Harga Minyak Naik Tajam, Indef: Akan Berdampak pada Fiskal Indonesia

Jakarta, Ruangenergi.com – Peneliti Center of Macroeconomics and Finance, Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Abdul Manap Pulungan mengatakan, bahwa kenaikan harga minyak dunia yang saat ini telah menyentuh angka USD 105 per barel akan berdampak terhadap fiskal Indonesia.

“Kita perlu melihat bagaimana peran pemerintah dalam menyikapi gejolak Komoditas diantaranya terkait subsidi energi di saat harga minyak sedang naik,” kata dia dalam jumpa pers, Rabu (02/3/2022).

“Pemerintah menetapkan US$ 63/barel di 2022 dan sekarang sekitar USD 105/barel, sehingga itu yang harus ditutup pemerintah lewat Pertamina,” lanjut dia.

Lebih jauh Manaf mengatakan, secara umum sebenarnya kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini memang berdampak positif bagi negara, hanya saja harus dikalkulasi ulang diantaranya dalam menghitung margin.

“Jangan-jangan margin positifnya itu tidak tinggi gara-gara target liftingnya itu gagal terus dicapai. Data yang saya punya dari 2008 – 2020, target lifting minyak yang tercapai hanya di 2008, target  US$ 927/barel tercapainya US$ 931/barel, setelah itu rata-rata tidak tercapai,” papar dia.

Masih menurut Manaf, pemerintah mendapat momentum dari kenaikan harga minyak dunia dengan menarik kenaikan pajak sehingga bisa dimanfaatkan yang cukup tinggi dari winfall tax atau pajak pemerintah yang dipungut pemerintah.

“Tapi nanti ada juga dana yang harus dikeluarkan berupa kompensasi dari perbedaan ekonomi dan harga pasar,” pungkas Manaf.

Sementara Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman mengatakan, perang ini mengakibatkan transmisi kenaikan harga minyak yang pada akhirnya akan mendorong terjadinya inflasi, terutama inflasi harga bergejolak karena beberapa komoditas.

“Inflasi harga bergejolak tersebut pun sudah mulai bergerak, terutama untuk komoditas minyak dan gas,” kata Ruzal.

Ia memperkirakan harga minyak akan naik hingga 1,14 persen akibat ketidakpastian konflik Rusia dan Ukraina, dengan kemungkinan harga komoditas lainnya akan mengikuti seiring dengan vitalnya peran minyak di seluruh sektor perekonomian.

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, bahwa konflik yang menyebabkan melejitnya harga komoditas energi dunia seperti minyak global perlu dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk menggenjot produksi komoditas energi domestik atau dalam negeri.

“Ini perlu dilakukan agar Indonesia bisa mengurangi risiko defisit transaksi berjalan melalui peningkatan pendapatan dari sektor migas dan minerba,” katanya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, tingginya harga migas dunia adalah angin segar bagi iklim investasi sektor migas domestik. Kondisi ini, kata dia, merupakan kesempatan baik bagi industri migas untuk meningkatkan eksplorasi dalam rangka menggenjot produksi.

“Dengan demikian, peningkatan produksi minyak domestik secara langsung dapat mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia pada impor BBM, sekaligus menekan defisit transaksi berjalan di sektor migas,” katanya.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *