Jakarta, Ruangenergi.com – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terus berupaya mengawal program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga untuk masyarakat yang berdomisili di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati berharap, program BBM Satu Harga yang dikawal BPH Migas memberikan multiplier effect (efek berganda) terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah.
“Masyarakat di daerah 3T dapat menikmati harga BBM sama seperti harga BBM di Pulau Jawa. Sehingga keadilan sosial bagi rakyat Indonesia dapat terwujud,” kata Erika dalam Seminar Umum Kebijakan Hilir Migas bersama DPR RI di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa yang dikutip di Jakarta, Rabu pagi.
Menurut Erika, untuk wilayah Nusa Tenggara sudah terbangun 75 penyalur. Di mana 47 penyalur di Nusa Tenggara Timur dan 2 Penyalur diantaranya berada di Sumba Timur.
“Sedangkan untuk rencana pembangunan tahun 2023 hingga 2024, akan dibangun 2 titik lagi, yaitu di Kecamatan Tabudung dan Kecamatan Paberiwai,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menjelaskan soal pentingnya pengawasan subsidi BBM oleh berbagai pihak.
“Kami juga melihat bahwa pentingnya subsidi tepat untuk terus diawasi, baik oleh kami sendiri BPH Migas, maupun juga oleh Pertamina. Termasuk juga bekerja sama dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum,” kata Saleh.
Ia juga berharap dengan pengawasan dari berbagai pihak subsidi BBM dapat tepat sasaran.
“Insya Allah, dengan pengawasan kita bersama, dengan kerja sama semua pihak, maka tujuan agar subsidi tepat sasaran dapat kita raih,” tuturnya.
Anggota Komisi VII DPR RI Herman Herry yang diwakili Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Timur John David berharap seminar ini dapat memberikan solusi dalam pengelolaan energi di Sumba Timur.
“Harapannya kelangkaan BBM di Sumba Timur tidak terjadi,” tuturnya.
Dorong Keselamatan Kerja
BPH Migas juga mengapresiasi badan usaha yang terus melakukan peningkatan kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja atau Health and Safety, Security Environment (HSSE).
Menurut Erika, upaya mitigasi potensi kecelakaan kerja pada industri minyak dan gas bumi (migas) sangat dibutuhkan.
“Ada program dan harus dijalankan secara rutin. Ini memang menjadi kewajiban. Apalagi kemarin ada kejadian-kejadian terkait keselamatan dan keamanan kerja. Sehinggs badan usaha harus waspada,” tegas Erika.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komite BPH Migas, Basuki Trikora Putra. Menurutnya industri sub sektor migas rentan dan memiliki potensi kecelakaan kerja, untuk itu sangat penting dilakukan pencegahan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Keberlangsungan perusahaan itu salah satu back bone (kekuatannya) ada di HSSE. Pembelajaran itu juga bagaimana pencegahan harus dilakukan. Upaya pencegahan adalah hal yang bagus,” pungkas pria yang kerap disapa Tiko itu.
Hadir pada kesempatan tersebut Sekretaris Daerah Kabupaten Sumba Timur Umbu Ngadu Ndamu, Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Wilayah MOR V Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Dwi Puja Ariestya, Sales Area Manager Nusa Tenggara Timur Pertamina Patra Niaga Ahmad Tohir, dan Fuel Terminal Manager Pertamina Terminal BBM Waingapu Pertamina Dedi Sulistyo Widodo.(SF)