Menteri ESDM

Ini Pesan Menteri ESDM Pelaksanaan IOG 2020

Jakarta, Ruangenergi.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan, dunia saat ini tengah mengutamakan pemenuhan energi bersih dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT), tak terkecuali dengan Indonesia.

Hal tersebut katakan olehnya saat memberikan sambutan dalam kegiatan 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas, yang dilakukan secara virtual, dari 2 – 4 Desember 2020.

“Akselerasi pengembangan energi bersih menjadi tantangan kita, dimana untuk mendukung komitmen global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), telah ditargetkan 23% energi terbarukan dalam bauran energi nasional tahun 2025, serta komitmen pengurangan emisi GRK pada tahun 2030 hingga 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan pihak internasional,” tutur Arifin.

Ia menambahkan, namun akselerasi pengembangan EBT ini tidak meninggalkan peran sektor migas. Meskipun secara prosentase bauran energi migas menurun, akan tetapi secara nominal justru meningkat.

Untuk itu, lanjutnya, peran sub sektor migas tersebut, tidak hanya dalam pemenuhan kebutuhan energi untuk transportasi maupun kelistrikan, namun juga berperan sebagai bahan baku dalam dalam pengembangan Industri.

Ia mengemukakan, berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi
minyak diperkirakan akan meningkat dari 1,66 juta bopd menjadi 3,97 juta bopd di tahun 2050 atau naik sebesar 139%.

Sedangkan untuk konsumsi gas meningkat lebih besar lagi, dari 6 ribu MMSCFD menjadi 26 ribu MMSCFD pada tahun 2050 atau naik 298%.

“Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, sesungguhnya potensi hulu migas Indonesia masih sangat besar, karena dari 128 cekungan migas yang dimiliki, baru 20 cekungan yang sudah berproduksi dan masih terdapat 68 cekungan yang belum dieksplorasi. Perlu disadari bahwa industri migas adalah industri yang membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang tinggi, dan high risk,” terang Arifin.

“Melihat peran strategis dari sub sektor migas tersebut, maka atas arahan Bapak Presiden sub sektor migas tidak hanya sebagai revenue generator namun untuk menjadi penggerak roda perekonomian nasional (economic driven),” bebernya.

Selain itu, berbagai kebijakan telah diambil oleh Pemerintah, antara lain, pertama,  penurunan harga gas, untuk mendorong tumbuhnya industri; kedua, pelonggaran perpajakan, dan flexibilitas fiscal term untuk meningkatkan daya tarik investasi migas serta meningkatkan keekonomian pengembangan lapangan.

Ia kembali mengungkapkan, industri hulu migas merupakan industri yang sarat akan ketidakpastian, sehingga untuk menarik investasi agar produksi migas meningkat, maka ketidakpastian tersebut harus dikurangi.

“Sumber ketidakpastian tersebut dapat berasal dari eskternal maupun internal. Fluktuasi atau turunnya harga minyak seperti yang kita alami sekarang, termasuk salah satu ketidakpastian dari sisi eksternal,” imbuhnya.

Adapun dari sisi internal, dapat berupa regulasi atau perizinan yang terlalu kompleks, atau terkait insentif pendukung keekonomian lapangan, baik yang berada di dalam maupun di luar jangkauan kontrol Kementerian ESDM.

Arifin Tasrif

Pihaknya telah melakukan sejumlah upaya untuk mengurangi ketidakpastian dengan harapan dapat meningkatkan daya tarik investasi migas di Indonesia, antara lain:

Pertama, penyederhanaan perizinan. Sebagian besar perizinan migas telah dilimpahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal.

“Saya ingin mendengar, sudah seefektif apa sistem pelayanan itu sekarang serta mana-mana yang masih perlu dioptimalkan? Masukan dari konvensi mengenai ini, kami tunggu,” katanya.

Kedua, penyediaan dan keterbukaan data. Melalui Permen ESDM No. 7/2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah telah mendorong keterbukaan akses data bagi para investor. Selain itu, Pemerintah telah berperan aktif untuk penyediaan data baru dari selesainya akuisisi data seismic 2D 32.200 km Open Area.

Ketiga, fleksibilitas sistem fiskal. Telah diberikan kebebasan kepada kontraktor migas untuk menentukan pilihan jenis kontrak, baik menggunakan Gross Split atau Production Sharing Contract (PSC). Sehingga diharapkan investasi di sub sektor migas semakin menarik dan meningkat.

Keempat, integrasi hulu-hilir. Untuk mempercepat waktu monetisasi yang salah satunya diakibatkan adanya gap harga keekonomian lapangan di sisi hulu dan kemampuan serap di sisi hilir, maka disusun kebijakan berupa penurunan harga gas, untuk mendorong tumbuhnya industri domestik. Selain itu saat ini sedang disusun kebijakan Grand Strategi Energi Nasional.

“Kelima, stimulus fiskal. Harus kita sadari bahwa kejayaan migas telah berlalu, untuk itu Pemerintah tidak lagi mengedepankan besarnya bagi hasil (split) untuk negara, tetapi lebih diarahkan mendorong agar proyek migas dapat berjalan melalui pemberian insentif bagi beberapa Plan of Development (POD) yang selama ini dinilai tidak ekonomis oleh kontraktor,” imbuhnya.

“Kami sadar dalam proses perbaikan ini, tentunya terdapat beberapa hal yang dianggap masih belum optimal. Untuk itu masukan dari konvensi ini sangat kami tunggu,” tuturnya lagi.

“Mari bersama-sama kita terlibat aktif dalam usaha peningkatan produksi migas nasional dengan melakukan perubahan paradigma demi Industri Hulu Migas Indonesia yang semakin bermanfat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tandas Arifin mengakhiri sambutannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *