Jakarta, ruangenergi.com- Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Tutuka Ariadji mengatakan tidak optimal serapan volume oleh pengguna gas bumi tertentu bidang industri pupuk disebabkan banyak hal.
Penyebabnya antara lain disebabkan oleh mayoritas karena serapan pembeli yang kurang optimal karena maintenance dan kendala operasi pabrik. Kemudian, keterbatasan kemampuan pasokan hulu dan adanya maintenance di sisi Hulu
“Kementerian Perindustrian telah menyampaikan data evaluasi pelaksanaan kebijakan HGBT melalui Surat Direktur Jenderal IKFT Nomor B/471/IKFT/IND/VIII/2021 tanggal 16 Agustus 2023, namun belum disertai dengan hasil evaluasi multiplier effect (nilai tambah yang terkuantifikasi) setiap industri Pengguna Gas Bumi Tertentu yang telah mendapatkan penetapan HGBT. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan telah menyampaikan evaluasi implementasi HGBT di bidang penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum melalui surat Nomor B-2506/TL.04/DJL.3/2023 tanggal 11 Agustus 2023, namun belum disertai dengan hasil evaluasi atas implikasinya terkait penerimaan perpajakan,” kata Tutuka dalam paparannya di hadapan Komisi VII DPR, Rabu (03/04/2024), di Jakarta.
Menurut Tutuka, berdasarkan rencana pengembangan PI Grup Kebutuhan gas PI Grup akan meningkat dari 820 MMSCFD menjadi sekitar 1.076 MMSCFD pada tahun 2030.Pada tahun 2022, subsidi pupuk secara total sebesar Rp 27,55 triliun.
Angka ini menurun 16,12% dibandingkan tahun 2019 atau menurun 9,37% dibandingkan tahun 2020. Namun, jika dibandingkan dengan tahun 2021, subsidi pupuk pada tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar 2,77%,”
Tutuka bercerita, dari 7 sektor industri Pengguna Gas Bumi Tertentu, bidang industri pupuk merupakan sektor industri yang menggunakan input gas bumi paling besar (58,48%) di dalam biaya produksinya
“Secara umum, semua sektor industri pupuk mengalami peningkatan: penjualan dan pajak. Namun, sektor industri pupuk menunjukkan tren kenaikan harga produk,”