Jakarta, Ruangenergi.com – PT Adaro Energy Tbk (Adaro) mengungkapkan pada kuartal 2 tahun 2020 telah melakukan pengiriman pertama batu bara kokas (coking coal) ke pelanggan di Jepang, melalui anak usahanya yakni Adaro Metcoal Companies (AMC).
Selain ke Jepang, AMC juga menjual batu bara kokas ke para pelanggan di China dan India, hal tersebut diungkapkan Head of Corporate Communication ADRO, Febriati Nadira, saat dihubungi Ruangenergi.com, (12/10).
“Pada 1H20, volume produksi dan penjualan batu bara AMC mencapai 0,72 juta ton, atau naik 20% dan 6% y-o-y (year on year). AMC telah memulai produksi batu bara kokas keras dari tambang Lampunut dalam konsesi Maruwai,” kata Ira sapaan akrabnya.
Sementara, pada quartal 2 tahun 2020, AMC melakukan pengiriman (export) pertama batu bara ini ke pelanggan di Jepang, dan juga menjual batu bara tersebut ke para pelanggan di China dan India.
Pihaknya mencatat, nisbah kupas sebesar 2,11x pada 1H20 dengan volume pengupasan lapisan penutup sebesar 1,52 Mbcm.
Menurutnya, nisbah kupas AMC turun secara y-o-y, karena operasi berlanjut ke konsesi Maruwai yang memiliki nisbah kupas lebih rendah daripada konsesi Lahai.
“Produksi dan penjualan batu bara AMC pada 2Q20 tercatat masing-masing 0,42 juta ton dan 0,41 juta ton, atau naik 56% dan 2% dari 2Q19. Pengupasan lapisan penutup pada 2Q20 mencapai 0,79 Mbcm dan nisbah kupas untuk kuartal ini adalah 1,88x,” bebernya.
Terdampak Covid-19
Ia melanjutkan, pada kuartal kedua 2020, pasar batu bara termal terdampak oleh Pandemi Covid-19 secara lebih signifikan, karena negara-negara pengimpor batu bara harus menghadapi dampak ekonomi yang besar.
“Akibatnya, permintaan terhadap listrik, dan dengan demikian terhadap batu bara, kemudian anjlok, dengan peningkatan permintaan yang berskala kecil dan sporadis menuju akhir kuartal ini seiring pelonggaran (lockdown) yang dilakukan secara perlahan dan waspada. Situasi ini menekan harga batu bara pada 2Q20, dengan harga globalCOAL Newcastle turun ke rata-rata AS$ 55,08 per ton, atau turun 19% secara q-o-q (quartal on quartal),” imbuhnya.
Ia menambahkan, pasokan seaborne pada 2Q20 bereaksi terhadap penurunan permintaan, sebagaimana tercermin pada langkah Australia dan Indonesia untuk mengurangi pasokan.
Dikatakan olehnya, produksi batu bara Indonesia turun 5% yoy pada periode Januari-Juni akibat rendahnya permintaan baik di pasar domestik maupun seaborne, serta akibat turunnya harga.
“Secara bersamaan, volume pengiriman Australia menunjukkan tren yang menurun dari April sampai Juni. Pembangkit listrik termal China naik 6,5% y-o-y pada 2Q20 berkat adanya stimulus ekonomi,” ungkap Ira.
“Impor negara ini dari Januari sampai Juni mencapai 136 juta ton, atau setara dengan kenaikan 18 juta ton atau 15% dari periode yang sama tahun lalu. Namun, tetap ada kekuatiran akan adanya pembatasan impor China sampai akhir tahun,” sambungnya.
Selain itu, tutur Ira, aktivitas ekonomi dan permintaan batu bara India tetap lemah walaupun lockdown telah dilonggarkan. Sementara permintaan dari Korea Selatan dan Jepang pada 1H20 juga terdampak oleh penurunan pendapatan akibat pandemi dan terbatasnya pembakaran batu bara di musim dingin.
Di sisi lain, Vietnam telah melampaui impor batu baranya pada 2Q20 dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena kapasitas PLTU-nya dan gelombang panas yang berkepanjangan yang terjadi di negara ini.
“Di tengah kondisi pasar yang lemah saat ini, perusahaan tetap yakin dengan fundamental jangka panjang pasar batu bara termal karena wilayah-wilayah seperti Asia Tenggara dan Asia Selatan terus mengupayakan peningkatan di sektor ketenagalistrikan,” urainya.
Sementara untuk pasar batubara metalurgi, dia menjelaskan, PandemiCovid-19 juga terus berdampak.
Harga Platts Premium Low Vol Hard Coking Coal (PLV HCC) turun ke AS$ 115,00 per akhir Juni 2020 dari AS$ 195,45 pada periode yang sama di tahun 2019.
“Produksi baja mentah global turun 6% y-o-y pada periode Januari – Juni 2020, sehingga mendorong penurunan ekspor batu bara metalurgi Australia di 2Q20, dengan total ekspor periode Januari – Mei berkurang 5% y-o-y. Namun, pasar baja China sangat kuat dengan tingkat utilisasi tanur tiup (blast furnace) melambung sampai melebihi 90% pada bulan Mei 2020 berkat pemulihan ekonomi domestik, yang mendorong kenaikan sebesar 5% y-o-y pada impor batu bara metalurgi China pada 1H20,” imbuhnya kembali.
“Walaupun permintaan dari negara lainnya di luar China masih lemah, kami mulai melihat tanda pemulihan setelah lockdown dilonggarkan,” beber Ira.
Lebih jauh, kedepan pihaknya meyakini bahwa pasar batubara metalurgi akan tetap kuat, seiring permintaan yang kian bertambah.
“Untuk jangka panjang, kami memandang fundamental pasar batu bara metalurgi juga tetap kuat,” tandas Ira.