Ruang Energi.com, Jakarta– Terkait dengan wacana pembentukan holding panas bumi, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan dengan jeli menentukan perusahaan yang akan memimpin holding nanti. Ada dua kandidat yang paling berpeluang, yaitu Geo Dipa Energi (GDE) dan PGE.
“Soal mana yang layak, menurut hemat saya saat ini yang ststusnya BUMN penuh adalah Geo Dipa Energi. Sementara PLN GG dan PGE adalah anak perusahaan BUMN.
Jika ditinjau dari sisi itu, GDE bisa layak dijadikan holding. Selain itu PGE juga merencanakan IPO dan ini kalau dilakukan sebelum holding dilakukan akan membuat kompleksitas baru dalam proses merger dan akusisi sahamnya”, tutur Fabby kepada ruangenergi(27/2/21).
Lebih lanjut Fabby menyatakan, perusahaan yang menjadi holding bergantung pada kajian struktur yang paling optimal, risiko yang paling minimum dan proses yang paling sederhana dan yang paling mempunyai nilai tinggi.
Geo Dipa masih berpeluang sebagai holding, meskipun dari sisi aset, PGE jelas unggul, Pemerintah juga harus melihat risiko yang timbul sebagai konsekuensi penunjukkan salah satu perusahaan sebagai holding.
“Bisa saja Geo Dipa (sebagai holding). Seperti yang saya bilang, pertimbangannya siapa yang menjadi holding perlu melihat struktur kepemilikan yang paling efektif, risiko-risiko yang paling minimal dan biaya yang paling rendah,”jelas Fabby
Fabby menilai ada keunggulan tersendiri Geo Dipa atas PGE maupun PLN GG. Kalau dilihat PGE adalah subsidiary Pertamina dan PLN GG adalah subsidiary PLN. Geo Dipa adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak punya induk usaha.
Selain itu, harus dipertimbangkan konsekuensi-konsekuensi kalau nanti pemerintah mau top up modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk memperkuat permodalan holding baru tersebut di masa depan.
“Jadi proses menjadikan Geo Dipa sebagai holding bisa lebih mudah dan sederhana. GDE adalah BUMN khusus panas bumi,” tegas Fabby.
Seperti diketahui, Pahala N Mansury, Wakil Menteri BUMN, sebelumnya mengatakan institusi gabungan nanti akan dimiliki bersama Pertamina, PLN dan pemerintah sehingga bisa diperoleh sinergi yang optimal.
Holding tersebut nanti akan memiliki keunggulan dari masing-masing badan usaha serta diyakini akan memiliki kapasitas dan kemampuan yang mumpuni untuk tumbuh menjadi lebih besar guna mengembangkan potensi panas bumi yang besar di Indonesia.
“Karena menggabungkan keunggulan dalam pengembangan atau drilling, transmisi energi ke penggunanya dan pendanaan,” ujar Pahala.
Dengan keberadaan gabungan tiga perusahaan tersebut, kata dia, pemerintah bermaksud untuk membentuk badan usaha pengelola panas bumi terbesar di dunia dengan kapasitas terpasang yang dikelola merupakan kapasitas terpasang terbesar.
“Ini merupakan inisiatif pengembangan energi baru dan terbarukan yang sesuai rencana akan diselesaikan prosesnya pada tahun ini,” ujar Pahala.
Sebagai BUMN panas bumi yang mendapatkan penugasan khusus dari pemerintah, Geo Dipa saat ini memiliki dua pembangkit listrik panas bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng berkapasitas 60 megawatt (MW) yang tersambung ke jaringan Jawa-Madura-Bali melalui sistem interkoneksi. Selain itu, untuk memenuhi target usaha, Geo Dipa juga meningkatkan serta pengembangan kapasitas proyek Dieng 2 dan 3, masing-masing berkapasitas 55 MW.
Selain PLTP Dieng, Geo Dipa juga memiliki PLTP berkapasitas 60 MW di Gunung Patuha. Saat ini Geo Dipa sedang mrlakukan pengembangan PLTP Patuha Unit 2 dan Unit 3 masing-masing dengan kapasitas 55 MW yang merupakan pengembangan Proyek Patuha Unit 1.