Jakarta, ruangenergi.com- PT Pertamina (Persero) mencatat terdapat sekitar 700 billion cubic feet (BCF) potensi stranded gas dari hulu Pertamina.
Potensi stranded gas mengacu pada situasi di mana cadangan gas alam yang ditemukan di suatu wilayah tidak dapat diproduksi atau dimanfaatkan secara ekonomis karena berbagai alasan.
Potensi gas untuk dikelola oleh PT Perusahaan Gas Negara Terbuka (PGN Tbk) sebesar 25 MMSCFD (million standard cubic feet per day) atau setara 1,9 juta sambungan rumah tangga (SRT).
“Salah satu potensi quick win pengelolaan stranded gas sinergi PHE dan PGN yaitu dari lapangan migas Puspa (yang ada di Sumatera bagian Selatan di sekitar Jambi),” demikian informasi yang didapat ruangenergi.com, Selasa (06/12/2024).
Ruangenergi.com mendapatkan informasi, kebutuhan gas paling besar berada di wilayah Barat yaitu Sumbagtengsel dan Jawa Bagian Barat (JBB) sebanyak 69 persen.
Adapun cadangan gas terbukti (P1) terbesar di Wilayah Timur yaitu Maluku (27 persen) dan Papua (27 persen). Total cadangan gas (P1/terbukti) lebih dari 36 TSCF. Terbesar di Wilayah Timur Indonesia.
Total demand gas nasional sebanyak 872 BBTUD dan demand gas terkonsentrasi di Wilayah Barat Indonesia.
Pertamina mencatat potensi dan tantangan bisnis gas di Indonesia dengan melihat Wilayah Indonesia Barat merupakan demand gas bumi terbesar di seluruh Indonesia. Namun wilayah ini memiliki infrastruktur gas dan pipa LNG. Hanya saja, diakui terjadi penurunan supply gas eksisting di Sumatera.
Gas dan Pengembangan Jargas
Di Wilayah Indonesia Timur, Pertamina mencatat cadangan gas serta discovery gas terbesar. Namun, infrastruktur gas belum memadai dan mayoritas infrastruktur dalam tahap pengembangan.
Pertamina juga melihat pengembangan jaringan gas (jargas) krusial untuk menekan impor dan subsidi LPG. Di tahun 2023, jumlah sambungan rumah tangga (SRT) sebanyak 0,8 juta SR Jargas. Akibatnya, diharapkan impor LPG turun sebesar 83 kilo ton per annum (KTPA) dan mampu hemat subsidi sebesar Rp0,8 triliun per tahun.
Sampai tahun 2030, jumlah SRT mencapai 5,5 juta SR Jargas. Adapun harapannya, impor LPG mampu turun sebesar 550 KTPA dan menghemat anggaran subsidi sebesar Rp5,6 triliuun per tahun.