OPINI: Mineral Security Partnership dan Geostrategi Energi

Jakarta, ruangenergi.com-Mineral Security Partnership (MSP) atau Kemitraan Keamanan Mineral merupakan
inisiatif dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang diluncurkan pada tahun 2022.

Inisiatif ini saat ini berkolaborasi dengan 14 negara, termasuk Australia, Kanada, Jepang, Jerman, Finlandia, dan Uni Eropa (EU). Tujuannya adalah untuk mempercepat investasi dari pemerintah dan swasta dalam rantai pasokan mineral global yang bertanggung jawab.

Beberapa negara besar penghasil mineral seperti RRC, Rusia, Argentina, Cile, dan Malaysia tidak bergabung dengan MSP. Meskipun India diklaim ikut serta, negara tersebut sering menyuarakan kritik yang mewakili pandangan dan kepentingan negaranegara berkembang.

Fokus Utama MSP

MSP menekankan perlunya proyek-proyek energi berbasis mineral dan logam dikelola dengan praktik teknologi bersih yang meliputi penambangan, ekstraksi dan pembersihan, pemrosesan dan pengilangan, hingga daur ulang. Fokus utamanya adalah pada komoditas seperti litium, kobalt, nikel, mangan, grafit, logam tanah jarang (rare earth), dan tembaga.

MSP hanya mendukung proyek-proyek yang memenuhi standar lingkungan global, meningkatkan nilai lokal, serta memajukan kehidupan masyarakat setempat. Transisi energi bersih global hanya akan tercapai jika negara-negara melaksanakan proyek-proyek ini dengan baik. Ini berarti bahwa negara-negara yang tidak
mengikuti standar tersebut berpotensi dihalangi atau diboikot dari komunitas global terkait
pendanaan, alih teknologi, dan pemasaran.

Data dari IEA Critical Minerals Market Review 2023

Berdasarkan data dari IEA Critical Minerals Market Review 2023, tiga negara terbesar pemroses mineral kritis di tingkat global adalah RRC, Indonesia, dan Cile. RRC merupakan produsen dan pemroses 65% litium, diikuti oleh Cile dengan 29%, dan Argentina dengan 5%. Indonesia menghasilkan 43% nikel, diikuti oleh RRC dengan 17% dan Rusia dengan 5%.

RRC juga memimpin dalam tembaga dengan 42%, diikuti oleh Cile dengan 9% dan Jepang dengan 6%. Kobalt dihasilkan dan diproses oleh RRC sebanyak 74%, Finlandia sebanyak 10%, dan Kanada sebanyak 5%. Adapun logam tanah jarang (rare earth) dihasilkan RRC sebesar 90%, diikuti Malaysia dengan 9% dan Estonia dengan 1%. Bahkan grafit 100% keberadaannya adalah di RRC.

Pentingnya Mineral Kritis

Mineral-mineral kritis di atas merupakan komponen utama untuk teknologi energi bersih, aplikasi sistem pertahanan, dan teknologi manufaktur. Litium, kobalt, nikel, dan grafit misalnya, merupakan komponen penting untuk baterai kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi. Logam tanah jarang (rare earth) adalah komponen penting untuk magnet turbin angin, kendaraan listrik, serta teknologi pertahanan seperti amunisi berpemandu presisi dan sistem komunikasi terkemuka.

Alat utama sistem pertahanan konvensional berbasis logam seperti besi dan tembaga, yang sebagian besar
dominasinya ada di RRC. Keunggulan teknologi ada di Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa.

Geopolitik dan Geostrategi

Inisiatif MSP dari Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya dapat dipandang sebagai bagian dari kebijakan penyeimbangan (rebalancing policy) untuk menekan negara-negara produsen. Faktor perlindungan lingkungan, demokrasi (pelibatan masyarakat lokal yang diwakili dan disuarakan oleh lembaga sosial masyarakat), dan kekuatan mendikte pasar serta teknologi merupakan senjata geopolitik yang ampuh. Hal
ini sah-sah saja.

Pada pertengahan Juli 2024, Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang membidangi Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan Lingkungan, Jose Fernandez, mengunjungi Indonesia untuk membahas mineral kritis. Beberapa kekhawatiran yang disampaikan termasuk perhatian terhadap aspek lingkungan, pelibatan masyarakat lokal, serta dominasi perusahaan-perusahaan dari RRC di Indonesia.

Kolaborasi dengan Indonesia

Bahasa santun Fernandez adalah, “Kami percaya bahwa kolaborasi Indonesia jika bergabung dengan MSP akan membawa investasi yang lebih baik bagi Indonesia, bukan sembarang investasi, tetapi investasi yang memberikan manfaat bagi komunitas, menghormati undang-undang perburuhan, serta menegakkan undang-undang lingkungan.”

Fernandez juga mengatakan bahwa Indonesia adalah satu dari tujuh negara yang didukung untuk menjadi pusat (hub) semikonduktor.

Menanggapi hal tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengharapkan kemudahan kerja sama seperti yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat dengan Jepang juga diterapkan dengan Indonesia. Pak Airlangga menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia dan Fernandez mendiskusikan cara untuk mengembangkan mineral kritis dan juga akan bekerja sama dalam Mineral Forum yang dapat
dikembangkan sebagai platform atau forum untuk rantai pasokan. Posisi normatif yang disampaikan oleh Menko Airlangga sudah tepat.

Posisi Indonesia dalam Rantai Pasokan Mineral Kritis Indonesia memiliki posisi tawar yang baik dengan sumber daya mineral kritis, termasuk tembaga dan kobalt. Untuk memenuhi standar lingkungan dan hukum yang adil, perlu disampaikan bahwa kerangka regulasi lingkungan seperti kewajiban AMDAL dan pelibatan masyarakat telah diakomodir dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Undang-undang Nomor 32 tahun 2009).

Aspek pertambangan menyangkut tata pertambangan yang baik, perlindungan lingkungan,
reklamasi, dan kegiatan pasca-tambang sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola lingkungan dan sosial (Environmental Social Governance) juga telah dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara.

Indonesia juga melaksanakan tata kelola dan transparansi melalui langkah-langkah anti korupsi. Indonesia adalah anggota EITI (Extractive Industries Transparency Initiative), yang juga mendorong pertambangan yang bertanggungjawab.

Dalam konteks manajemen risiko, dalam proyek-proyek pertambangan, selalu didahului daengan
penilaian risiko lingkungan dan sosial. Meskipun belum sempurna, langkah-langkah ini patut diapresiasi
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa juga telah diundang untuk berinvestasi langsung di Indonesia di sektor mineral dan pertambangan.

Peningkatan nilai tambah adalah salah satu tujuan Sustainable Development Goals (Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan). Hilirisasi adalah cara untuk mempercepatnya, memberikan keseimbangan dan keadilan bagi negara dan masyarakat tuan rumah dengan negara investor, termasuk untuk mendapatkan tolok ukur (benchmark) yang baik dalam pengelolaan tambang.

Sebagai negara yang menganut politik bebas aktif, Presiden Terpilih Bapak Prabowo Subianto telah melakukan kunjungan ke berbagai negara di belahan Barat seperti RRC, Rusia, Turki, serta membuka diri kepada Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ini adalah sinyal yang baik yang juga perlu dimanfaatkan oleh Pemerintah Amerika Serikat, siapapun yang kelak terpilih menjadi presidennya. Sesuai dengan namanya, MSP adalah Partnership atau Kemitraan. Kemitraan menghargai kesetaraan, keseimbangan, diskusi serta kesediaan untuk mendengar dan didengarkan. Kemitraan bukan pemaksaan terms atau
syarat sepihak. Itulah sesungguhnya esensi Negara dan masyarakat beradab dan berdaulat. Indonesia, Amerika Serikat serta Negara-negara lainnya hidup dan berkolaborasi dalam semangat tersebut.

Jakarta, Agustus 2024
Dr. Sampe L. Purba, Staf Ahli Menteri ESDM (2019-2023), Doktor Bidang
Geostrategi Energi, alumni Universitas Pertahanan RI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *