Jakarta, ruangenergi.com — Subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) berkomitmen penuh mendorong transisi energi sektor ketenagalistrikan dengan mengembangkan sejumlah inisiatif energi bersih.
Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara mengatakan, PLN EPI berkomitmen untuk mereduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
“PLN EPI mendukung Holding PLN dalam menegaskan komitmen untuk menjalankan transisi energi demi mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Beragam inisiatif PLN akan berdampak pada pengurangan 3.7 miliar ton CO2e,” kata Iwan.
Selama 4 tahun terakhir, Iwan mengatakan PLN telah menghapus rencana pembangunan 13,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sebelumnya masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). PLN mengganti PLTU Batubara sebesar 800 MW dengan pembangkit gas hingga membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) PLTU batu bara sebesar 1,3 GW.
Komitmen mengakselerasi transisi energi oleh PLN tidak berhenti disitu. PLN turut menginisiasi program Accelerated Renewable Energy Development (ARED)
Dengan ARED, PLN membangun pemerataan kelistrikan nasional melalui Green Enabling Super Grid. Menjadikan sistem kelistrikan Indonesia yang sebelumnya terpisah antar pulau menjadi terhubung satu sama lain dan potensi EBT berskala besar yang belum dimanfaatkan selama ini dapat dimaksimalkan. Pasokan listrik berbasis EBT akan meningkat dari 22 GW menjadi 61 GW.
Kemudian, untuk mengatasi tantangan intermitensi dari sumber EBT, PLN juga membangun smart grid dengan smart power plant dan flexible generation yang dilengkapi smart transmission, smart distribution, smart control center dan smart meter. Lewat ARED ini membuat penambahan kapasitas listrik 75 persen bersumber dari EBT, sementara 25 persen berasal dari gas alam.
“PLN akan bergantung dengan LNG untuk mengkompensasi penurunan produksi atau pasokan dari gas pipa untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional,” Iwan
Iwan menjelaskan, pemanfaatan gas melalui LNG akan meningkat seiring waktu dari porsi saat ini dikisaran 55% menjadi 69% pada 2040 mendatang.
Direktur Gas dan BBM PLN EPI Rakhmad Dewanto dalam The 4th Indo Pasific LNG Summit Bali 2024 mengatakan, inisiatif mendorong energi bersih salah satunya diwujudkan lewat pengembangan green hydrogen.
“PLN menjadi yang terdepan dalam pengembangan green hydrogen di Indonesia dengan menginisiasi ekosistem hidrogen global,” kata Rakhmad.
Ia menjelaskan, PLN berada dalam posisi yang tepat untuk memenuhi pertumbuhan permintaan hidrogen di Indonesia maupun pasar ekspor.
Dengan keunggulan dari sisi produksi dan suplai, PLN memiliki kapasitas untuk berpartisipasi aktif dalam mengembangkan rantai pasok hidrogen di Indonesia.
Hingga saat ini, PLN telah membangun ekosistem green hydrogen secara end to end. PLN telah memiliki 22 Green Hydrogen Plant (GHP) dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga panas bumi, pembangkit listrik tenaga surya, dan renewable energy certificate.
Dari total 22 GHP tersebut, PLN mampu memproduksi 203 ton/tahun green hydrogen. Dimana 75 ton hidrogen ini digunakan untuk kebutuhan operasional pembangkit. Sementara, 128 ton bisa digunakan untuk mendukung kebutuhan lain, termasuk kendaraan hidrogen.
Tak hanya GHP, PLN juga telah memiliki Hydrogen Refueling Station (HRS) atau stasiun pengisian kendaraan hidrogen yang berlokasi di kawasan Senayan, Jakarta. HRS yang diresmikan pada Februari 2024 lalu menjadi HRS pertama di Indonesia.
Dalam mengembangkan ekosistem green hydrogen, PLN kini tengah memulai pilot project untuk mengkonversi excess?produksi green hydorgen menjadi green ammonia untuk program cofiring PLTU milik PLN.
Rakhmad menjelaskan, green ammonia yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar cofiring PLTU Labuan.
“Komitmen pengembangan ekosistem green hydrogen terus dilakukan PLN EPI yang diberikan mandat PLN untuk mendorong pemanfaatan hidrogen sebagai energi bersih sejalan dengan komitmen NZE 2060 mendatang,” pungkas Rakhmad.