Jakarta, ruangenergi.com- Holding Pertambangan MIND ID menyampaikan bahwa untuk bisa melaksanakan kegiatan pengembangan hilirisasi di setiap komoditasnya, ada tantangan yang dihadapi yakni membutuhkan ketersediaan energi.
Terlebih lagi saat ini membutuhkan energi yang punya transisi kepada energi baru terbarukan konservasi energi (EBTKE).
“Kami memang ada tantangan yang kita hadapi terkait sama ketersediaan energi apalagi saat ini membutuhkan energi yang memang diharapkan punya transisi ke EBTKE,” kata Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Dilo Seno Widagdo dihadapan Komisi VI DPR RI ketika hadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama PT Mineral Industri Indonesia (Persero) beserta subholding dengan agenda: 1. Evaluasi kinerja korporasi Tahun 2024; 2. Penyampaian rencana kerja dan roadmap korporasi Tahun 2025; 3. Lain-Lain. Kamis, (13/03/2025), di Jakarta.
Kesulitan Bangun Infrastruktur
Dilo juga memaparkan, kesulitan MIND ID untuk bangun infrastruktur, baik itu perumahan, jalan maupun pelabuhan yang lainnya dan membutuhkan Capital Expenditure (Capex) yang cukup besar.
“Dan ini juga sangat sulit untuk kita dapatkan kemudian juga infrastruktur lainnya. Karena tiap kita mengembangkan maka kita juga harus membangun infrastruktur baik itu perumahan, jalan, pelabuhan dan yang lain-lain sehingga memang membutuhkan Capex yang cukup besar dan ini akan mempengaruhi kompetitivnes dari Industri ini dan yang ketiga sebenarnya mungkin ini juga penting karena kita sebenarnya dalam berinvestasi membutuhkan kepastian daripada regulasi yang hari ini juga kita masih sangat challanging untuk bisa mendapatkan itu,” ungkap Dilo yang hadir mendamping Dirut MIND ID Maroef Sjamsoeddin dalam RDP di Komisi VI DPR.
Dilo menjelaskan, untuk total kebutuhan Capex MIND ID di tahun 2025, untuk seluruh grup konsolidasi kira-kira membutuhkan sekitar Rp19,9 triliun.
“Untuk program Prioritas Group MIND ID tahun 2025 ini mencakup beberapa Project hilirisasi yang strategis untuk komoditas di grup MIND ID mulai dari pengelolaan bauksit menjadi alumina, kemudian juga pengelolaan smelter nikel, tembaga dan juga untuk komoditas timah sehingga memang proyek-proyek infrastruktur ini nantinya dapat mendukung kegiatan operasionalisas industri yang berkaitan dengan manufacturing di industri pertambangan.
Lebih lanjut Dilo memaparkan, project terkait dengan pengelolaan bauksit yang dikelola oleh PT Antam dan PT Inalum dimana saat ini di Mempawah, MIND ID sudah menyelesaikan pembangunan smelter dan refinery pengelolaan bauxit menjadi alumina dengan kapasitas 1 juta ton.
“Selanjutnya ini akan kita kembangkan di tempat yang sama di lahan yang sama kita sedang melakukan ekspansi untuk menuju ke dua juta ton yang ada di Mempawah Kalimantan Barat. Kemudian untuk pengelolaan nikel oleh Antam ini benarnya dan juga dari Vale.Untuk Antam kami melakukan hilirisasi project integrasi dari nikel ore. Kemudian pirometalurgi untuk menjadi MPI dan feronikel kemudian juga hidrometalurgi untuk menghasilkan MHP di Halmahera sementara di Vale melakukan kegiatan hilirisasi juga di 3 (tiga) provinsi. Baik Soroako, Pomala, maupun Bahudopi,” ucap Dilo.
Sementara,lanjut Dilo, untuk komoditas tembaga PT Freeport yang kemarin mengalami keadaan kahar, MIND ID harapkan kondisinya bisa pulih di bulan Juni 2025 dan akan ramp up sampai dengan full operasi di akhir tahun 2025.
Untuk bisa mendukung kegiatan operasi di PT Freeport juga sedang mengembangkan pembangkit listrik tenaga gas yang ada di Papua dan ini juga sedang pelaksanaan pekerjaan hari ini dan diharapkan di akhir tahun ini bisa diselesaikan.
Untuk Bukit Asam meningkatkan kapasitas pengangkutannya melalui pembaharuan dari train loading system termasuk coal head green facilities nya, baik itu di angkutan batubara Tanjung Enim- Keramasan dan yang lain-lain ini kita harapkan menambah kapasitas menjadi 20 juta ton.
Kemudian Inalum sendiri yang di untuk produksi aluminium nya ini sedang melakukan ekspansi produksi dari kapasitas 275 menuju kapasitas 300.000 dan kapasitas 300.000 kemudian akan meningkatkan lagi menjadi kapasitas lebih besar lagi tambah sekitar 600.000.
Untuk total kebutuhan Capex di tahun 2025 untuk seluruh grup konsolidasi kira-kira membutuhkan kapek sekitar Rp19,9 triliun.