APMI

APMI Kaji Bisnis Tarif Jasa Cementing Dalam Pemboran

Jakarta, Ruangenergi.com – APMI selaku organisasi ingin menghadirkan inisiatif untuk menumbuhkan iklim bisnis yang kondusif dengan kebersamaan stakeholder melakukan hal yang terukur outputnya.

Setelah awal pekan memulai pembahasan Tarif Harian Rig Offshore. Maka kali ini masuk ke pembahasan tarif jasa penunjang pemboran Cementing.

Kepada Ruangenergi, pengurus APMI mengatakan, filosofinya adalah Measure What Matters.

“Kali ini, hal matters itu adalah adanya kerancuan standar parameter dalam tender-tender proyek, sehingga rawan disusupin oleh bias aneka kepentingan,” katanya, (16/10).

Untuk itu, jelasnya, APMI berusaha mewujudkan Standar Acuan dalam tender Cementing di aneka unit perusahaan migas. Bukan sekadar sebatas hadirnya harga sebagai satuan, akan tetapi juga penyusunan term & condition, baik dalam hal persyaratan bidding maupun dalam pelaksanaan pekerjaan Cementing sumur migas nantinya.

“Ini diawali dengan kajian CostStructure, yang mana akan menuju kepada hadirnya item peralatan, item semen dan chemical,labourcost, dan akhirnya mewujudkan besaran Tarif Unit Price dalam jasa Cementing. Lalu juga dibahas untuk bagaimana standar penyiapan dokumen teknis tender dan dokumen penawaran komersialnya,” imbuhnya.

Menurutnya, saat ini setiap perusahaan migas bahkan setiap unit area operasi bisa menerjemahkan acuan itu secara masing-masing. Akan tetapi, hal ini justru membingungkan dan tidak sehat bagi industri jasa penunjang pemboran khususnya Cementing. Bahkan bisa bias aneka kepentingan karena tidak ada acuan standarisasinya.

“Tentu seperti Tarif Harian Operasi Rig, nantinya hasil kajian internal APMI akan disampaikan ke SKK Migas dan juga melibatksn para KKKS untuk pembahasan lanjutan dan menuju kesepakatan win win solution,” sambungnya.

Obyektif Tarif Standar

Dia menjelaskan, satu obyektif yang ingin dicapai APMI adalah agar keseluruhan rangkaian kegiatan pemboran dapat mencapai tujuannya yakni ditemukan migas dari perut bumi.

Sangat disayangkan bila reservoir yang potential secara Geologi dan Geofisika, tapi gagal discovery atau gagal berproduksi opltimal karena kegiatan pemboran yang kurang optimal.

“Kurang optimal ini karena kontraktor terjebak kondisi fokus perang harga sehingga kualitas adalah nomor sekian, di sisi lain perusahaan migas terjebak pada jargon pencapaian efisiensi dan tidak fokus pada pencapaian peningkatan  produksi. Ini bisa membuat target produksi 1 juta barrel dan 12 milyar kaki kubik gas pada 2030 semakin menjauh,” terangnya.

Lebih jauh, dia menjelaskan, hal ini tentunya memerlukan diskusi berkali-kali karena meyangkut banyak aspek, seperti Teknis; Komersial; dan harus ada “Balancing” antara anggota perusahaan APMI yang skala multinasional dengan yang skala nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *