Foto en.wikipedia org

Gairah Mencari Shale Oil di Indonesia

Jakarta, Ruangenergi.com – Di dalam industri Migas (minyak dan gas bumi), istilah Shale Oil sudah tidak asing lagi.

Shale oil atau minyak serpih adalah batuan sedimen butiran halus yang mengandung kerogen (campuran bahan kimia organik) yang setelah melalui proses pyrolysis, hydrogenation, atau thermal dissolution.

Proses tersebut menggunakan prinsip pemanasan, berubah menjadi minyak sintetis atau gas.

Istilah sederhananya yakni bebatuan yang ditambang dipanaskan untuk diubah menjadi minyak atau gas. Pasalnya, shale oil ditemukan lebih dulu ketimbang minyak mentah (Crude Oil).

Pada abad ke 14, oleh Austria dan Swiss, shale oil mulai dimanfaatkan. Kemudian pada abad ke 17, oleh Italia, shale oil dimanfaatkan untuk bahan bakar lampu penerangan kota, tepatnya di Modena.

Lalu, pada 1664, Kerajaan Inggris mengeluarkan paten untuk teknologi pengolahan bebatuan menjadi minyak dan aspal. Kemudian pada 1830, Peranis menggunakannya pada industri pengolahan modern untuk  bahan bakar, pelumas dan minyak lampu.

Begitu pun dengan Scotlandia yang juga memanfaatkannya pada tahun 1840, untuk kebutuhan yang sama dengan apa yang digunakan oleh Prancis.

Kemudian, industri pengolahan shale oil mulai berkembang di abad ke 19, dan pada abad ke 20 beberapa negara di Eropa mulai membangun pabrik pengolahannya dan memproduksinya untuk kebutuhan masyarakat, seperti di Spanyol, Swis, New Zealand, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Brazil, Australia, China dan lainnya.

Pertengahan abad ke 20, penemuan sumur minyak mentah di Timur Tengah, membuat para produsen shale oil pesimis. Akan tetapi, di awal abad ke 21 harga minyak bumi sempat sangat mahal, membuat produsen shale oil kembali bergairah.

Karena harga minyak mentah cukup mahal, nampaknya hal itu diminati oleh para negara-negara lain untuk melakukan eksplorasi minyak mentah dan memproduksinya menjadi bahan bakar.

Sebab, pada saat itu, harga produksi bahan bakar minyak dari minyak mentah lebih terjangkau dan harga jual lebih tinggi ketimbang shale oil. Produsen mulai beralih dan puncaknya harga minyak mentah kala itu lebih dari US$ 100 per barel.

Perlahan, pemanfaatan shale oil mulai ditinggalkan dan beralih ke minyak mentah, sebab pengolahan minyak bumi tidak memerlukan proses tambahan, begitu keluar dari perut bumi sudah berbentuk cairan dan diolah di kilang minyak untuk menghasilkan bensin, minyak tanah, solar, avtur, pelumas dan lainnya.

Hingga kini sumur eksplorasi dan produksi minyak mentah dan gas bumi ada diseluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan sumur.

Dari ratusan sumur migas yang ada di Indonesia, kemungkinan besar baru termanfaatkan sebesar 60%, sisanya masih dalam tahap eksplorasi (pencarian).

Foto caspianbarrel.org

Potensi Shale Oil di Indonesia

Direktur Energy Watch, Mamit Setiawan, menyebut, masuknya perusahaan migas asal negeri Paman Sam ke Indonesia merupakan langkah bagi, dan tentunya ini akan meningkatkan gairah di industri migas Tanah Air.

“Terkait dengan rencana masuknya perusahaan migas asal Amerika EOG Resources merupakan langkah bagus dalam pengembangan industri migas kita ke depannya. Meskipun dari 1 tahun pendekatan belum juga mereka ambil keputusan untuk melakukan investasi di Indonesia,” tutur Mamit saat dihubungi Ruangenergi.com, Rabu, (09/09).

Menurut Mamit, hal ini menunjukan bahwa untuk berinvestasi di Indonesia butuh pertimbangan yang benar dan tidak terburu-buru.

“Sepertinya iklim investasi migas kita belum benar-benar bisa meyakinkan pihak luar, terlebih di tengah kondisi saat ini. Di mana harga minyak dunia masih belum cukup bagus mudah-mudahan rencana investasi ini bisa berjalan dengan baik,” jelas Mamit.

Mamit menambahkan, jika EOG akan bermain di unconventional energy, di mana di Indonesia masih belum berkembang maka tantangannya akan semakin berat untuk mereka mau berinvestasi di sini.

“Semoga, rencana ini bukan sekedar rencana tapi bisa diimplementasikan. Tugas berat untuk SKK Migas dalam mewujudkan kepastian rencana ini,” tukas Mamit.

Foto differencebetween.com

Gaet Investor Migas

Tentu hal itu sangat menarik perhatian negara lain yang ingin melakukan eksplorasi dan memproduksi migas di Indonesia. Yang sekarang baru ingin masuk dan melakukan eksplorasi adalah EOG Resources, perusahaan migas asal negeri Paman Sam.

EOG Resources adalah salah satu perusahaan besar minyak dan gas bumi (migas) non konvensional dunia berasal dari Houston Amerika Serikat.

Sebelumnya, Deputi Perencanaan SKK Migas, Jaffee Arizon Suardin, mengatakan, pada 12 Agustus 2020 lalu, EOG Resources secara resmi telah mengajukan keanggotaan data migas Indonesia.

“Keberhasilan menggaet investor baru ke tanah air menunjukkan bahwa potensi migas Indonesia dinilai masih sangat menarik,” tutur Jaffee, Selasa (08/09).

Dijelaskan olehnya, SKK Migas mulai berupaya untuk menggaet calon investor kelas dunia di sektor migas. Pasalnya, sejak tahun 2019 lalu, SKK Migas melaksanakan roadshow ke beberapa negara salah satunya di Amerika Serikat untuk mempromosikan data potensi migas Indonesia.

“Hasil roadshow SKK Migas ditanggapi positif oleh EOG Resources, perusahaan yang tercatat berada di peringkat ke 186 dari Fortune 500 tahun 2020, dengan total produksi minyak 456 ribu BOPD (barrel oil per day), natural gas liquids 134 ribu BPD (barrel per day, dan 1.366 MMscfd (juta standar kaki kubik per hari),” papar Jaffee.

Pada Juli 2019, lanjut Jaffee, perwakilan tim EOG Resources melakukan kunjungan ke SKK Migas selama dua minggu. Kunjungan tersebut guna membahas lebih detil langkah-langkah yang akan dilakukan dalam rangka memutuskan investasi di Indonesia.

“Tahun lalu hingga Desember nanti, EOG Resources bersama SKK Migas, Ditjen Migas, dan Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Kementerian ESDM telah melakukan quick look regional studies unconventional. Kami menemukan indikasi awal yang baik terkait potensi migas non konvensional di Indonesia,” imbuh Jaffee.

Ia menjelaskan lebih lanjut, keikutsertaan EOG Resources dalam keanggotaan data migas Indonesia menjadi langkah selanjutnya dalam rangka memutuskan untuk berinvestasi di Indonesia.

“Tentunya kami berharap awal yang baik ini akan berkembang menjadi keputusan investasi ke depannya. Dengan banyaknya investor masuk ke hulu migas, maka peluang giant discoveries dan development dalam rangka meningkatkan produksi akan semakin besar juga,” tandas Jaffee.

Sebagai informasi, EOG Resources sebelumnya juga pernah berkunjung ke Indonesia, untuk mencari potensi shale oil dan gas.

Dalam kunjungan, EOG Resources menyambangi beberapa wilayah di Indonesia, salah satu di Sumatera bagian Utara dan tengah, yang berpotensi menyimpan shale oil dan gas cukup melimpah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *