BRIN: Perhatian Terhadap Teknologi Nuklir Meningkat

Jakarta, ruangenergi.com- Kabar gembira datang dari Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syaeful Bakhri, yang menyampaikan visi strategis mengenai peran riset dan inovasi ketenaganukliran dalam pembangunan nasional.

Hal itu disampaikan Syaeful dalam acara Bincang Ekosistem Riset dan Inovasi Ketenaganukliran Nasional yang menjadi bagian dari rangkaian Siwabessy Award dan Memorial Lecture 2024, Kamis (5/12/2024), di kutip dari portal BRIN.

Dalam kegiatan itu, Syaeful menekankan pentingnya sinergi antar lembaga, universitas, dan industri untuk membawa Indonesia menuju era baru berbasis teknologi nuklir. BRIN, menurut Syaeful, telah menyiapkan program dan platform kolaborasi ketenaganukliran.

“Perhatian terhadap teknologi nuklir semakin meningkat, baik di tingkat nasional maupun internasional. Presiden RI, Prabowo Subianto, telah menjadikan teknologi nuklir, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), sebagai bagian dari strategi pembangunan,” ungkap Syaeful.

Hal ini, lanjut Syaeful, terlihat dari berbagai kesempatan diplomatik, seperti pertemuan dengan pemimpin Brasil, Rusia, Kanada, dan Cina, hingga delegasi Indonesia dalam COP di Dubai, yang menegaskan pentingnya PLTN untuk mendukung transisi energi rendah karbon.

“Pemerintah memiliki visi besar menjadikan teknologi nuklir sebagai solusi atas tantangan bangsa, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca, penguatan ekonomi, dan kemandirian energi,” tandas Syaeful.

Menurut Syaeful, BRIN sebagai garda terdepan riset dan inovasi memiliki visi untuk memperkuat ekosistem riset nasional yang kompetitif dan berkualitas. Dalam konteks nuklir, lanjutnya, setidaknya ada tiga prioritas yang menjadi fokus utama. Pertama, terkait swasembada energi.

Pihaknya telah mempersiapkan rencana pembangunan PLTN untuk mendukung kebutuhan energi nasional. BRIN menargetkan operasional PLTN pertama Indonesia pada 2032 dengan kapasitas 250-300 MW, menggunakan teknologi small modular reactor (SMR) generasi terbaru.

Kedua, pembangunan SDM Iptek ketenaganukliran. Pihaknya juga terus berupaya mengembangkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dalam bidang teknologi nuklir untuk mendukung kebutuhan tenaga kerja nasional, termasuk target 4.900 tenaga ahli nuklir untuk operasional PLTN pada 2040.

Ketiga, upaya mendukung hilirisasi dan industrialisasi. Dalam hal ini, kata Syaeful, BRIN berperan untuk meningkatkan peran teknologi nuklir dalam mendukung industri domestik, seperti farmasi, pangan, dan pengolahan limbah, melalui aplikasi teknologi berbasis akselerator dan reaktor.

Saat ini, kata Syaeful, BRIN telah menyusun tiga platform kolaborasi nasional sebagai bagian dari roadmap riset nuklir 2025-2029. Pertama, Platform Teknologi Nuklir untuk Deteksi dan Terapi.

Syaeful bercerita, nuklir menawarkan metode presisi tinggi untuk pengobatan, seperti terapi kanker menggunakan radioisotop.

“BRIN telah menghasilkan produk radiofarmaka yang mendukung pengobatan modern dengan risiko minimal terhadap jaringan sehat,” sebutnya.

Kedua, Platform Energi Rendah Karbon Berkelanjutan. Syaeful menjelaskan bahwa melalui pengembangan PLTN, BRIN berperan sebagai organisasi pendukung teknis, memastikan penerapan teknologi nuklir yang aman dan efisien di Indonesia.

Ketiga, Aplikasi Nuklir untuk Industri dan Kehidupan Sehari-Hari. Syaeful menerangkan bahwa teknologi nuklir dapat diaplikasikan untuk sterilisasi produk pangan, pengawetan makanan, hingga mutasi genetik pada tanaman untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Maka dari itu, penguatan SDM dan platform kolaborasi menjadi kunci keberhasilan implementasi teknologi nuklir. Universitas dan industri diundang untuk berkontribusi dalam berbagai program, termasuk pendidikan (S1 hingga pasca doktoral), riset bersama, dan program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka).

Selain itu, revitalisasi fasilitas riset seperti Reaktor GA Siwabessy, Reaktor Kartini, dan fasilitas pendukung lainnya menjadi prioritas utama.

“Kolaborasi ini diharapkan melahirkan kemandirian teknologi nuklir dan produk inovatif buatan bangsa Indonesia,” tambah Syaeful.

Dengan komitmen kuat dari pemerintah, BRIN, dan berbagai pemangku kepentingan, teknologi nuklir diharapkan tidak hanya menjadi solusi energi masa depan, tetapi juga pendorong utama inovasi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Pentingnya Kolaborasi Riset

Di sisi lain, Guru Besar yang juga Peneliti dari Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Institut Teknologi Bandung (ITB), Abdul Waris, memaparkan pentingnya kolaborasi riset sebagai jembatan antara inovasi lokal dan kualitas internasional.

Abdul menyampaikan pandangan strategis tentang bagaimana riset nuklir dapat menjadi katalisator transformasi bagi Indonesia menuju era teknologi maju.

Menurut Abdul, kemajuan sebuah negara tidak hanya bergantung pada kekayaan sumber daya alam (SDA), tetapi lebih pada pengelolaan sumber daya manusia (SDM).

“Banyak negara maju tanpa SDA melimpah, tetapi memiliki SDM unggul. Mereka mampu berinovasi dan memanfaatkan pengetahuan untuk mengubah keterbatasan menjadi keunggulan,” katanya.

Indonesia, dengan potensi besar di sektor pendidikan dan riset, harus memperkuat SDM untuk mendorong inovasi melalui kolaborasi antarlembaga, baik nasional maupun internasional. Abdul mencontohkan, meskipun ITB memiliki sumber daya mahasiswa yang melimpah, dukungan alat dan fasilitas penelitian seringkali lebih lengkap di lembaga riset seperti BRIN.

“Mahasiswa adalah aset besar karena mereka punya waktu lebih banyak untuk eksplorasi teknologi dibandingkan dosen. Kolaborasi dengan lembaga riset dapat menjadi solusi untuk memanfaatkan potensi ini,” tambahnya.

Oleh karena itu, Abdul mengungkapkan bahwa lembaga pendidikan seperti ITB memiliki keunggulan di sisi teori dan simulasi menggunakan perangkat lunak, sementara lembaga riset seperti BRIN unggul dalam infrastruktur.

“Kami di ITB, misalnya, sering menggunakan software untuk simulasi, tetapi validasi tetap membutuhkan fasilitas fisik seperti reaktor nuklir atau akselerator partikel yang ada di lembaga riset,” jelasnya.

Abdul juga berbagi pengalaman dari kolaborasi riset ITB dengan lembaga riset nasional di awal 2000-an. Saat itu, program pengembangan SDM dilakukan melalui beasiswa doktor dan magister yang melibatkan berbagai universitas, seperti ITB, UGM, dan lembaga riset BP. “Program seperti ini menghasilkan banyak ahli, salah satunya adalah tokoh terkemuka dari UGM, yang kini menjadi inspirasi di bidang nuklir nasional,” kenangnya.

Ia menambahkan, kolaborasi lintas institusi dapat menjadi contoh sukses dalam memupuk talenta riset untuk berbagai sektor strategis, termasuk energi nuklir, teknologi mobilitas, dan kedokteran.

Sebagai langkah konkret, ITB telah mendirikan Pusat Sains dan Teknologi Nuklir, yang bertujuan menjadi penghubung antara universitas, industri, dan lembaga riset. Pusat ini difokuskan untuk menjembatani kebutuhan riset dengan industri serta memfasilitasi eksplorasi teknologi di luar sektor pendidikan tradisional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *