Beri Izin Tambang Emas di Sangihe, Pemerintah Dituding Abaikan Nasib Rakyat

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Pemberian izin kepada korporasi untuk melakukan penambangan emas di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara memperlihatkan sikap pemerintah pusat yang sembrono dan tidak mau tahu terhadap kehidupan rakyat di wilayah tersebut.

Demikian dikatakan Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.-Oek Engelina Lawobansana Pattiasina kepada wartawan di Jakarta, Rabu (20/10/2021). “Pemerintah wajib membatalkan izin pertambangan itu karena mengancam kehidupan orang Sangihe. Ironisnya pemerintah tidak mau tahu nasib rakyatnya,” kata Engelina.

Ia menyayangkan pihak yang memberikan izin, sehingga hampir separuh Pulau Sangihe mau dijadikan lokasi tambang emas. Pasalnya, jika setengah dari pulau tersebut dipakai untuk kegiatan tambang, lalu bagaimana masyarakat setempat memiliki lahan untuk berkebun dan bertani? Bahkan untuk tinggal dan membangun rumah pun masyarakat akan kesulitan.

“Ini sama sekali tidak benar. Saya tidak tahu siapa yang disejahterakan, karena hampir pasti orang Sangihe akan jadi korban,” kata wanita yang juga keturunan Sangihe ini.

Menurut Engelina, ketidakpedulian terhadap keselamatan masyarakat Sangihe, sangat jelas karena pemerintah tidak mau tahu dan mengabaikan status Pulau Sangihe sebagai pulau kecil.

“Pulau kecil itu punya beragam tantangan yang sulit, mulai dari rentan bencana alam, angina, gelombang, transportasi dan sebagainya. Jadi jangan lagi ditambah dengan pengrusakan lingkungan seperti itu. Sangat ironis kalau pihak yang mengeluarkan izin tidak tahu status Pulau Sangihe,” cetusnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, bahwa sebagai wilayah yang berada di perbatasan negara, Pulau Sangihe tidak pernah mendapat perhatian pemerintah pusat yang memadai.

“Kita harus jujur pulau-pulau di perbatasan itu sangat lama terpinggirkan dan mungkin masih terpinggirkan sampai saat ini. Sekarang ketika tahu ada kekayaan alam, mereka justru mau ambil begitu saja,” tukasnya.

“Saya kira, bukan ini cita-cita kemerdekaan. Ini namanya ada yang merdeka untuk mengeruk kekayaan alam dan membiarkan rakyat menanggung akibatnya,” lanjut dia.

Seharusnya, kata Engelina, Pulau Sangihe sebagai pulau terdepan atau terluar perlu mendapat perhatian lebih sesuai dengan janji politik Presiden Joko Widodo, bukan malah sebaliknya justru berada dalam proses pemiskinan dengan adanya izin tambang emas.

“Pulau ini ada di perbatasan negara, sehingga perlu dijaga agar kondusif karena sangat sensitif,” tutur Engelina.

“Saya hanya berharap, kekuasaan tidak digunakan untuk memuluskan kepentingan korporasi yang nyata-nyata mengancam kehidupan rakyat di Sangihe,” lanjutnya.

Engelina kembali meminta agar pemerintah daerah, pemerintah pusat dan semua pihak segera membatalkan izin tambang di Sangihe. Bahkan, Engelina yakin, kalau perizinan tambang ini keluar hanya melalui kerjasama antara pemerintah daerah dan pusat.

“Jadi, jangan saling menuding seolah tidak tahu menahu, tetapi sebenarnya ikut berkonstribusi atas keluarnya izin pertambangan. Kalau dari pengalaman yang ada, rakyat pemilik kekayaan alam tidak akan memperoleh hak yang setimpal,” ujarnya.

Masih menurut mantan anggota DPR/MPR RI ini, jika pemerintah konsisten dengan pasal 33 UUD 1945, maka seharusnya perizinan tambang emas di Pulau Sangihe tidak dikeluarkan. Karena hal itu tidak memakmurkan rakyat di Sangihe justru akan menjadi korban karena kerusakan lingkungan hidup tempat tinggal.

“Kalau dari cerita orang tuaku, rakyat Sangihe biasa mendulang emas untuk memenuhi kebutuhan. Itu dari turun-temurun. Tapi kok sekarang orang asing mau mengambil alih kekayaan di Sangihe dan anehnya difasilitasi pemerintah,” pungkasnya.(SF)