Jakarta, ruangenergi.com- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih menantikan keputusan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), terkait wilayah kerja yang tidak ekonomis dan sebagainya.
SKK Migas berkata, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM No 110.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan dalam Rangka Optimalisasi Produksi Minyak dan Gas Bumi.
“Terkait wilayah kerja yang tidak ekonomis dan sebagainya, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM No 110.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan dalam Rangka Optimalisasi Produksi Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas telah melakukan langkah-langkah untuk implementasi dari regulasi tersebut, seperti sudah mengumpulkan CEO KKKS pada 1 November 2024 dan mendata blok tersebut serta menyampaikan hasilnya ke Pemerintah. Kita tunggu keputusan yang akan diambil Pemerintah di tahun 2025 sesuai tata waktu yang ada di Permen ESDM Nomor No 110.K/MG.01/MEM.M/2024,” kata Kepala SKK Migas Djoko Siswanto yang diwakili Kepala Divisi Program dan Komunikasi (Prokom) Hudi D.Suryodipuro menjawab pertanyaan ruangenergi.com, Kamis (28/11/2024), di Jakarta.
Ruangenergi.com menyampaikan beberapa pertanyaan tertulis kepada Kepala SKK Migas Djoko Siswanto, sebagai berikut:
Hingga tahun 2024, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mengelola lebih dari 58 blok migas melalui anak perusahaan, perusahaan patungan, dan afiliasi baik di dalam maupun luar negeri. Pertanyaannya, dari 58 blok tersebut, ada berapa banyak lapangan migas yang menghasilkan produksi? Bagaimana dengan lapangan migas yang ada produksinya namun dirasakan oleh Pertamina tidak ekonomis bahkan cenderung dijadikan sleeping area?
Kenapa SKK Migas tidak usulkan kepada Kementerian BUMN untuk membentuk Low Cost Company di Hulu Migas untuk ditunjuk special mengelola lapangan tidak ekonomis tadi? Tentu saja di LCC Upstream tadi, Pertamina bisa berkontribusi letakan modal atau farm in di dalamnya dan sisanya modal diserahkan kepada BUMN lain atau Badan Usaha lainnya yang berminat kerja sama di sana. Pertamina di LCC Upstream tadi, bisa meletakkan modal atau pegang interest paling minim ketimbang BUMN lain atau BU yang berminat ikutan di dalamnya.
Kemudian, ditanyakan ke Kepala SKK Migas, pada tahun 2024, terdapat 15 proyek strategis nasional (PSN) di sektor hulu migas yang ditargetkan untuk onstream. Proyek-proyek ini diperkirakan akan menambah produksi sebesar 41.992 barel minyak per hari (BOPD) dan 324 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD). Total investasi untuk proyek-proyek ini mencapai sekitar 560,1 juta dolar AS. Apakah di tahun 2025 mendatang SKK Migas akan Kembali usulkan PSN di hulu migas? Jika ya, di mana PSN tersebut, apa alasan penetapannya? Apa beda PSN dengan Proyek Strategis Hulu Migas (PSM)?
Jawaban SKK Migas:
Pemerintah melalui Bappenas pada tanggal 18 November 2024 sudah mengusulkan agar proyek Andaman menjadi PSN ditahun 2025 dan menjadi bagian dari RPJMN 2025-2029. Ini tentu kabar yang sangat baik, semoga benar pada akhirnya proyek Andaman bisa ditetapkan sebagai PSN di tahun 2025.
Saat ini kita sedang fokus mendorong percepatan POD temuan besar di Andaman yang dioperasikan oleh Mubadala Energy agar POD bisa disetujui di 2025. Semoga saja setelah tahapan POD Proyek Andaman disetujui, selanjutnya semoga ada kabar baik berikutnya dengan penetapan sebagai PSN.
Tentu saja PSN adalah sesuatu yang sangat berarti untuk setiap proyek, apapun itu termasuk proyek hulu Migas yang investasi yang sangat besar dan dampak positif yang dihasilkan tentu Pemerintah akan memberikan perhatian khusus agar proyek tersebut tidak ada kendala dan bisa selesai sesuai tata waktu yang telah ditetapkan dan mendapatkan kemudahan dalam berkoordinasi dan mendapatkan dukungan dari instansi terkait.
Pertanyaan berikutnya ke SKK Migas, apa ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) bagi SKK Migas untuk mewujudkan Asta Cita Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka, khususnya tentang swasembada energi? Bagaimana upaya SKK Migas mengatasi ATHG tersebut? Mohon info.
Jawaban SKK Migas:
SKK Migas telah mengidentifikasi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) yaitu antara lain : perbaikan iklim investasi dengan percepatan penerbitan revisi PP 27/2017 dan 53/206, percepatan waktu persetujuan perizinan (UKL/UPL dan Amdal), Perizinan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk industri Hulu Migas, PBB tubuh bumi dan permukaan hanya dikenakan yang digunakan untuk lifting migas sedangkan aset yang tidak digunakan tidak dikenakan PBB, kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut, percepatan pembangunan infrastruktur gas yang terintegrasi, penuntasan masalah ilegal drilling dan illegal refinary, ketentuan master list yang mengatur imor barang untuk operasi Hulu Migas belum sesuai dengan assume and discharge yang ada dalam PSC
ATHG tersebut sudah kami sampaikan ke instansi terkait maupun mitra terkait. Kami secara resmi juga sudah menyampaikan kepada Menteri ESDM apa saja ATHG yang menyebabkan gangguan terhadap upaya-upaya dalam meningkatkan produksi dan lifting Migas. Pada RDP dengan mitra DPR Komisi XII minggu lalu SKK Migas juga mendapatkan pertanyaan serupa dan kami sudah menyampaikan ATHG tersebut.
“Kami sangat memberikan apresiasi kepada Bapak Menteri ESDM Bahlil Lahadali dan Wakil Menteri ESDM Yuliot yang telah melakukan langkah dan memberikan dukungan kepada industri Hulu Migas agar ATHG tersebut bisa dihilangkan, termasuk juga mitra di Komisi XII yang turut menggaungkan dan mendorong instansi terkait agar permasalahan ATHG di hulu Migas bisa diselesaikan.
Tentu semua itu ditujukan agar iklim investasi di hulu migas kondusif dan berdaya saing sehingga dapat memberikan kontribusi dalm mendukung tercapai salah satu target Asta Cita Prabowo Subianto dan Giran Rakabuming Raka yaitu Swasembada Energi,” pungkas Hudi mengakhir jawaban SKK Migas.