Jakarta,ruangenergi.com-Berita gembira datang dari Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar.
Mahendra mengungkapkan bahwa perdagangan karbon melalui bursa karbon di Indonesia akan dimulai pada Selasa 26 September 2023.
“Rencananya peluncuran bursa karbon yang perdana perdagangannya itu akan dilakukan tanggal 26 September ini. Jadi minggu depan,” ujarnya dikutip dari youtube OJK,Senin (18/9/2023).
Mahendra menuturkan, semua proses persiapan seperti penyiapan kegiatan, unit karbon, segala bentuk registrasi, verifikasi, sertifikasi, pembuktian keabsahan hingga kepada perdagangan itu sendiri dapat mendukung kesuksesan penyelenggaraan bursa karbon.
“Bagaimana menjaga perdagangannya itu bisa berhasil dengan baik dan kemudian tentu hasilnya bisa kembali diinvestasikan dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan hidup kita, terutama dalam konteks pengurangan emisi karbon,” ungkap Mahendra di youtube Otoritas Jasa Keuangan (OJK TV).
Sebelumnya OJK menyatakan siap mengawasi proses perdagangan karbon melalui bursa karbon dengan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No.14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon sebagai aturan pendukung. Aturan ini telah mendapat persetujuan Komisi XI DPR.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi mengatakan POJK bursa karbon diharapkan dapat meminimalisir multitafsir atas ketentuan perundang-undangan dan kemungkinan pelanggaran atas ketentuan.
Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan nilai ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon.
Hasan menuturkan saat ini terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara berpotensi ikut perdagangan karbon pada tahun ini.
“Jumlah itu setara dengan 86% dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia,” ujarnya.
Tak hanya subsektor pembangkit listrik, sektor lainnya seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, hingga industri umum juga meramaikan perdagangan karbon di Indonesia.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK Antonius Hari P.M membeberkan alasan penyelenggara wajib memilikidisetor minimal Rp 100 miliar karena infrastruktur yang disiapkan mahal.
Aturan modal tersebut tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK Bursa Karbon) yang akan menjadi pedoman dan acuan perdagangan karbon melalui bursa karbon yang dilaksanakan oleh penyelenggara pasar.
“Kemudian mengenai permodalan tentunya kita tidak bisa bursanya modalnya kecil, minimal Rp 100 miliar. Supaya memang infrastrukturnya mahal, jangan-jangan untuk bangun infrastruktur saja sudah habis ini dananya,” ujarnya.
Penyelenggara bursa karbon harus memiliki izin usaha dari OJK.
Antonius mengatakan, salah satu ketentuan umum Peraturan OJK (POJK) Nomor 14/2023 adalah unit karbon merupakan efek.
Jika unit karbon bukan efek, maka tidak bisa diperdagangkan di Indonesia.Ada dua jenis instrumen unit , yaitu Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).
“Mengenai harga, pembeli (karbon), nanti ada mekanisme pasar. Ini mungkin fungsi daripada bursa, apakah sistemnya lelang atau kah negosiasi, juga sebenarnya mereka bisa membeli secara langsung tidak melalui bursa,” tuturnya.
Antonius menilai apabila pajak karbon belum diterapkan, maka permintaan unit karbon sulit dibentuk. Sektor keuangan dapat mendorong berjalannya mekanisme perdagangan karbon, seperti perbankan yang dapat memberi kredit.
“Kalau perbankan ada dua sebenarnya, apakah bank bisa mengurangi emisi atau bank penyalur kredit. Kalau bank mengurangi emisi masih ada voluntary belum ada aturan, tapi terima kasih terutama bank asing sudah menerapkan hal itu,” imbuh Antonius.