Rakor BPH Migas

Wujudkan Optimalisasi Jargas di Sumsel

Palembang, Ruangenergi.com – Guna mengoptimalisasi pemanfaatan Jaringan Gas di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel), Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) penyaluran gas bumi pada jaringan gas rumah tangga dan pelanggan kecil di wilayah Sumatera Selatan bersama 8 Kabupaten/Kota di Sumsel yang memiliki jaringan gas, bertempat di Hotel Novotel Palembang, (31/05).

Adapun beberapa perusahaan yang memiliki jargas di Sumsel yakni, PT. PGN Tbk (Persero), PT. Pertagas Niaga, Perusda Sarana Pembangunan Palembang Jaya dan Perusda Petro Prabu.

Acar tersebut dihadiri oleh Anggota Komisi VII DPR RI H. Yulian Gunhar, SH. MH; Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa; Komite BPH Migas Bidang Pengawasan Sekaligus wilayah koordinasi Sumbagsel, Ahmad Rizal; Tim BPH Migas, Wakil Pemerintah 8 Kabupaten /Kota di Sumsel yang memiliki jargas, Area Head PGN Palembang, Direktur PT. Pertagas Niaga Aminuddin, Direktur SP2J, dan Dirut Perusda Petro Prabu.

Dalam sambutannya, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa, mengatakan bahwa Sumatera Selatan adalah salah satu Provinsi yang memiliki kegiatan usaha pengangkutan dan niaga gas bumi melalui pipa serta jaringan gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.

“Saat ini di Sumatera Selatan terdapat jaringan gas untuk rumah tangga dan pelanggan kecil sebanyak 127.078 SR (Sambungan Rumah), dengan jumlah yang sudah terutilisasi sebanyak 98.738 SR. Kedepan, masih banyak potensi besar untuk Jargas di Provinsi Sumatera Selatan yang bisa digarap,” jelas Ifan sapaan akrab Kepala BPH Migas.

Ia menambahkan, hal ini dapat dilihat dari ketersediaan suplai gas yang besar, infrastruktur migas yang memadai dan ketersediaan pasar yang potensial. Saat ini Prabumulih memiliki jaringan gas tertinggi di Indonesia, ada sekitar 44 ribuan sambungan rumah dan sudah terlaksana sebesar 95%.

“BPH Migas akan mendukung kabupaten dan kota lainnya di Sumatera Selatan untuk segera menggarap jargas,” paparnya.

Lebih Lanjut, Ifan menerangkan bahwa saat ini sudah terbit Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2019, bahwa Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi melalui Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil bukan hanya dilaksanakan oleh BUMN Migas melalui penugasan Pemerintah tapi dapat juga oleh BUMD, Swasta, dan Koperasi.

“Jadi bisa bentuk investasi, sehingga tidak tergantung APBN yang terbatas. Pemerintah melalui BPH Migas akan terus berupaya menyejahterakan rakyat dengan penggunaan Jargas,” imbuhnya.

Salah satunya melalui tugas BPH Migas di dalam Undang-Undang Migas No. 22 tahun 2001 pasal 46 ayat (3) huruf e, yakni meliputi pengaturan dan penetapan mengenai harga jual Gas Bumi untuk konsumen Rumah Tangga (RT) dan Pelanggan Kecil (PK) dengan mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat.

Menurutnya, penetapan harga Jargas ini bersumber dari mekanisme APBN dan juga non APBN. BPH Migas telah menetapkan harga jargas yang selalu lebih rendah dari harga LPG 3 Kg. Rata-rata penetapan harga jargas untuk Rumah Tangga-1 (RT-1) untuk wilayah Sumatera Selatan adalah sebesar Rp4.250,-/m3 lebih rendah dari harga pasar LPG 3 Kg sebesar Rp5.651,-/m3.

Sedangkan rata-rata penetapan harga jargas untuk RT-2 sebesar Rp6.000,-/m3 lebih redah dari harga pasar LPG 12 Kg yang mencapai sebesar Rp10.010,-/m3.

“Dengan terbitnya Peraturan BPH No.4 Tahun 2021 tentang Penetapan Harga Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan kecil (pengganti peraturan BPH no. 22 Tahun 2011) Ketentuan dalam Peraturan BPH Migas No. 22/P/BPH Migas/VII/2011 tentang besaran harga RT-2 = 2x RT-1 telah dihapuskan dengan tujuan agar lebih memberikan ruang (scale up) kepada BU dalam mencapai keekonomian pengelolaan Jargas melalui penghapusan batasan harga (capping price),” tuturnya.

Pengembangan jargas adalah sebagai salah satu upaya mengurangi subsidi energi khususnya LPG 3 Kg. Saat ini LPG nasional nilai subsidinya sekitar 35 T, dimana 70 % LPG impor.

“Dalam RPJMN 2020 – 2024 Pemerintah menargetkan pembangunan jargas sejumlah 4 juta sambungan rumah, hari ini baru 530.000 an. Berarti masih kisaran 3,5 juta sambungan masih diperlukan, artinya jika pola APBN berarti masih diperlukan kisaran 35 T untuk menggarap 3,5 juta sambungan jargas tersebut, maka dengan pola investasi akan meringankan anggaran pemerintah, sekaligus menumbuhkan iklim usaha,” kata Ifan.

Di sisi lain, Ifan menambahkan bahwa BPH Migas tidak mengambil iuran Badan Usaha yang melakukan kegiatan penyaluran gas Jargas untuk RT–2 dan PK–2 sebagaimana lazimnya diberlakukan terhadap Badan Usaha yang melaksanakan kegiatan penyaluran gas bumi untuk pipa transmisi dan kepentingan niaga industri.

Sementara, Anggota Komisi VII DPR RI H. Yulian Gunhar, SH, MH dalam arahannya menyampaikan Komisi VII DPR RI Dapil Sumsel, dirinya bersama Pak Alex Noerdin, Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa dan Anggota Komite BPH Migas Ahmad Rizal berasal dari Sumatera Selatan.

“Jadi rasanya rugi jika tidak memanfaatkan momentum ini,” ujar Yulian Gunhar.

Ia mengungkapkan sebagian jaringan gas yang terbengkalai sangat disayangkan, sebab harganya lebih murah dari LPG tabung 3 kg, karena itu segera urai masalah dan cari solusinya.

“Kabupaten /Kota yang belum, segera manfaatkan jargas,” imbuhnya.

“Mimpi Pak Fanshurullah Asa untuk menjadikan Sumsel percontohan jargas, telah disampaikan semenjak periode 1 Komite, sebelum menjabat Kepala BPH Migas. Semoga rapat ini bisa menemukan langkah-langkah solusi sebagian yang belum terutilisasi,” tuturnya.

Kemudian, Anggota Komite BPH Migas, Ahmad Rizal dalam memandu acara mengantarkan agar Rakor lebih fokus melihat kendala-kendala di daerah terkait yang belum terutilisasi.

Rizal meminta agar komunikasi dengan Ditjen Migas KESDM ditingkatkan, inventarisasi jenis pelanggan, data konsumen sesuai kelasnya sehingga income daerah meningkat, juga bisa memindahkan meter sesuai kondisi. Termasuk pemindahan aset ke badan usaha.

Rizal memcontohkan di Jateng Pertamina bisa menerima pelimpahan aset pipa 8 inch sepanjang belasan km. Menurutnya BUMD bisa hidup jika revenue meningkat.

Sesi dialog berlangsung menarik, Wakil dari Kabupaten /Kota masing-masing menyampaikan kondisi riil di daerahnya, termasuk kondisi dimana instalasi terpasang, tetapi jaringan distribusi belum ada, sebaliknya ada juga yang aliran gas kondisi terlalu kecil sehingga tidak mencapai titik nyala kompor, ada juga sebagian masyarakat yang takut menggunakan jargas.

Yang menarik dari Prabumulih menceritakan, dari awal BUMD dilibatkan untuk investasi mulai dari 3M, juga kompaknya eksekutif dan legislatif sehingga bersama-sama mengatasi masalah, termasuk masalah galian timbunan sebagai resiko pengerjaan jargas jauh hari diberikan pemahaman kepada masyarakat.

Bahkan Kepala BPH Migas menimpali, mengisahkan Prabumulih yang sampai mengancam Komisi VII DPRRI jika tidak ada kuota jargas setiap tahunnya, gas dari Prabumulih akan distop keluar. Yang akhirnya bisa meyakinkan baik Komisi VII DPR RI maupun pemerintah.

Kembali, Kepala BPH Migas menerangkan bahwa 3,5 juta sambungan rumah dengan waktu yang tinggal 2,5 tahun lagi perlu strategi khusus.KPBU 2022 baru ada kajian, sementara 2023 sudah sibuk persiapan pemilu.

“Saat ini yang tepat, Sumsel mesti berjuang maksimal untuk dapatkan APBN, tentu untuk RT1, sementara untuk RT 2 dan PK 2 dengan pola investasi Badan Usaha. PT. PGN diminta agar membantu, seiring perubahan aturan BPH Migas nomor 4 tahun 2021. Ada selisih kisaran 4 ribuan dari harga tabung, sehingga bisa disiasati untuk margin bisnis dengan harga tetap di bawah LPG tabung,” bebernya.

Ifan berharap, semoga Rakor ini menjadi upaya percepatan pembangunan infrastruktur Jargas agar ketersediaan energi dapat diakses oleh masyarakat kecil secara langsung sebagai wujud energi yang berkeadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *