Wabah, PLTU Batu Bara Indonesia Diprediksi Rugi US$ 13,1 Miliar

Jakarta, Ruangenergi.com – Global Energy Monitor (GEM) menghitung potensi kerugian investasi terhadap 11 proyek PLTU di Indonesia yang bakal tertunda pembangunannya atau operasionalnya akibat pandemi COVID-19 sebesar 13,1 miliar dolar AS atau setara Rp209,6 triliun (asumsi kurs saat ini Rp16.000).
Hasil tersebut didapat dari model perhitungan kerugian investasi dengan mengacu pada rerata capital costs yang dirangkum oleh IEA (International Energy Agency).
Seperri dikutip Antara di Jakarta, Kamis, GEM mengidentifikasi sebanyak 14 PLTU batu bara yang berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara berpotensi mengalami kerugian investasi mencapai 17,1 miliar dolar AS.
Perhitungan proyeksi kerugian itu akibat capital outlays karena adanya gangguan tenaga kerja dan rantai pasokan akibat pandemi global Covid-19 yang mengakibatkan keterlambatan maupun penundaan proyek PLTU. Keterlambatan ini menambah keterlambatan yang sudah terjadi di beberapa proyek.
Kondisi tersebut menunjukkan tingkat kerentanan tinggi dari ekspansi PLTU batu bara global akibat pandemi, yang di saat bersamaan kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) semakin menambah beban dalam menghadapi kondisi resesi.
Program Director Trend Asia , sebuah lembaga yang berfokus pada advokasi energi transisi,   Ahmad Ashov Birry mengatakan bahwa situasi darurat pandemi Covid-19 ini seharusnya mendorong Indonesia untuk mulai mengutamakan keselamatan, kesehatan publik dan lingkungan dalam pembuatan pelbagai kebijakan termasuk di sektor energi. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakannya pada nilai-nilai kemanusiaan tersebut dengan mengambil langkah konkret membatalkan proyek-proyek pembangunan energi fosil kotor PLTU batu bara.
“Pembatalan proyek PLTU batu bara tersebut harus diambil tidak hanya untuk menghindari kerugian ekonomi jangka panjang, tapi utamanya untuk melindungi masyarakat dari tambahan paparan polusi beracun yang dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan. Dalam situasi krisis multidimensi yang akan kita terus hadapi ini, pemerintah seharusnya memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat dan bukan membuatnya menjadi rentan,” tegas Ashov.
Meskipun terjadi penurunan dalam fase konstruksi, secara kapasitas netto PLTU batu bara tumbuh sebesar 34,1 gigawatt (GW) pada 2019 – data tersebut merupakan peningkatan pertama dalam penambahan kapasitas netto sejak 2015. Di mana, hampir dua pertiga atau sekitar 43,8 GW dari 68,3 GW kapasitas PLTU baru yang berada di China. Namun, di luar China, kapasitas PLTU batu bara global secara keseluruhan mengalami penyusutan selama dua tahun berturut-turut. Hal ini diakibatkan oleh banyak negara yang telah menghentikan kapasitas PLTU batu bara-nya hingga 27,2 GW dibandingkan yang dioperasikan (commissioned) sebesar 24,5 GW.(Antara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *