Jakarta,RuangEnergi.com-Berita mengenai pembatasan impor batubara Australia sudah mulai ada sebelum Golden Week Holiday, mulai tanggal 1 Oktober 2020, di Tiongkok. Hanya saja dampaknya baru dirasakan di akhir minggu kemarin pada saat pembeli dari Tiongkok mulai aktif membeli batubara ke pasar seaborne. Permintaan dikhususkan kepada pemasok dari Indonesia dan Rusia.
Jika dilihat, keuntungan lebih banyak akan diperoleh produsen Indonesia dibanding Rusia yang mana Rusia akan menghadapi kendala logistik di musim dingin. Permintaan dari Tiongkok kepada produsen Indonesia telah berdampak positif kepada kenaikan harga batubara mid-CV dan low-CV yang cukup signifikan dalam 2 hari terakhir.

“Ini semua tergantung demand dari Tiongkok sih.Kalau soal supply dari kita ya buannnyak, hehe,” kata Direktur Executive Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia dalam bincang santai ruangenergi.com,via telepon,Kamis (15/10/2020) di Jakarta.
Hendra menambahkan, kondisi pandemi Covid-19 ini berdasarkan data impor China di 2017 – 2019 itu meningkat,kecuali di 2020 (sejak April – sekarang) menurun.
China Dikabarkan Boikot Batubara Australia
Dalam catatan ruangenergi.com, didapat informasi bahwa China diam-diam memboikot batu bara asal Australia. Otoritas bea cukai negeri Tirai Bambu telah memberi tahu pembuat baja dan operator pembangkit listrik negara itu, untuk berhenti mengimpor komoditas ini.
Langkah tersebut dilakukan di tengah ketegangan yang berlangsung antara kedua negara. Ini dilaporkan akan mempengaruhi baik batubara termal (steaming coal) maupun kokas (coking coal).