Jakarta, ruangenergi.com- Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET) bersama Komunitas Migas Indonesia (KMI) dan Kantor Hukum Fernandes Partnership mengirimkan surat meminta dukungan dan masukan untuk optimalisasi produk minyak dan gas bumi dengan teknologi Chemical Enhanced Oil Recovery.
Surat tersebut dikirimkan pada 14 Maret 2024 lalu kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Kepala SKK Migas dan Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati
“Kami, APHMET, KMI dan Kantor Hukum Fernandes Partnership telah menyelenggarakan “Collaboration Forum Legal Aspect of Optimization of Petroleum Production Through Enhance Oil Recovery” (Forum Kolaborasi Aspek Hukum Optimalisasi Produksi Minyak melalui Enhanced Oil Recovery). Forum Kolaborasi tersebut dihadiri oleh Pihak Pihak yang memiliki kompetensi perihal EOR dan perihal Hukum antara lain: Perwakilan dari SKK Migas, Perwakilan dari Grup PT Pertamina (Persero), Praktisi EOR, Guru Besar / Akademisi Perguruan Tinggi, dengan kesimpulan, masukan dan rekomendasi kepada Mesdm, Kepala SKK Migas dan juga ke Dirut Pertamina,” kata Ketua APHMET Didik S.Setyadi dalam siaran pers yang diterima ruangenergi.com, Senin (25/03/2024), di Jakarta.
Berikut ini isi rekomendasinya:
- Adanya keberadaan cadangan minyak dengan potensi yang sangat besar untuk diangkat dengan Teknologi EOR (khususnya Chemical EOR), maka terdapat urgensi untuk menetapkan proyek-proyek pengembangan EOR yang telah disetujui oleh Pemerintah/SKK Migas sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN); Penetapan PSN akan memastikan adanya perlindungan hukum yang cukup dalam hal terjadinya kegagalan yang tidak dapat dihindarkan dan dilaksanakan sesuai dengan Business Judgment Rules dengan menganggap tindakan tersebut sebagai bagian dari riset pengembangan EOR, serta tidak dengan mudah dikriminalisasikan dengan dugaan merugikan keuangan negara.
- Mengingat pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur polymer/surfactant adalah bagian penting dari ekosistem pengembangan EOR, maka akan lebih menguntungkan jika pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur tersebut dimasukkan dalam skema hulu migas (tidak dengan skema pengadaan barang dan jasa phak ketiga); Ketika pembangunan fasilitas polymer/surfactant masuk kedalam skema hulu migas dan menjadi Barang Milik Negara maka diperlukan amandemen PSC, baik PSC Cost Recovery maupun Gross Split yang menggambarkan kemudahan pembangunan, hak-hak yang diterima oleh negara, namun tetap menguntungkan kontraktor; Pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur sebaiknya melibatkan pihak/ pihak-pihak yang selama ini telah melakukan uji coba/pilot project memproduksi chemical EOR di Indonesia; Selanjutnya hasil produksi polymer/surfactant diproduksi untuk kebutuhan seluruh WK/Lapangan minyak yang di Indonesia yang membutuhkan sehingga terjadi efisiensi biaya dan investasi salah satunya karena menggunakan lahan dan insfratruktur eksisting yang telah dikuasai dan dibangun oleh KKKS atau BUMN yang memiliki kemampuan memproduksi chemical untuk EOR. Skema pembiayaan pengembangan EOR dapat menggunakan skema Trustee Borrowing Scheme (TBS) sebagaimana telah diperapkan dalam pembangunan fasilitas produksi LNG.
- Mengingat pengembangan EOR akan melalui banyak proses rekayasa, uji coba, penyempurnaan formula, desain dan pekerjaan-pekerjaan intelektual lainnya maka pendaftaran dan perlindungan hak kekayaan intelektual (HAKI)/Intellectual Property Right (IPR) harus disiapkan dan dikerjakan sejak awal, sehingga akan menambah kekayaan negara dari sisi Intangible Asset, sekaligus memacu pengembangan Sumber Daya Manusia untuk berkreasi dan berinovasi.
- Mengingat aspek-aspek hukum sebagaimana telah diuraikan di atas perlu dituangkan dalam kebijakan dan produk hukum yang tepat, maka dibutuhkan perancangan peraturan perundang-undangan untuk dijadikan dasar implementasinya, berupa Peraturan Presiden, Peraturan Menteri hingga PTK SKK Migas
“Demikian masukan, dukungan dan rekomendasi ini kami sampaikan. Selanjutkan kami siap untuk menjadi mitra kerjasama dengan Kementerian ESDM, SKK Migas dan Pertamina dalam rangka merealisasikan hal-hal tersebut di atas.Kami sedang menyusun kajian, studi tentang hukum dan kebijakan tentang EOR di Indonesia dan negara-negara lain serta merangkum hasil dari Forum Kolaborasi dimaksud. Apabila Kementerian ESDM/SKK Migas/Pertamina berkenan bekerjasama, maka kami dengan senang hati akan menyampaikannya secara lengkap,” ungkap Didik dalam suratnya tersebut.