mamit

Direktur Executive Energy Watch : Permen LHK No 11 Tahun 2021 Tidak Sejalan Dengan Semangat Presiden

Jakarta, ruangenergi – Pemerintah sesuai dengan komitmen yang tertuang dalam Paris Aggrement atau COP 21 pada Desember 2015 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 39% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030 yang akan datang.

Hal ini kembali dipertegas oleh Presiden Jokowi dalam pertemuan COP 26 pada November 2021, dimana pemerintah berkomitemen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Namun ternyata, hal ini tidak didukung sampai dengan tingkat kementerian terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam upaya mencapai komitmen tersebut.

Demikian disampaikan oleh Mamit Setiawan, Direktur Executive Energy Watch dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/2/2022). Menurut Mamit, bentuk ketidaksesuaian tersebut adalah diterbitkan Permen LHK No 11 Tahun 2021 Tentang Baku Mutu Emisi Pembakaran Dalam. Hal ini disebabkan adanya kenaikan Nitrogen Oxide (NOx) dalam permen tersebut jika dibandingakan dengan Permen LHK No 15 Tahun 2019 untuk pembangkit listrik tenaga diesel.

“Terjadi peningkatan kadar Nitrogen Oxide (NOx) yang cukup besar jika dibandingkan dalam peraturan sebelumnya. Permen LHK No 15/2019 mengatur kebijakan untuk pembangkit listrik tenaga disel dengan kapasitas di bawah 3 MW kadar baku mutu NOx adalah sebesar 1400 mg/Nm3 @5% O2 dan pembangkit diesel dengan kapasitas di atas 3 MW baku mutu NOx adalah sebesar 1200 mg/Nm3 @5% O2.” Urai Mamit Setiawan

“Sedangkan dalam Permen LHK No 11/2021 kebijakan tersebut dirubah untuk pembangkit diesel dengan kapasitas di atas 1000 KW kadar baku mutu Nitrogen Oxide (NOx) adalah sebesar 2300 mg/Nm3 @15% O2. Jika kita kalkulasi dengan menggunakan 5% O2 sesuai dengan permen sebelumnya maka kadar NOx menjadi 6133 mg/Nm3 @5% O2. Jika kita bandingkan, adanya peningkatan baku mutu emisi NOx yang sangat besar. Hal ini jelas membahayakan bagi kesehatan lingkungan di daerah yang terdapat adanya pembangkit listrik diesel tersebut.” Jelas Mamit kembali.

Disampaikan Mamit, berdasarkan penelitian yang dilakukan adanya peningkatan kadar NOx yang tinggi dapat menggangu fungsi paru dan pernapasan pada manusia dan juga hewan. Yang mana jika berlangsung dalam jangka panjang dan kadar NOx terus meningkat bisa menimbulkan kematian. Di Eropa, NOx (termasuk Nitrogen dioksida) adalah penyumbang 14% kematian karena polusi udara. Bagi tumbuhan, kadar NOx yang tinggi akan menyebabkan tumbuhan tidak dapat berproduksi seperti yang diharapkan atau bahkan tumbuhan bisa mengalami kematian. Selain itu, kadar NOx yang tinggi akan menyebabkan terjadinya hujan asam sehingga dapat mengakibatkan pelapukan bebatuan dan pengkaratan logam.

“Karena adanya peningkatan kadar NOx tersebut, hal tersebut diikuti dengan adanya kenaikan kadar total diesel particular dimana pada tahun 2019, diesel particular yang dihasilkan hanya 120 mg/Nm3 @5% O2 sedangkan tahun 2021 jika kita hitung dengan menggunakan 5% O2 maka didapatkan total diesel particular sebesar 240 mg/Nm3 @5% O2. Kenaikan yang mencapai 100% jika dibandingkan dengan peraturan yang dibuat tahun 2019. Kenaikan ini pastinya akan berdampak terhadap lingkungan termasuk manusia, hewan da tumbuhan sebagaimana saya ungkapkan di atas.” Imbuh dia.

Mengingat begitu bahayanya Nitrogen Oxide (NOx) ini, maka Mamit meminta agar Menteri Lingungan Hidup mencabut dan merevisi kembali Permen LHK No 11 Tahun 2021 tersebut demi kepentingan bersama dan sesuai dengan cita-cita dari Presiden Joko Widodo.

“Permen tersebut sudah selayaknya dicabut dan direvisi kembali. Terlalu banyak yang dikorbankan terutama kesehatan masyarakat jika Permen LHK tersebut tetap beroperasi. Kesehatan dan kebaikan dari kondisi lingkungan adalah yang utama. Jangan hanya karena kepentingan tertentu,maka batas baku mutu untuk pembangkit diesel dinaikan secara signifikan dan masyarakat dikorbankan.”tutup Mamit Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *