Jakarta, Ruangenergi.com – Dewan Energi Nasional (DEN) menggelar rapat koordinasi bersama dengan lembaga instansi terkait membahas mengenai Sinkronisasi Kebijakan dan Strategi Percepatan Pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Indonesia.
Rakor tersebut dihadiri oleh Anggota DEN dari Pemangku Kepentingan yaitu Agus Puji Prasetyono, Musri, Satya Widya Yudha, Herman Darnel Ibrahim, Daryatmo Mardiyanto, Eri Purnomohadi, As Natio Lasman, dan Yusra Khan.
Kemudian, Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan BAPPENAS Yahya Rachmana Hidayat; Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto; Kepala BATAN Anhar Riza Antariksawan; Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya; Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Suparman; Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Yunus Saefulhak; Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Mustika Pertiwi; serta Kepala Biro Umum, Totoh Abdul Fatah.
Dalam pembukaannya, Anggota DEN, Agus Puji Prasetyono, mengatakan bahwa kondisi saat ini perlu adanya strategi baru sebagai upaya mendorong ketahanan energi serta keikutsertaan Indonesia untuk mendukung Paris Agreement untuk membatasi kenaikan suhu global meningkat tidak lebih dari 2 derajat Celcius relatif terhadap pre-industrial levels dan untuk mencapai kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat Celcius, serta diusulkan untuk mencapai Emisi Nol Bersih pada pertengahan abad 21 ini.
“Proposisi kebijakan menuju net zero emission transisi energi dilakukan dengan tetap menjaga ketahanan energi nasional yaitu dalam koridor ketahanan energi 4A (availability, accessability, affordability, and acceptability) serta transisi energi tidak membebani perekonomian,” kata Agus Puji.
Ia menambahkan, pengembangan PLTN sudah diakomodir dalam kebijakan Pemerintah, sebagai contoh menurut UU No.10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran mengamanatkan dua badan, BATAN sebagai organisasi pendukung teknis ketenaganukliran dan BAPETEN sebagai regulator ketenaganukliran.
Selain itu, lanjutnya, UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 juga mengamanatkan pembangunan PLTN dengan tingkat keamanan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan dan pemanfaatan listrik pada tahun 2025.
Saat ini Pemerintah juga sedang menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN), visi GSEN adalah Terwujudnya bauran energi nasional berdasarkan prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi yang berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.
Salah program GSEN ialah membangun transmisi & distribusi listrik, smart grid, off grid dan PLTN sesuai kebutuhan serta pembentukan Nuclear Energy Programme Implementing Organitation (NEPIO).
Menurutnya, beberapa upaya yang perlu dilakukan yakni, menetapkan posisi Indonesia dan melakukan rencana aksi untuk pengembangan nuklir, kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan, kelembagaan, dan pendanaan dalam persiapan pengembangan PLTN, perlu ada keselarasan antara RUU EBT dengan revisi UU Nuklir, membangun PLTN pada tahap awal menggunakan SMR (SKALA KECIL) khususnya di kawasan industri yang dapat menyesuaikan kebutuhan, misalnya 4×50 MW serta kesiapan kelembagaan dan rencana pengembangan PLTN diusulkan untuk dibahas dalam Sidang Anggota DEN.
Sementara, menurutnya Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto, sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, DEN merupakan suatu lembaga yang bersifat nasional, mandiri, dan tetap, yang bertanggungjawab atas kebijakan energi nasional.
Tugas DEN yakni merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional, menetapkan rencana umum energi nasional, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi dan mengawasi pelaksanaan kebijakan bidang energi yang bersifat lintas sektor serta mengatur ketentuan mengenai jenis, jumlah, waktu dan lokasi cadangan penyangga energi.
Kemudian, Kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan, menuturkan bahwa perlu adanya komitmen kuat jangka panjang dari Pemerintah untuk pengembangan PLTN nantinya.
“Komitmen Pemerintah akan menjadi jaminan investor untuk dapat membantu dan mendorong pengembangan PLTN. Dalam pembangunan PLTN terdapat 19 issue infrastruktur yang perlu diperhatikan. Pembangunan PLTN memiliki 3 tahapan,” paparnya.
Tahap pertama, katanya, pertimbangan menuju penetapan pelaksanaan proyek. Tahap kedua, melakukan persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN, dan tahap ketiga yakni implementasi pembangunan dan pengoperasian PLTN.
Selain itu, Anhar melanjutkan, agar perlu dibentuknya NEPIO, tanggung jawab keseluruhan dari NEPIO adalah memimpin dan mengelola usaha untuk mempertimbangkan dan mengembangkan program energi nuklir nasional.
Sementara, Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir, Suparman mengatakan bahwa ada 2 metode pendanaan PLTN komersial, pertama pola konvensional dan kedua pola pendanaan alternatif.
Untuk membiayai proyek PLTN di negara berkembang seperti Indonesia, pola pendanaan dengan skema listrik swasta (IPP) diperkirakan sulit untuk berjalan.
“Tingginya biaya kapital, lamanya konstruksi dan tingginya risiko khas PLTN diperkirakan tidak menarik bagi investor/lender/bank. Hanya akan berjalan apabila digaransi oleh negara, disponsori oleh negara, sebagian dibiayai oleh ekuiti negara/utility dan sebagian dibiayai oleh pinjaman luar negeri dengan jaminan Negara. Oleh sebab itu, perlu adanya komitmen yang kuat oleh Pemerintah dalam mendukung pembangunan PLTN,” imbuh Anhar.
Menurut, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya beberapa tahun lalu telah dibentuk SK Tim Menteri ESDM dengan kegiatan “Fasilitasi dan Pelaksanaan Task Force Persiapan Pembangunan PLTN di Indonesia”.
Di mana, tugas tim ini antara lain melakukan koordinasi dalam rangka persiapan pembangunan PLTN di Indonesia, mengidentifikasi kebutuhan regulasi terkait dengan rencana pembangunan PLTN, dan membahas pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO). Menurutnya beberapa model NEPIO yang dikembangkan dibeberapa Negara.