BBM

Pemerintah Terbitkan Perpres 69/2021, Perubahan Kedua Perpres 191/2014

Jakarta, Ruangenergi.com Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 69 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Dalam salinan dokumen yang diterima Ruangenergi.com, Peraturan tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan mulai diberlakukan pada 3 Agustus 2021.

Dalam pertimbangannya  : a. bahwa untuk optimalisasi pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak, serta menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan hukum, perlu mengubah Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Juail Eceran Bahan Bakar Minyak;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak;

Untuk itu, Presiden Jokowi memutuskan dalam Pasal I, beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 399) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 83) diubah sebagai berikut :

1. Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 8A sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 8A
(1) Penugasan melalui penunjukan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 8 ayat (1) dapat dilaksanakan oleh anak perusahaan Badan Usaha dengan ketentuan :

a. kepemilikan saham langsung oleh Badan Usaha lebih dari 50% (lima puluh persen); dan

b. memiliki Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi.

(2) Dalam hal penugasan melalui penunjukan langsung akan dilaksanakan oleh anak perusahaan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus menyampaikan rencana pelaksanaan penugasan kepada Badan Pengatur.

(3) Badan Pengatur mencantumkan pelaksanaan penunjukan langsung yang dilakukan oleh anak perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam penetapan penugasan kepada Badan Usaha.

(4) Penetapan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Badan Pengatur disampaikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

(5) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan penyediaan dan_ pendistribusian Jenis BBM Tertentu yang dilaksanakan oleh anak perusahaan.

2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

(1) Penugasan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada Badan Usaha yang memiliki Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi dan memiliki dan/atau menguasai fasilitas penyimpanan dan fasilitas distribusi.

(2) Kepemilikan dan/atau penguasaan fasilitas penyimpanan dan fasilitas distribusi oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui anak perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A.

(3) Badan Usaha penerima penugasan dalam melaksanakan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu wajib menjamin ketersediaan Jenis BBM Tertentu. dan memprioritaskan pemanfaatan produksi kilang dalam negeri.

(4) Badan Usaha penerima penugasan’ melalui penunjukan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib memiliki kilang minyak dan gas bumi dalam negeri.

(5) Kepemilikan kilang minyak dan gas bumi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui anak perusahaan.

3. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

(1) Menteri menetapkan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.

(2) Harga jual eceran Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Tanah (Kerosene) di titik serah, untuk setiap liter merupakan nominal tetap yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

(3) Jenis BBM Tertentu) untuk Minyak Tanah (Kerosene) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk setiap liter diberikan subsidi.

(4) Harga jual eceran Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Solar (Gas Oi) di titik serah, untuk setiap liter, dihitung dengan formula yang terdiri atas harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai dikurangi subsidi, dan ditambah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

(5) Harga jual eceran Jenis BBM Khusus Penugasan di titik serah untuk setiap liter, dihitung dengan formula yang terdiri atas harga dasar ditambah biaya tambahan pendistribusian di wilayah penugasan, serta ditambah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

(6) Menteri menetapkan besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) untuk perhitungan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Solar (Gas Oil) dan Jenis BBM Khusus Penugasan.

(7) Dalam hal terdapat perubahan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan harga jual eceran Jenis BBM Khusus Penugasan berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

(8) Menteri dapat menetapkan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan berbeda dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dengan mempertimbangkan :

a. kemampuan keuangan negara;
b. kemampuan daya beli masyarakat, dan/atau,
c. ekonomi riil dan sosial masyarakat,

berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

(9) Menteri menetapkan formula harga dasar yang terdiri dari biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin.

(10) Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditetapkan setelah mendapatkan pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

(11) Biaya perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) merupakan biaya penyediaan BBM dari produksi kilang dalam negeri dan/atau impor sampai dengan Penyalur/Terminal BBM/ Depot.

(12) Menteri menetapkan besaran harga dasar mengacu pada formula harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (9).

(13) Untuk menetapkan harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (12), Menteri menetapkan harga indeks pasar yaitu harga produk BBM yang merupakan bagian dari biaya perolehan yang digunakan untuk menghitung harga dasar Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.

4. Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14A sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 14A :
(1) Harga jual eceran Jenis BBM Umum di titik serah untuk setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh Badan Usaha berdasarkan formula harga tertinggi yang terdiri atas harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

(2) Harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan formula yang terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin.

5. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 16 :
(1) Subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dihitung dari harga jual eceran setiap liter Jenis BBM Tertentu) untuk Minyak Tanah (Kerosene) tanpa Pajak Pertambahan Nilai dikurangi harga dasar setiap liter Jenis BBM Tertentu untuk Minyak Tanah (Kerosene).

(2) Subsidi untuk Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Solar (Gas Oil) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) merupakan subsidi tetap yang mengacu pada besaran subsidi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan _ Belanja Negara dan/atau perubahannya.

(3) Dalam hal terdapat perubahan besaran subsidi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara menetapkan perubahan besaran subsidi yang mengacu kepada kebijakan Pemerintah.

6. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 16A :
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau reviu perhitungan oleh auditor yang berwenang terdapat kelebihan dan/atau kekurangan penerimaan Badan Usaha penerima penugasan sebagai akibat dari penetapan harga jual eceran BBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (7), dan ayat (8), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara menetapkan kebiakan pengaturan kelebihan dan/atau kekurangan penerimaannya setelah berkoordinasi dengan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.

7. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut ;

Pasal 20 :
Ketentuan mengenai penugasan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 8A, dan Pasal 9 berlaku secara mutatis mutandis. terhadap penugasan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Khusus Penugasan.

8. Di antara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 21A sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 21A :
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, penugasan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini tetap berlaku.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *