Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti,

Pengelolaan Kawasan Hutan untuk Energi Biomassa

Jakarta, Ruangenergi.comKementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) menyebutkan Pemerintah dalam hal ini (KLHK/ Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) telah mengalokasikan lahan seluas 12,7 juta hektar dan mendorong hutan tanaman industri untuk energi.

Hal tersebut dikatakan oleh, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, dalam sebuah webinar “Pengelolaan Kehutanan Untuk Pengembangan Energi Biomassa”, (23/03).

Ia mengungkapkan, hal ini guna mencapai target penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025 mendatang.

Menurutnya, energi biomassa yang berasal dari wood pellet dan wood chip guna meningkatkan nilai tambah dan memberikan kontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 67,0 juta ton pada tahun 2030 hingga 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan pihak internasional.

“Energi energi dari biomassa ini memiliki potensi pengurangan emisi GRK sebesar 10 kali lebih rendah dari energi yang bersumber dari energi fosil. Seperti negara lain, salah satunya yakni Korea Selatan telah mewajibkan penggunaan PLTU Co-firing sebesar 10% guna meningkatkan penggunaan EBT,” tuturnya.

 

Ia menyebutkan, sektor energi menjadi tumpuan kedua setelah kehutanan, untuk itu dalam menjalankan semua ini Pemerintah sangat membutuhkan bantuan dari semua pihak misalnya dari hal teknologi dan sebagainya.

“Pengelolaan kawasan hutan untuk energi biomass ini, kami sampaikan sekali lagi bukan deforestasi, jadi biomass berkualitas itu berkualitas itu berasal dari tanaman yang memiliki kalori tinggi yang ditanam pada lahan hutan tanaman industri atau dari limbah (gergajian) industri kayu yang diolah hingga menghasilkan panas sekitar 4.200 kilo kalori per kilogram,” terangnya.

Selain itu, lanjutnya, Co-firing pada Pembangkit Listrik Biomassa juga dapat dimanfaatkan sebagai penghangat, dan potensi ekspor produk kehutanan ini sangat besar dan dapat dioptimalkan.

“Adapun tanaman yang dapat dimanfaat sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Biomassa yakni Kaliandra, Akasia, Gamal dan sebagainya. Selain memiliki kalori yang tinggi juga tanaman tersebut dapat tumbuh di lahan yang kurang subur. Bahkan tanaman tersebut juga dimanfaatkan untuk reklamasi tambang pada tahapan revegetasi lahan,” imbuhnya.

Hal lain dikatakan oleh Nani Hendiarti yakni kebutuhan PT PLN (Persero) untuk energi yang bersumber dari Biomassa ini sangat besar, tercatat dalam data yang dimiliki Kemenko Marves yakni sebesar 8 juta ton per tahun.

“Lantas apakah kebutuhan ini dapat terpenuhi oleh industri kayu, tentu nanti bersama-sama. Jadi potensi biomassa ini ada beberapa source (sumber). Untuk itu perlu kajian yang lebih mendetail termasuk teknologi dan bagaimana kebijakannya bisa dioptimalkan,” katanya.

Lebih jauh, Nani mengungkapkan, Pihaknya akan berdiskusi lebih lanjut mengenai pemenuhan bahan baku Pembangkit Listrik Biomassa terhadap industri kayu, bukan hanya untuk kebutuhan PLN saja, tetapi mungkin arah kebijakan bagaimana PLN bisa melakukan transisi ke energi yang ramah lingkungan.

“Sebab, kita dituntut untuk menyiapkan energi transisi agar penggunaan energi fosil dapat dikurangi dan digantikan dengan Energi Terbarukan dan energi yang lebih clean (bersih),* tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *