Migas Masih Jadi Barang Penting

Jakarta, Ruangenergi.com –  Iklim investasi minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi barang penting dalam beberapa tahun ke depan, hal tersebut diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, beberapa waktu lalu.

Pasalnya, tingginya risiko investasi migas menjadi tantangan tersendiri di tengah pola perubahan konsumsi energi yang lebih mengedepankan energi bersih. Terlebih lagi, Pemerintah mempunyai visi mewujudkan kemandirian energi.

Akan tetapi, seharusnya hal ini dapat diimbangi dengan kemampuan memproduksi bila ingin menekan impor bahan bakar fosil tersebut.

“Memang kalau dilihat dari sejarahnya, tahun 70-an bisa menghasilkan 1 juta barel per hari (bph) dan kita menjadi anggota OPEC, tapi tahun 2000an sumber kita sudah decline sampai sekarang hanya bisa memproduksi di atas 700 ribu bph. Ini menjadi tantangan kita mengingat demand terus meningkat. BBM dan LPG sebagai subtitusi minyak tanah kita impor,” jelas Arifin, (28/09).

Arifin menjelaskan, guna mengatasi hal tersebut, pemerintah terus mendorong kegiatan eksplorasi migas nasional mengingat masih banyaknya potensi yang belum digarap.

Dengan begitu, ia berkeyakinan, akan terjadi peningkatan cadangan sekaligus menjadi sumber pasokan utama kebutuhan energi nasional.

“Kita punya 128 cekungan (migas) yang masih ada 68 cekungan lagi belum dieksplorasi untuk mengurangi ketergantungan impor kita ke depan,” beber Arifin.

Selain itu, optimalisasi kilang juga menjadi jalan lain dalam mengatasi keterbatasan pengelolaan migas. Kementerian ESDM menargetkan proyek pengembangan kilang atau Refinery Development Masterplan Program (RDMP) di Dumai, Balikpapan, Balongan dan Cilacap dan kilang baru atau Grass Root Refenery (GRR) di Bontang dan Tuban akan tuntas pada tahun 2027.

“Mudah-mudahan ini bisa merespons kebutuhan (kebutuhan dalam negeri),” imbuhnya.

Lebih lanjut, Ia mengatakan, program pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), hilirisasi batubara, dan jaringan gas bisa menjadi salah satu strategi pemerintah dalam menekan angka impor BBM (Bahan Bakar Minyak).

“Kita punya potensi gas cukup besar. Kalau tidak ada eksplorasi baru masih ada cadangan waktu 20 tahun lagi. Makanya, kita harus masif memasang jaringan gas ke masyarakat,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, saat ini PT Pertamina (Persero) masih melakukan impor minyak mentah sekitar 250 – 300 ribu barel per hari.

Pertamina memproyeksikan bahwa kebutuhan impor BBM akan mengalami peningkatan jika pembangunan kilang tidak dilakukan. Akan tetapi, sampai dengan beroperasinya kilang baru yang akan beroperasi sebelum 2024, Pertamina akan mengimpor sekitar 250.000 barel per hari

Setelah pembangunan kilang selesai dan bertambahnya kapasitas kilang Balikpapan, impor BBM akan mengalami penurunan, crude-nya naik, BBM akan turun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *