Kebun PLTS

Melalui Program FIRE, Indonesia Bangun Kolaborasi Transisi Energi di Kancah Internasional

Jakarta, Ruangenergi.com Pemerintah Indonesia menginisiasi lahirnya kolaborasi antarnegara dalam mengawal proses transisi energi melalui program Friend of Indonesia-Renewable Energy (FIRE).

Program FIRE ini diharapkan mampu memenuhi komitmen Indonesia dalam mereduksi emisi gas rumah kaca sesuai Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 sebesar 29% dari Bussiness As Usual (BAU) dengan kemampuan sendiri, dan 41% dengan bantuan internasional.

Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, saat dialog transisi energi pada gelaran COP ke-26 di Pavilion Indonesia, Glasgow, United Kingdom, (04/11).

“FIRE ini merupakan platform baru mengoordinasikan dukungan internasional dalam mengakselerasi proses transisi energi di Indonesia,” ujar Arifin.

Ia menambahkan, keberadaan program FIRE tetap mempertimbangkan kondisi Indonesia dalam upaya percepatan pengehentian pengoperasian pembangkit berbasis batubara serta membuka jalan bagi Indonesia untuk pencapaian target EBT (Energi Baru dan Terbarukan).

Menteri ESDM

“Program ini akan membantu kami mengembangkan Rencana Energi Jangka Panjang dalam memastikan pencapaian ambisi kami, serta meningkatkan kerjasama dengan mitra domestik dan internasional,” imbuhnya.

Dengan mempertimbangkan peralihan lanskap energi global menuju ekonomi rendah karbon dan Net Zero Emission (NZE), jelas Arifin, Indonesia melakukan exercise kembali yaitu sekitar 9,2 Giga Watt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Uap dapat diberhentikan lebih awal sebelum tahun 2030.

Ia merinci sebanyak 5,5 GW dari PLTU akan dipensiunkan secara dini tanpa adanya penggantian dari pembangkit listrik EBT. Jumlah ini berkontribusi pada pengurangan emisi sebesar 36 juta ton CO2 dengan total investasi yang dibutuhkan adalah US$ 26 miliar.

Sementara, sisanya 3,7 GW akan pensiun dini dan diganti dengan pembangkit listrik EBT. Angka ini akan berkontribusi pada pengurangan emisi total sebesar 53 juta ton CO2 dengan total investasi yang dibutuhkan adalah US$ 22 miliar (sekitar US$ 8 miliar untuk penghentian PLTU dan sisanya US$ 14 miliar untuk EBT).

Guna mencapai hal tersebut, Pemerintah Indonesia kata Arifin memiliki tiga hal penting yang dapat dijadikan lingkup kerja sama dengan mitra internasional, di antaranya :

Pertama, kerjasama melalui technology sharing dan capacity building; Kedua, bantuan teknis dan akses teknologi terkini serta mendukung penciptaan lapangan kerja baru; dan Ketiga, peningkatan investasi di bidang energi terbarukan, efisiensi energi, dan proyek infrastruktur.

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ego Syahrial, menambahkan, guna menjalankan strategi tersebut dibutuhkan dukungan dari lembaga pembiayaan internasional dalam menyelesaikan masalah perubahan iklim di sektor energi.

“Pemerintah Inggris, Republik Federal Jerman, dan Kerajaan Denmark, menunjukkan komitmennya untuk mendukung transisi energi Indonesia. Kami juga telah mengumpulkan dari lembaga pembiayaan internasional, yaitu Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia mengenai bagaimana reformasi fiskal dan struktural perlahan membantu Indonesia keluar dari ketergantuan penggunaan batubara secara bertahap,” kata Ego.

Lebih jauh, Ego mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen dalam berkontribusi pada tujuan NZE global melalui pendanaan iklim yang memadai dan transfer teknologi yang andal.

“Oleh karena itu, kami akan menyambut baik dukungan dan kontribusi masyarakat internasional dan negara-negara maju, karena kami bercita-cita untuk memimpin dengan memberi contoh,” tandas Ego

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *