Indonesia Ditantang untuk Bisa Simpan CO2

Padang, Sumatera Barat, ruangenergi.com — Indonesia ditantang untuk mampu menyimpan gas karbon dioksida (CO2) dalam formasi batuan bawah permukaan yang sesuai.

Oleh karena itu, penerapan teknologi geofisika yang canggih memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi eksplorasi sumber daya, khususnya dalam konteks transisi energi dan pencapaian Net Zero Emission.

“Secara geosains, kita ditantang untuk menyimpan gas CO2 dalam formasi batuan bawah permukaan yang sesuai. Oleh karena itu, penerapan teknologi geofisika yang canggih memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi eksplorasi sumber daya dalam rangka transisi energi dan pencapaian Net Zero Emission,” ujar Plt. Dirjen Migas, Dadan Kusdiana, yang mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada pembukaan acara Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) Annual Meeting ke-49, Selasa (24/09/2024), di Padang, Sumatera Barat.

Sebagai informasi, pertemuan HAGI Annual Meeting ke-49 ini dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang diwakili oleh Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris (daring), Plt. Gubernur Sumatera Barat yang diwakili oleh Kepala BPBD Sumatera Barat Rudy Rinaldi, Kepala Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Mustafid Gunawan, Pj. Walikota Padang Andree H. Algamar, Presiden HAGI Randy A.K. Condronegoro, dan Ketua PIT HAGI Hamdi.

Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa dalam transisi energi guna mengejar target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui program Carbon Capture & Storage (CCS). Dalam CCS, diperlukan pemahaman yang mendalam terkait prinsip-prinsip geosains serta penerapan teknologi geofisika.

“Indonesia, sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah, dihadapkan pada dua tantangan besar: pemanfaatan sumber daya energi dan alam secara efisien dan berkelanjutan, serta mitigasi risiko bencana geologi di tengah perubahan iklim global,” ungkap Dadan di hadapan para ahli geofisika.

Namun demikian, Dadan menyebutkan bahwa dalam menghadapi tantangan tersebut, pemerintah tengah membuat berbagai kebijakan strategis, antara lain transisi energi berkelanjutan, ketahanan energi, dan pengelolaan sumber daya alam serta penguatan mitigasi bencana geologi.

Pemerintah, lanjutnya, menyadari bahwa untuk mencapai tujuan yang besar, diperlukan sumber daya manusia yang unggul, baik di sektor pemerintah maupun swasta. Geofisika akan berkembang jika nilai tambah bagi masyarakat, ekonomi, dan lingkungan dipahami serta dikomunikasikan secara luas.

Oleh karena itu, pemerintah mendorong kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah untuk mengembangkan program pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan saat ini dan masa depan.

“Forum seperti PIT HAGI ini sangat penting sebagai wadah untuk berdiskusi dan berbagi inovasi serta ide-ide yang dapat menjawab tantangan yang dihadapi pemerintah. Saya yakin bahwa melalui kolaborasi dan sinergi antara para ahli, praktisi, dan pemerintah, kita akan mampu terus meningkatkan peran ilmu geofisika dalam membangun masa depan yang lebih berkelanjutan,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Abdul Haris, memaparkan bahwa tema yang diusung pada pertemuan ilmiah tahunan kali ini adalah Shaping Sustainable Futures Through Geophysical Insight. Tema ini mencerminkan adanya kesadaran kolektif bahwa ilmu geofisika memiliki peran strategis dalam menghadapi kompleksitas tantangan nasional, regional, dan global.

“Sebagai negara dengan risiko geologis tinggi, sangat penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan wawasan ilmiah geofisika demi memastikan keberlanjutan pembangunan sekaligus mengidentifikasi dampak negatif bencana alam. Geofisika sebagai disiplin ilmu memiliki peranan penting dalam menghadapi tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, mulai dari mitigasi bencana hingga eksplorasi sumber daya alam. Mengingat letak geografis Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik, risiko bencana seperti gempa bumi dan tsunami menjadi sangat nyata,” ungkap Abdul.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *