Tutuka Ariadji: Konsumsi Minyak Indonesia Lebih Besar Dibandingkan Produksi

Jakarta,ruangenergi,com-Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Aridji menyampaikan, konsumsi minyak Indonesia lebih besar dibandingkan produksi. Sedangkan gas, kondisinya lebih baik dengan surplus produksi serta cadangan yang lebih besar. Dengan tercapainya target produksi minyak 1 juta BOPD akan menekan impor minyak dari 1,1 juta BOPD menjadi 324.000 BOPD dan penghematan devisa dari 2021 hingga 2040 sebesar US$ 14,1 miliar per tahun.

Ditjen Migas bersama SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah mengidentifikasi profil produksi yang direncanakan dari masing-masing KKKS dan diketahui bahwa pada tahun 2030, total produksi minyak sekitar 1 juta BOPD. “Tim dari Ditjen Migas sudah mengkonfirmasi ke KKKS dan menghasilkan profil tidak jauh dari 1 juta BOPD. Kemudian SKK Migas menambahkan menjadi 1 juta BOPD,” tutur Dirjen Migas.

Pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi peningkatan produksi yaitu program work routine seperti infill drilling/step out pada lapangan eksisting dan work over/well service. Selain itu, dilakukan percepatan transformasi resources menjadi produksi, dengan mempercepat POD baru dan POD pending.

“Program peningkatan produksi juga dilakukan dengan penggunaan Enhanced Oil Recovery (EOR) seperti chemical EOR, CO2 Injection dan steamflood,” jelas Dirjen Migas.

Upaya lain untuk meningkatkan produksi migas adalah pemberian insentif hulu migas, pengembangan migas non konvensional (MNK), fleksibilitas bentuk kontrak kerja sama, percepatan pengembangan EOR, serta eksplorasi secara massif dan akuisisi data.

Untuk mewujudkan target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD di tahun 2030 tersebut, Menteri ESDM telah membentuk 6 Task Force yang berfokus pada tiap-tiap program yaitu Task Force Percepatan POD, Task force Percepatan Drilling, Task Force EOR, Task Force Fiscal Insentives, Task Force Migas Non Konvensional dan Task Force Eksplorasi.

Sementara Waluyo selaku Dewan Pengawas Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keteknikan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (PAKKEM) memaparkan, dinyatakan dalam Pasal 40 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Badan Usaha (BU)/Bentuk Usaha Tetap (BUT) mempunyai kewajiban untuk tetap menjamin standar, mutu yang betlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menetapkan kaidah keteknikan yang baik, serta menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha migas.

Keselamatan migas terdiri dari keselamatan pekerja, instalasi, lingkungan dan umum. Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan keselamatan migas guna terciptanya kegiatan usaha migas yang handal, aman, efisien dan produktif.

SMKM bertujuan menjamin terwujudnya operasi migas yang optimal, efektif dan efisien dengan menciptakan kondisi yang aman bagi pekerja dan masyarakat di sekitar instalasi, kondisi andal bagi instalasi dan kondisi ramah lingkungan.

“Tujuan lainnya, acuan dan pedoman bagi BU dan BUT dalam mengembangkan dan melaksanakan keselamatan migas,” katanya.

Selain itu, memberikan arah dan kerangka penerapan program SMKM sesuai kaidah yang berlaku, serta pedoman penilaian pencapaian kriteria SMKM bagi BU atau BUT yang menjalankan operasinya.

Terkait pencapaian target produksi migas, Waluyo mengatakan, BU/BUT pasti melakukan serangkaian kegiatan seperti peningkatan kapasitas. Di sisi lain, peralatan atau aset migas dari proyek-proyek tersebut pasti ada yang sudah berusia tua. Oleh karena itu, untuk menjaga keselamatan migas, perlu dilakukan inspeksi, evaluasi peralatan, serta analisa resiko.

“Dari analisa resiko itu kita bisa melihat apakah resiko dari kegiatan-kegiatan tersebut masih toleran atau tidak. Kalau seandainya masih toleran, maka bisa dilanjutkan. Tapi kalau tidak, maka harus dilakukan perlakuan resiko seperti renovasi dan perbaikan-perbaikan,” tuturnya.

Hal yang sama juga berlaku untuk desain baru, dimulai dari penelaahan desain yaitu mengetahui sejak mana aspek keselamatannya agar kegiatan aman untuk pekerja, masyarakat umum dan aset itu sendiri.

Dalam kesempatan yang sama, Sesditjen Migas Alimuddin Baso menegaskan bahwa subsektor migas menjadi penggerak perekonomian nasional. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, penyelenggaraan kegiatan migas bertujuan untuk mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan ekonomi di tingkat nasional, regional dan internasional. Selain itu, meningkatkan pendapatan negara bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industru dan perdagangan Indonesia.

“Tujuan lainnya adalah menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup,” jelas Ali.

Kewenangan Ditjen Migas dalam memenuhi penyediaan energi, tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian ESDM, di mana Pasal 9 menyebutkan bahwa peran Ditjen Migas adalah untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan migas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *