dimanfaatkan sebagai upaya dalam bertransisi energi,” tutup Luky.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *