Selain itu, isu perizinan masih menjadi kendala. Walaupun demikian, SKK Migas mengakui bahwa Pemerintah Indonesia sudah merespons dengan membentuk satuan tugas (Satgas) dan terus berkomunikasi dengan investor terkait hal ini.
“Kalau kita lihat analisis dari Rystad, kita saat ini sudah kompetitif; dari sisi risiko sudah membaik, perekonomian juga membaik. Namun, yang masih menjadi perhatian adalah aspek legal, yakni UU Migas dan perizinan. Begitu kira-kira,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto beberapa waktu lalu kepada wartawan, termasuk ruangenergi.com.
Dwi juga menyampaikan bahwa aktivitas di sektor hulu migas telah meningkat, termasuk dari sisi sistem fiskal. Pemerintah sudah melakukan perbaikan untuk meningkatkan keekonomian lapangan. Risiko investasi di sektor minyak dan gas juga telah berkurang berkat adanya perbaikan yang dilakukan pemerintah sebagai investment enabler.
“Memang masalah legal dan kontrak masih menjadi tantangan. Pertanyaannya selalu terkait RUU Migas dan kepastian semua pihak untuk menghormati kontrak yang ada. Itu yang perlu kita benahi,” ungkap Dwi.
Dwi menjelaskan bahwa terdapat hambatan lain dalam aspek pembiayaan. Lembaga-lembaga keuangan umumnya melihat apakah industri hulu migas sudah menerapkan prinsip berkelanjutan. Oleh karena itu, banyak dari mereka lebih tertarik pada energi baru dan terbarukan.
“Untuk hulu migas, mereka memiliki persyaratan tersendiri. Namun, dengan adanya teknologi CCS/CCUS, mereka mulai tertarik. Misalnya, proyek Lapangan Abadi Masela sudah berhasil mencapai kesepakatan, begitu juga dengan BP yang sudah solve karena adanya CCS/CCUS. Selanjutnya, yang perlu kita perbaiki adalah regulasi CCS/CCUS agar lebih lengkap. Hal ini penting, termasuk kemudahan pembebasan lahan dan lain-lain,” kata Dwi.
Dwi juga menuturkan bahwa SKK Migas sedang mengusulkan agar industri minyak dan gas yang menopang kedaulatan energi dapat ditetapkan sebagai industri strategis nasional dan dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Dengan demikian, proses perizinan, pembebasan lahan, dan sebagainya bisa lebih mudah. Jika tidak masuk PSN, maka Satgas yang dibentuk oleh kementerian akan berperan dalam meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia,” pungkas Dwi.