Jakarta, Ruangenergi.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan agar pemerintah menghapus program subsidi gas minyak cair atau elpiji kemasan 3 kilogram dan menggantinya dengan bantuan langsung tunai (BLT). Masukan tersebut tertuang dalam hasil kajian tata kelola program elpiji bersubsidi yang dilakukan KPK pada Januari hingga Juli 2019.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan yang dimintai pendapatnya terkat hal ini mengatakan, usulan KPK ini sangat baik. Apalagi setiap tahun terdapat peningkatan beban subsidi gas 3 kg karena adanya warga mampu yang membeli gas 3 kg yang notabene diperuntukan bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah.
“Menurut saya usulan KPK ini bagus dan menarik, dan akan direspon positif oleh Pemerintah dan Pertamina. Karena beban subsidi LPG makin besar karena setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Ini karena dari sisi distribusi memang masih terbuka jadi siapa saja bisa membeli gas 3 kg,” kata dia kepada Ruangenergi.com di Jakarta, Minggu (11/10/2020).
Ia juga menilai bahwa subsidi gas 3 kg ini cenderung tidak efektif. Karena anggaran subsidi pemerintah terus naik dan tidak tepat sasaran, dan yang pasti membebani keuangan Pertaina.
“Setiap BPH Migas memberikan alokasi kuota kepada masing-masing wilayah dan daerah lalu misalnya ada kelangkaan, atau tiba-tiba langka dan Pertamina ditugaskan melakukan operasi pasar, maka belum tentu diganti Pemerinta. Karena ada audit BPK dan audit yang lainnya juga sehingga mengganggu keuangan Pemerintah dan Pertamina,” paparnya.
Lebih jauh ia mengatakan, Pertamina bakal menuruti apapun keputusan Pemerintah sehingga keputusan terkait kebijakan yang diambil Pemerintah harus harus dilakukan secara matang.
“Tapi semua terserah Pemerintah untuk mengambil keputusan apakah saran KPK ini akan dilakukan atau sementara dengan kondisi masih pandemi menjadi bahan pertimbangan untuk diimplementasikan saat ekonomi kita normal lagi,” kata Mamit.
Namun ia juga tidak menampik bahwa BLT berpotensi tidak tepat sasaran. Jadi untuk meminimalisir hal itu terjadi, maka data yang kerap menjadi masalah harus segera dimutakhirkan.
“Data penduduk miskin kita itu kadang-kadang suka berbeda. Jadi sambil persiapan, saatnya kita bisa melakukan pemutakhiran data. Kelemahan kita ini bicara data, walaupun dengan BLT suka saja data itu tidak selalu tepat sasaran,” pungkasnya.(Red)