Catat Ya, Pertamina Group Siapkan Ekosistem Bioetanol

Jakarta, ruangenergi.com- Sektor transportasi adalah salah satu sektor penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia. Untuk itu penggunaan bahan bakar minyak ramah lingkungan menjadi salah satu solusi terbaik untuk menurunkan emisi.

Indonesia telah sukses dengan B35, campuran bahan bakar nabati (BBN) berbasis kelapa sawit, yaitu fatty acid methyl esters (FAME) dengan kadar 35 persen. Dan saat ini pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) mendorong pengembangan pemanfaatan bioetanol sebagai campuran untuk bahan bakar berjenis gasoline.

Pengembangan bioetanol berpotensi menciptakan dampak positif yang luar biasa, mulai dari hulu ke hilir.

Akhir tahun lalu PT Pertamina Patra Niaga telah meluncurkan Pertamax Green 95, bahan bakar Pertamax dengan campuran bioetanol sebesar 5 persen.

Tidak saja mendukung target enhanced nationally determined contribution (ENDC) Indonesia, pengembangan bioetanol sebagai BBN berpotensi menciptakan nilai yang besar.

“Dari mulai mengembangkan bahan baku seperti tebu, jagung, sorgum, dan jenis tanaman lainnya sampai dengan pendistribusiannya ke Masyarakat, pengembangan bioetanol bisa menciptakan nilai yang besar, salah satunya adalah membuka lapangan kerja lebih luas,” kata Direktur Manajemen Risiko Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) Iin Febrian dalam diskusi panel di Green Initiative Conference, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Pertamina NRE diberikan amanah oleh induk usahanya, PT Pertamina (Persero), untuk
mengembangkan bisnis bioetanol sebagai bahan baku Pertamax Green. Pertamina NRE telah memiliki strategi jangka pendek, menengah, hingga panjang yang dimulai dari tahun 2024 hingga tahun 2035 dalam pengembangan bioetanol.

“Sebagai bagian dari strategi jangka pendek, kami telah menandatangani perjanjian dengan PT Sinergi Gula Nusantara untuk membangun pabrik bioetanol baru dengan bahan baku molase di Glenmore, Banyuwangi, dengan kapasitas 30 ribu kiloliter per tahun,” tambah Iin.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *