Jakarta, ruangenergi.com- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dipastikan sudah menerima surat dari Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET).
APHMET memberikan telaah/kajian dan masukan tentang Hukum dan Kebijakan Pengembangan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage) serta Energi Terbarukan untuk Penurunan Emisi Karbon di Indonesia
“Iya surat sudah diterima oleh Pak Menteri, kemarin dibahas dalam rapat internal. Kami mengapresiasi masukan dari Aphmet,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com, Selasa (11/06/2024), di Jakarta.
Dalam catatan ruangenergi.com sebuah surat dilayangkan ke meja para petinggi negeri ini dari Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET).
Surat dilayangkan kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya Abubakar, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Aphmet memberikan telaah/kajian dan masukan tentang Hukum dan Kebijakan Pengembangan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage) serta Energi Terbarukan untuk Penurunan Emisi Karbon di Indonesia.
“Sebagai perkumpulan profesi yang memiliki tujuan untuk memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap pembangunan hukum di Indonesia khususnya pembangunan hukum terkait dengan energi, maka sebagaimana beberapa waktu lalu kami bersama Komunitas Migas Indonesia (KMI) dan Fernandes Partnership pernah memberikan masukan kepada Pemerintah tentang “Aspek Hukum Pengembangan Enhance Oil Recovery (EOR)”, maka pada kesempatan ini kami bermaksud menyampaikan kembali masukan-masukan dari kami terkait dengan pengembangan CCS dan Energi Terbarukan berdasarkan hasil seminar tersebut,” kata Ketua Umum APHMET Didik Sasono Setyadi dalam surat tersebut.
APHMET berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:
- Pengembangan CCS/CCUS dan Energi Terbarukan dalam rangka mengurangi emisi karbon merupakan solusi yang harus ditempuh untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia, oleh karena hukum dan kebijakan yang progresif dan komprehensif perlu dipersiapkan dan dibuat namun harus dikendalikan agar jangan sampai terjadi over regulated yang membuat kontra produktif bagi tujuan utamanya:
- Setidaknya untuk lingkup CCS (dan CCUS) bisa dimasukkan dalam muatan revisi undang-undang minyak dan gas bumi, sedangkan untuk Energi Terbarukan merupakan ranah dari undang-undang tentang energi baru dan terbarukan yang beberapa tahun ini telah dipersiapkan namun hingga sekarang belum diterbitkan. Untuk ke depan perlu dipikirkan adanya omnibus law bidang energi dalam rangka efektifitan dan efisiensi, harmonisasi dan kolaborasi;
- Peraturan pelaksanaan (di bawah undang-undang) yang mengatur tentang CCS/CCUS atau Energi Baru dan Energi Terbarukan haruslah dibuat lebih simple, flexible dan commercially feasible, mengingat dalam CCS/CCUS dan Energi Terbarukan banyak hal yang masih baru. Pengaturan yang terlalu rigid/kaku, rumit dan apalagi tidak memperhatikan aspek komersialitas dapat menghambat pengembangan CCS/CCUS dan Energi Terbarukan;
- Secara faktual dan konseptual sektor energi ke depan semakin berkelindan dengan kebijakan dan pengaturan tentang lingkungan hidup terutama dalam isu penurunan emisi, oleh karena itu sudah saatnya dipikirkan penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar terjadi harmonisasi, sinkronisasi, efektifitas dan efisiensi kebijakan dan pengaturan, mengurangi/memitigasi adanya pertentangan norma pengaturan hingga penegakan hukumnya;
- Pengembangan CCS/CCUS dan atau Energi Terbarukan merupakan kegiatan yang padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko tinggi, maka dari itu sudah seharusnya masuk dalam proyek-proyek strategis nasional yang kepastian dan perlindungan hukumnya dijamin lebih oleh pemerintah, agar dapat menarik lebih banyak investasi, mempercepat pengalihan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghindari adanya kemungkinan kriminalisasi, karena berkaitan erat dengan pencapaian target NDC;
- Kerjasama/kolaborasi global (unilateral, multilateral, bilateral) dengan skema G to G, G to B dan B to B dalam pengembangan CCS/CCUS dan Energi Terbarukan mutlak diperlukan, oleh karena itu penyiapan strategi diplomasi, termasuk peningkatan kapasitas diplomat dalam urusan pengembangan CCS/CCUS dan Energi Terbarukan dalam berbagai aspek, khususnya aspek hukum dan kebijakan, mendesak untuk segera dilakukan;
- Perlu ditinjau kembali apakah mekanisme/skema Izin Ekslorasi dan Izin Operasi Penyimpanan dalam Wilayah Izin Penyimpanan Karbon yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 dianggap sudah cukup, sebab dengan mekanisme/skema perizinan pemerintah tidak dapat ikut mengendalikan manajemen pengelolaan/pengusahaan, hanya melakukan pengawasan terhadap dipatuhinya perizinan dan perundang-undangan yang lain, sedangkan untuk potensi CCS/CCUS yang sangat besar dibutuhkan “lembaga pengelola” khusus yang mewakili pemerintah untuk mengelola potensi dan mengembangkan CCS/CCUS dalam penguasaan teknologi, penguasaan aset tangible maupun intangible (termasuk Intellectual Property
“Demikian kami sampaikan masukan-masukan kami, selanjutnya kami siap untuk menjadi mitra pemerintah dan stakeholders lainnya untuk bersama-sama membangun hukum dan kebijakan pengembangan CCS/CCUS dan Energi Terbarukan ini,” pungkas Didik mengakhiri isi suratnya.